Mantan Wali Kota Lhokseumawe Pakai Kursi Roda Hadiri Sidang di PN Banda Aceh
BANDA ACEH — Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh, Senin (23/10) menggelar sidang pembacaan dakwaan dengan Terdakwa Suaidi Yahya, eks Wali Kota Lhokseumawe atas kasus dugaan Korupsi Rumah Sakit Arun Kota Lhokseumawe.
Sidang dilaksanakan setelah tiga kali ditunda lantaran terdakwa masih mengalami stroke
Sidang tampak dipimpin langsung oleh Majelis Hakim Ketua R Hendral didampingi R Deddy, Sadri dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Saifuddin, Therry Gutama dan Zilzaliana.
Terdakwa Suaidi Yahya hadir langsung di hadapan majelis hakim dengan menggunakan kursi roda, didampingi istrinya.
Mantan Wali Kota Lhokseumawe itu didakwa melakukan korupsi dalam di PT Rumah Sakit Arun sehingga negara merugi Rp 44,9 miliar.
Dakwaan ini akhirnya dibacakan setelah beberapa kali ditunda karena Suaidi sakit dan harus menjalani perawatan di rumah sakit. Saat mendengarkan dakwaan jaksa, Suaidi datang menggunakan kursi roda.
Jaksa menyatakan, Suaidi mengalihkan kepemilikan aset negara berupa RS Arun menjadi milik Hariadi dan Junaidi Yahya dalam naungan PT RS Arun Lhokseumawe.
Hariadi yang didakwa dalam kasus yang sama, tapi perkara terpisah, diangkat sebagai Direktur Rumah Sakit Arun oleh Suaidi Yahya. Junaidi Yahya merupakan adik Suaidi.
PT Rumah Sakit Arun Lhokseumawe disebut jaksa bukan anak perusahaan PT Pembangunan Lhokseumawe. Dengan kata lain, PT RS Arun Lhokseumawe bukan badan usaha milik daerah. Padahal, RS Arun Lhokseumawe merupakan aset negara.
Dalam operasionalnya, RS Arun Lhokseumawe tidak menggunakan uang Hariadi dan Junaidi Yahya, tetapi menggunakan uang rumah sakit.
Pasalnya, ketika Pemerintah Kota Lhokseumawe mengambil rumah sakit tersebut, fasilitas kesehatan itu memiliki biaya operasional sendiri.
“Semua keuntungan rumah sakit tersebut dinikmati orang pribadi. Padahal rumah sakit tersebut merupakan aset negara. Akibat perbuatan tersebut, negara dirugikan miliaran rupiah,” kata jaksa Saifuddin saat membacakan dakwaan di Pengadilan Negeri Banda Aceh, Senin (23/10/2023), seperti dilansir Antara.
Berdasarkan audit Inspektorat Kota Lhokseumawe, kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 44,9 miliar. Kerugian negara tersebut meliputi pembayaran gaji, tunjangan, dan lainnya yang tidak sah untuk Hariadi selaku direktur utama.
Usai mendengar dakwaan, majelis hakim menanyakan apakah mengajukan nota pembelaan atau tidak.
Namun, Suaidi melalui penasihat hukum menyatakan tidak mengajukan nota pembelaan. (IA)