Polda Aceh Didesak Tuntaskan Kasus Proyek Pengendali Banjir di Aceh Utara dan Bireuen
BANDA ACEH — Kepolisian Daerah (Polda) Aceh dikenakan untuk menuntaskan kasus pembangunan proyek infrastruktur pengendalian banjir di Kabupaten Bireuen dan Aceh Utara.
Seperti diketahui, pada tahun 2022, melalui Dinas Pengairan Aceh membangun saluran insfrastruktur pengedalian banjir di Krueng Buloh Kabupaten Aceh Utara dan Krueng Nalan di Kabupaten Bireuen.
Untuk pembangunan Krueng Buloh dengan nilai kontraknya Rp 7.680.140.464. Kemudian terjadi perubahan kontrak menjadi Rp 8.448.154.000, yang dikerjakan oleh perusahaan CV. Asfar Raya.
Kemudian pembangunan pengendalian banjir Krueng Nalan Kabupaten Bireuen dengan nilai kontrak Rp 6.462.379.000 yang dikerjakan oleh PT. Traya Anggun Permai.
Berdasarkan monitoring Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) atas penelusuran dua pembangunan infrastruktur tersebut, kedua pembangunan tersebut dikerjakan oleh orang yang sama dan beda perusahaannya saja.
“Saat ini, pembagunan pengendalian banjir tersebut dalam penyelidikan Polda Aceh.
Kasus ini sudah masuk lidik selama 8 bulan, pembangunan tersebut potensi terjadi tidak sesuai spek atas pembangunan dan kuat dugaan terjadi korupsi,” ujar Koordinator MaTA Alfian, dalam keterangannya, Selasa (26/9).
Menurutjya, pihak Polda Aceh juga sudah pernah menggandeng ahli kontruksi/fisik ke lapangan dan banyak permasalahan yang ditemukan saat itu.
Saat ini pihak Polda Aceh sudah meminta ke BPKP Aceh untuk melakukan audit nilai kerugian keuangan negara atas pembangunan proyek dimaksud.
Karena itu, MaTA meminta Polda Aceh untuk mengusut kasus pembangunan tersebut secara konsisten sehingga ada kepastian hukum.
Karena bukan hanya potensi korupsi saja, akan tetapi dampak kerugian secara sosial bagi warga sangat besar apabila konstruksi yang dibangun tidak sesuai secara spek.
Karena warga awalnya merasa lega dan bebas atas ancaman banjir ketika kedua lokasi tersebut dibangun oleh pemerintah.
“Akan tetapi ketika pelaksanaan terjadi pembangunan yang tidak kokoh maka yang terjadi kecewa karena tidak sesuai tujuan awal perencanaan untuk pengendalian banjir,” katanya.
Tapi, lanjut Alfian, kalau dibangun hanya untuk kepentingan “tertentu” dan warga hanya dijadikan sebagai objek atas pembagunan tersebut maka kejahatan telah terjadi disana.
Karena itu MaTA meminta secara tegas kepada BPKP mempercepat hasil audit sehingga pengusutan atas pembagunan tersebut dapat berjalan sesuai harapan publik.
“Penelusuran kami, Polda Aceh sudah tiga bulan meminta audit kerugian ke BPKP dan belum diketahui bagaimana perkembangannya.
Transparansi dan akuntabilitas atas penanganan kasus ini menjadi penting sehingga ada kepastian hukum dan siapa pun yang diduga terlibat atau menerima hasil korupsi atas kejahatan yang telah dilakukan menerima patut negara memberi efek jera,” harapnya.
“MaTA kosisten mengawal pengusutan kasus ini dan kita tidak mau penegakan hukum atas kasus korupsi di cawe-cawe tanpa ada kepastian hukum dan rasa keadilan bagi warga penerima mafaat atas pembangunan tersebut,” pungkasnya. (IA)