Jaksa Sudah Periksa 200 Saksi Kasus Korupsi Balai Guru Penggerak Aceh Senilai Rp 76,4 Miliar
Infoaceh.net, Banda Aceh — Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh sudah memeriksa 200 orang saksi dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan Balai Guru Penggerak (BGP) Aceh dengan nilai mencapai Rp 76,4 miliar.
Penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan pada BGP Aceh tahun anggaran 2023-2024 tersebut sudah dinaikkan ke tahap penyidikan.
Namun, penyidik, belum menetapkan siapa saja yang bertanggung jawab dalam pengelolaan keuangan tersebut sebagai tersangka. Namun, penyidik sudah mengidentifikasi calon tersangka. Penyidik masih mengumpulkan alat dan barang bukti.
“Sampai saat ini, penyidik sudah memeriksa dan memintai keterangan 200 orang saksi. Jumlah saksi tersebut bisa bertambah karena penyidikan masih berlangsung,” kata Kasi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh Ali Rasab Lubis SH di Banda Aceh, Rabu (23/10/2024).
Saksi-saksi yang dimintai keterangan tersebut di antaranya dari BGP Aceh, pihak hotel, guru penggerak, pemilik rental mobil, termasuk toko-toko yang disebut untuk pengadaan dalam pengelolaan keuangan di balai tersebut.
Ia mengungkapkan pada tahun 2022-2023, Balai Guru Penggerak (BGP) Aceh mendapat anggaran bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk melaksanakan kegiatan sebagaimana yang tertuang didalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) BGP Aceh.
Pada tahun 2022 sejumlah Rp 22.740.285.000 dan setelah direvisi menjadi Rp 19.231.442.000.
Kemudian di tahun 2023 sejumlah Rp 57.174.167.000Terhadap anggaran BGP Aceh Tahun 2022 dan 2023 tersebut telah digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan dan belanja sebagaimana yang tertuang di dalam DIPA BGP Aceh serta penerimaan lainnya.
Berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran (LRA), BGP Aceh tahun 2022 terealisasi sebesar Rp 18.402.292.621 (95,69%), dan tahun 2023 sebesar Rp 56.753.250.522 (99,20%).
Namun kenyataannya berdasarkan dokumen pertanggungjawaban keuangan BGP Aceh tahun 2022 – 2023 ditemukan dugaan adanya mark up pada pertanggungjawaban belanja dan/atau fiktif, conflict of interest dalam pengangkatan pegawai honorer/PPNPN dan realisasi belanja bahan, PNBP.
Serta diduga adanya aliran dana kepada pihak-pihak tertentu berdasarkan kegiatan fiktif dan/atau tidak dipergunakan sesuai dengan rencana tujuan pengadaan/kegiatan tersebut sehingga berindikasi tindak pidana korupsi yang berpotensi kerugian negara.
Menurut Ali Rasab, sampai dengan saat ini Tim Penyidikan Kejati Aceh masih berproses untuk penetapan tersangka.