Hukum atau Dendam? Berturut-turut, Dua Musuh Politik Presiden Ketujuh Jokowi Dituntut 7 Tahun
Infoaceh.net – Dua tokoh penting dalam dunia Politik dan pemerintahan Indonesia, yakni Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dan mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong, sama-sama dituntut 7 tahun penjara oleh jaksa dalam dua perkara korupsi berbeda.
Namun, kemiripan vonis, waktu sidang, dan keterkaitan nama Presiden ke-7, Joko Widodo dalam proses persidangan keduanya memunculkan dugaan kuat di tengah publik bahwa ini bukanlah kebetulan semata.
Pada Kamis, 4 Juli 2025, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan tuntutan 7 tahun penjara dan denda Rp600 juta (subsider 6 bulan kurungan) kepada Hasto Kristiyanto dalam kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dan penghalangan penyidikan kasus Harun Masiku.
Sehari kemudian, Jumat, 5 Juli 2025, mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong juga dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp750 juta, dalam kasus dugaan korupsi importasi gula yang terjadi saat ia menjabat antara 2015-2016.
Publik langsung menyoroti kesamaan vonis, denda, dan pola penanganan kasus keduanya yang terjadi dalam waktu hampir bersamaan, meski berasal dari latar belakang kasus berbeda.
Yang mengejutkan, nama Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, terseret dalam keterangan persidangan keduanya.
Dalam sidang Hasto Kristiyanto, kuasa hukumnya Makdir Ismail menyampaikan bahwa Hasto pernah mendapat dua pesan, yaitu:
Diminta mundur dari jabatan Sekjen PDIP,
Dilarang menendang Jokowi dari PDIP.
Hal ini memperkuat dugaan bahwa proses hukum terhadap Hasto bermuatan dendam politik internal, terutama setelah isu Jokowi dikeluarkan dari partai yang membesarkannya.
Sementara itu, dalam kasus Tom Lembong, ia menyebut dalam sidang bahwa tindakannya saat menjabat menteri merupakan instruksi langsung dari Presiden Jokowi.
Namun, meski disebut hanya menjalankan perintah, ia tetap dituntut 7 tahun penjara.
Padahal, hasil audit BPK pada tahun 2017 menyatakan tidak ada kerugian negara dalam kebijakan yang diambilnya.
Kemiripan pola tuntutan, waktu sidang, dan munculnya nama Presiden dalam kesaksian kedua tokoh ini memunculkan spekulasi liar di masyarakat.