Infoaceh.net, BANDA ACEH — Penyelidikan kasus dugaan korupsi proyek peningkatan jalan batas Pidie-Meulaboh (Aceh Barat) pada Dinas Perumahan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Aceh sudah hampir tiga tahun kasus ini tapi tidak ada kejelasan.
Untuk diketahui, proyek itu dimenangkan oleh PT Gramita Eka Seroja dengan total anggaran Rp 14,7 miliar, yang bersumber pada APBA 2019. Penelusuran di LPSE Aceh, perusahaan tersebut beralamat di Jalan Sisingamangaraja, No. 16, Drien Rampak, Kabupaten Aceh Barat.
Polda Aceh pada tahun 2022 sudah melakukan penyelidikan terhadap proyek tersebut. Ditreskrimsus Polda Aceh sudah mengirim surat ke Kepala Dinas PUPR Aceh untuk menghadirkan sejumlah pihak yang diduga terlibat dalam proyek itu.
Ada lima nama yang diminta penyidik kepada Kadis PUPR Aceh untuk hadir menghadap penyidik pada Rabu, 26 Januari 2022.
Lima nama itu Direktur PT Binefa Raya Consult, H, Lab Teknisi PT Binefa Raya Consult, M, Inspector PT Binefa Raya Consult, RS, Chief Inspector PT Binefa Raya Consult, ME dan Direktur PT Gramita Eka Seroja, TMZ.
Dalam surat yang diteken Wadirreskrimsus Polda Aceh AKPB Hairajadi, kelimanya diminta hadir ke ruang unit III Subdit/Tipid Korupsi Ditreskrimsus Polda Aceh. Surat dengan perihal permintaan keterangan dan dokumen dengan tebusan Kapolda Aceh, Irwasda Polda Aceh dan Kabid Propam Polda Aceh.
“Sudah hampir tiga tahun kasus ini tapi tidak ada kejelasan, makanya kami akan mengirim surat ke Komisi III DPR RI, sebelumnya kami juga sudah bersurat ke Biro Pengawasan dan Penyelidikan (Wassidik) Bareskrim Mabes Polri,” kata Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani, Kamis (21/11/2024).
Alasan GeRAK mengirim surat ke Komisi III, kata Askhalani, karena mereka merasa perlu ada pengawasan yang lebih mendalam terhadap Mabes Polri terkait kasus tersebut.
Ia berharap Komisi III yang membawahi urusan hukum dan keamanan bisa turun tangan memastikan proses hukum berjalan transparan dan adil.
Kata Askhalani, penting ada klarifikasi dan pertanggungjawaban dari pihak kepolisian, agar masyarakat bisa mendapatkan kepastian hukum dan tidak ada kesan penanganan kasus yang asal-asalan atau tertutup.
“Dengan adanya supervisi dari Komisi III, diharapkan bisa mendorong Mabes Polri untuk lebih terbuka dan profesional dalam menangani kasus tersebut khususnya di Polda Aceh,” tegas Askhalani.
Seharusnya, kata Askhalani, Polda Aceh harus mengungkap hingga tuntas kasus yang sudah merugikan keuangan negara.
Pasalnya sejumlah ruas jalan yang sebelumnya dibangun melalui dana Otonomi Khusus (Otsus) itu sudah tidak lagi bisa dipergunakan dengan baik sudah sangat rusak dan hancur.
“Masyarakat berharap dapat menikmati fasilitas yang dapat mendukung aktivitas mereka, namun kenyataannya justru mereka harus menghadapi kerusakan jalan yang seharusnya sudah diperbaiki,” tegas Askhalani.
Menurut Askhalani sangat disayangkan jika infrastruktur yang telah dibangun dengan dana yang besar justru tidak bermanfaat bagi masyarakat, dan malah merugikan mereka karena kondisi jalan yang rusak.
“Kasus seperti ini mengingatkan kita pentingnya pengawasan yang ketat terhadap penggunaan anggaran negara, agar proyek-proyek yang diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak justru menjadi beban. Diperlukan tindakan tegas untuk memastikan dana yang telah disalurkan benar-benar digunakan sesuai tujuan dan tidak disalahgunakan,” pungkasnya.