Kejati Aceh Ditantang Periksa Dugaan Penyimpangan Anggaran Pemkab Aceh Selatan 2023-2024
Infoaceh.net, BANDA ACEH— Gerak cepat Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh yang memerintahkan pemeriksaan terkait dugaan pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Aceh Besar beberapa hari lalu memang patut diapresiasi.
“Namun, apresiasi tersebut sulit rasanya diterima oleh masyarakat di Aceh Selatan mengingat banyak polemik bermuara pada indikasi korupsi di daerah berjuluk negeri pala itu terkesan terabaikan begitu saja.
Kita meminta Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh yang baru Yudi Triadi juga memerintahkan pemeriksaan mantan Pj Bupati dan TAPK Aceh Selatan terkait defisit dan utang Pemkab Aceh Selatan tahun anggaran 2023-2024, mengingat adanya indikasi penyalahgunaan dana eanmark yang begitu besar,” ujar Koordinator Gerakan Pemuda Negeri Pala (GerPALA) Fadhli Irman, Senin, 5 Mei 2025.
Menurut GerPALA, dana eanmark yang sudah dibatasi peruntukannya justru digunakan untuk pembayaran kegiatan lain secara ugal-ugalan, sehingga banyak kegiatan-kegiatan yang bersumber dari sumber dana eanmark tak terbayarkan dan pada akhirnya menjadi utang daerah.
“Terhitung sejak tahun anggaran 2023 kabupaten berjuluk negeri Pala itu mengalami utang belanja teraudit yang cukup besar mencapai Rp 122, 5 miliar dan defisit riil sekitar Rp 142,8 miliar yang membebani APBK Aceh Selatan Tahun 204. Bahkan pada tahun 2023, BPK RI menemukan penyalahgunaan dana eanmark yang telah dibatasi peruntukannya mencapai Rp73,9 miliar. Hal paling menyedihkan, dana ZIS yang bersumber dari umat pun turut dipakai untuk membiayai proyek mencapai Rp 5,45 miliar,” katanya.
Irman memaparkan, dana eanmark yang dibatasi penggunaannya juga dengan berani malah dipakai untuk belanja yang tak sesuai peruntukannya pada tahun anggaran 2023 mencapai sekitar Rp73,96 miliar tersebut terdiri DAK Fisik Rp26,945 miliar, DAK non fisik sebesar Rp5,091 miliar, Dana Otsus sebesar Rp4,428 miliar, DAU Eanmarked sebesar Rp 24,847 miliar, insentif fiskal sebesar Rp 5,83 miliar, hibah rehabilitasi-rekontruksi sebesar Rp. 2,422 miliar, bahkan dana ZIS yang bersumber dari amal umat pun turut dipakai sebesar Rp 5,45 milyar. Setelah dijumlahkan maka berjumlah sekitar Rp75,121 miliar dikurangi dengan sisa kas per 31 Desember 2023 sekitar Rp1,160 Milyar maka dana eanmark yang tidak sesuai penggunaannya dipakai sebesar Rp 73,96 miliar.
Lanjut Fadhli Irman, pada tahun 2025 keuangan daerah Aceh Selatan juga kembali dibebani utang tahun 2024 yang cukup fantastis.
Bahkan, sebagian besar dana eanmark yang bersumber dari DAK, DBH, DAU eanmark, Insentif Fiskal tahun anggaran 2024 juga disalahgunakan untuk membayar kegiatan/proyek lainnya, sehingga kegiatan yang bersumber dari eanmark justru menjadi utang daerah.
Lanjut Irman, utang dan defisit Aceh Selatan itu dikarenakan oleh kebijakan tata kelola keuangan ugal-ugalan yang memang terkesan disengaja, sehingga hal itu terjadi berulang kali.
“Kita juga bisa lihat dari penetapan proyeksi pendapatan asli daerah yang disinyalir sengaja digelembungkan untuk meningkatkan proyeksi belanja demi menghasilkan proyek, katakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) TA 2023 sebesar Rp176.241.313.053 atau hanya mencapai 67,50% dari anggaran sebesar Rp261.114.742.022, namun penetapan proyeksi PAD pada tahun anggaran 2024 justru ditetapkan lagi dengan nilai yang tinggi yakni Rp261.114.742.022 sehingga ketika realisasi PAD Aceh Selatan sebesar per November 2024 Rp176.241.313.053 atau hanya mencapai 67,50% maka untuk pembayaran proyek yang bersumber dari PAD justru berkemungkinan dibayar menggunakan eanmark,” bebernya.
Kata Irman, setelah berulang kali tidak tercapai target, ironisnya Pemkab Aceh Selatan terkesan tetap memaksakan PAD dengan target yang tinggi pada tahun 2025 yakni mencapai Rp 254 miliar.
Patut diduga, penetapan proyeksi PAD yang begitu besar padahal sudah berulang kali realisasi PAD rendah semakin menunjukkan bahwa adanya kesengajaan dari instansi terkait untuk mendongkrak proyeksi belanja guna memperbanyak proyek semata tanpa memperhatikan secara objektif besaran PAD yang sanggup dikumpulkan oleh Pemkab Aceh Selatan.
Belum lagi jika dicek lebih jauh, bisa saja banyak sumber PAD Aceh Selatan yang tidak dikutip/dikumpulkan.
Lebih lanjut, Irman menyentil soal isu maraknya pungli yang terjadi di tubuh SKPK termasuk dalam pengadaan barang dan jasa di Aceh Selatan yang selama ini menjadi pembicaraan di publik.
Walaupun, ibarat kentut yang tak bisa dilihat bentuknya, namun begitu semerbak adanya dalam beberapa tahun terakhir di bumi Pala.
“Belum lagi terkait indikasi dugaan korupsi dalam korupsi proyek pembangunan Rumah Sakit Pratama dan 85 Puskesmas Pembantu (Pustu) yang sempat mencuat setelah adanya hasil pemeriksaan BPK RI yang menyatakan adanya potensi kerugian negara dan ketidaksesuaian pekerjaan dalam proyek tersebut,” bebernya.
“Semua itu seakan-akan lumrah di Aceh Selatan. Sehingga masyarakat bingung penegakan hukum di Aceh Selatan selama ini kenapa begitu tumpul ketika kondisi fiskal daerah yang begitu memprihatinkan, apakah ini ditenggarai oleh alokasi hibah kepada instansi penegak hukum selama ini,” tambahnya.
Ia berharap Kejati Aceh yang baru dapat lebih tegas dan segera melakukan pemeriksaan mendalam.
“Rakyat menantang Kejati Aceh yang baru untuk melakukan pemeriksaan terhadap penyebab utama utang dan defisit Aceh Selatan, indikasi pungli dalam pengadaan barang dan jasa hingga isu pengutipan disaat pengeluaran SP2D yang terjadi pada tahun anggaran 2023-2024, indikasi korupsi proyek pembangunan RS Pratama dan 85 puskesmas pembantu di Aceh Selatan. Kita juga berharap Kejati Aceh mengumumkan hasil pemeriksaan itu ke publik,” tegasnya.
Kata Irman, saat ini rakyat sudah pesimis dengan penegakan hukum di bumi pala, sehingga kehadiran Kejati Aceh diharapkan dapat memberikan angin segar dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
“Rakyat menunggu Korp Adhyaksa Aceh turun langsung melakukan pemeriksaan, apakah benar Kajati Aceh yang baru bisa menjadi harapan baru bagi masyarakat atau justru tidak,” pungkasnya.