Kasus Chromebook Menggelinding, Mantan Stafsus Nadiem Bungkam di Kejagung
JAKARTA, Infoaceh.net – Mantan staf khusus Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, Fiona Handayani, akhirnya memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook senilai Rp9,9 triliun.
Fiona tampak hadir di Kejagung pada Selasa (10/6) tanpa memberikan keterangan apa pun kepada awak media. Ditemani kuasa hukumnya, Indra Sihombing, ia langsung masuk ke ruang pemeriksaan tanpa menjawab satu pun pertanyaan.
“Nanti saja biar lebih enak,” kata Indra singkat kepada wartawan di lokasi.
Fiona merupakan satu dari tiga eks stafsus Nadiem yang apartemennya sempat digeledah penyidik Kejagung. Sebelumnya, ia tidak memenuhi panggilan pemeriksaan pekan lalu, hingga hari ini resmi diperiksa terkait perannya dalam program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek 2019–2022.
Penyidikan kasus ini berawal dari temuan adanya indikasi kuat pemufakatan jahat dalam proses pengadaan. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyebut bahwa kajian teknis proyek seolah-olah diarahkan agar sejalan dengan narasi bahwa Chromebook adalah kebutuhan utama pendidikan digital di masa pandemi.
“Padahal, uji coba penggunaan 1.000 unit Chromebook pada 2019 menunjukkan perangkat itu tidak efektif sebagai sarana pembelajaran,” ungkap Harli.
Bahkan, hasil kajian teknis disebut-sebut dimanipulasi agar proyek ini terkesan mendesak dan substansial. Dari total anggaran Rp9,9 triliun, sebanyak Rp6,3 triliun bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK), sementara Rp3,5 triliun berasal dari anggaran satuan pendidikan.
Menanggapi kasus yang menyeret mantan stafnya, Nadiem Makarim buka suara. Ia mengaku terkejut atas penyidikan yang kini dilakukan Kejagung. Menurutnya, pengadaan Chromebook adalah bagian dari upaya mitigasi risiko pembelajaran saat pandemi COVID-19 melanda.
“Pengadaan laptop termasuk dalam strategi menjaga pembelajaran murid tetap berlangsung selama krisis. Ini adalah bagian dari respon atas potensi learning loss,” jelas Nadiem dalam konferensi pers, Selasa (10/6).
Nadiem menegaskan bahwa program ini menyasar lebih dari 77 ribu sekolah dengan total 1,1 juta unit laptop beserta perangkat pendukung seperti modem dan proyektor.
Ia juga mengklaim pengadaan dilakukan secara transparan dengan melibatkan sejumlah lembaga, seperti LKPP melalui e-katalog, BPKP sebagai auditor, serta Jamdatun Kejaksaan dan KPPU sebagai pengawas potensi konflik kepentingan dan monopoli.
“Setiap kebijakan dirumuskan dengan prinsip keadilan, transparansi, dan iktikad baik,” ujarnya. “Saya tidak pernah menoleransi praktik korupsi dalam bentuk apa pun.”
Meski begitu, Nadiem menyatakan siap mendukung penuh penyidikan Kejagung dan memberikan klarifikasi jika dibutuhkan.
“Saya percaya proses hukum yang adil bisa memilah mana kebijakan yang dijalankan dengan iktikad baik, dan mana yang menyimpang dalam pelaksanaannya,” tambahnya.
Pengamat kebijakan publik menilai kasus ini sebagai cermin lemahnya pengawasan dalam belanja teknologi skala besar. Di atas kertas, pelibatan lembaga seperti BPKP, Jamdatun, hingga KPPU memang terlihat solid. Namun, dugaan manipulasi teknis menunjukkan kemungkinan kolusi di balik proyek besar ini.
Jika benar ada pengarahan khusus terhadap tim teknis untuk “mengamankan” spesifikasi produk tertentu, maka aroma conflict of interest bisa mengarah ke banyak pihak, termasuk lingkaran dekat Nadiem sendiri.
Dengan pemeriksaan Fiona dan penyegelan apartemen milik dua stafsus lainnya, Juris Stan dan Ibrahim, publik kini menanti: akankah penyidikan ini menyeret nama-nama besar lainnya di Kemendikbudristek?
- 9 triliun
- digitalisasi pendidikan
- dugaan markup Chromebook
- Fiona Handayani diperiksa
- kasus Kejagung 2025
- kasus laptop Rp9
- Kejagung periksa staf Nadiem
- korupsi chromebook
- korupsi proyek pendidikan
- learning loss pandemi
- Nadiem dan proyek Chromebook
- Nadiem Makarim stafsus
- pengadaan laptop Kemendikbudristek
- penyimpangan anggaran DAK