BANDA ACEH — Yayasan Bantuan Hukum Anak (YBHA) Peutuah Mandiri menyayangkan putusan Mahkamah Syar’iyah Lhokseumawe dengan Nomor Perkara : 1/JN/2024/MS. Lsm, tertanggal 29 Februari 2024.
Hukuman yang dijatuhkan kepada Terdakwa Inisial FS (19) kasus pelecehan terhadap anak di bawah umur hanya 12 bulan dan hal ini cukup mencederai rasa keadilan.
Kasus tersebut berawal dengan modus Terdakwa inisial Fs (19) mengajak korban inisial AAR (17) untuk makan malam, dalam perjalanan Terdakwa memulai aksinya dengan menarik tangan dan menjambak rambut korban hingga memperkosa korban di dalam mobil di berbagai tempat yang berada di Lhokseumawe.
Pada saat itu korban menangis dan terus-terusan meminta pulang, namun Terdakwa tidak menghiraukan serta terus melancarkan aksi bejatnya tersebut.
Apabila merujuk pasal 47 Qanun Jinayat tentang Nomor: 6 Tahun 2014 Tentang Qanun Jinayat, yang berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan jarimah pelecehan seksual sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 46 terhadap anak, diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 90 (sembilan puluh) kali atau denda paling banyak 900 (sembilan ratus) gram emas murni atau penjara paling lama 90 (sembilan puluh) bulan.
Berdasarkan pembuktian di persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanya menuntut pelaku dengan hukuman 4 bulan penjara dikurangi masa tahanan, perihal ini sangat melukai nurani keadilan apabila melihat fakta-fakta yang dilakukan Terdakwa kepada korban seharusnya JPU bisa menuntut Terdakwa lebih berat.
Sedangkan kronologis berita yang telah beredar luas di media sosial kasus yang di lakukan Terdakwa kepada korban bukan merupakan kasus pelecehan seksual melainkan kasus pemerkosaan.
“Kami menduga adanya dugaan pihak-pihak yang bermain di balik kasus yang terjadi di Lhokseumawe ini. Perihal tersebut seharusnya tuntutan JPU harus menuntut lebih berat terhadap Terdakwa, setidaknya juga Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Lhokseumawe dan Pekerja Sosial (Peksos) mesti lebih proaktif terhadap putusan ini yang tidak adil ini,” ujar Nurmaida, Staf Advokasi YBHA, Ahad (10/3).
YBHA Peutuah Mandiri menyayangkan dan merasa rancu terhadap putusan hakim yang begitu ringan bagi Terdakwa. Sehingga ditakutkan adanya asumsi-asumsi liar yang berkembang terkait adanya permainan yang tidak begitu indah dengan kasus yang ditangani tersebut.
Seharusnya keputusan hakim menghukum berat si Terdakwa dan dapat memberikan pemulihan bagi korban baik secara materil maupun immateril.
Karena itu, seharusnya Putusan Hakim mesti menjamin keadilan kepada korban supaya menjadi pelajaran bagi yang lain untuk tidak serta merta melakukan perbuatan pemerkosaan terhadap anak dan perempuan dikemudian hari.
Peran orang tua juga sangat penting dalam pendidikan seks untuk anak usia dini serta bagaimana memberikan edukasi tata cara bergaul yang baik, dan mendepankan nilai-nilai yang baik dalam hidup bermasyarakat.
“Kami mendesak UPTD PPA Aceh dan DP3AP2KB Kota Lhokseumawe lebih jeli memantau setiap putusan perkara yang tidak singkron, dalam perkara yang melibatkan anak dan perempuan. Kami meminta agar Hakim Mahkamah Syar’iyah di seluruh Aceh lebih peduli terhadap korban dan memberikan keadilan sehingga kejadian pemerkosaan terhadap anak seperti yang telah terjadi ini tidak terulang kemudian hari. (IA)