Yenti Garnasih Pertanyakan Kejaksaan: Kenapa Budi Arie Belum Jadi Tersangka Kasus Judi Online Kominfo?
Jakarta | Infoaceh.net – Pakar Pencucian Uang, Dr Yenti Garnasih, mempertanyakan lambannya penetapan status tersangka terhadap Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi, dalam kasus dugaan keterlibatan judi online di lingkungan kementeriannya.
Menurut Yenti, dengan sejumlah bukti yang telah diungkap dalam surat dakwaan, seharusnya jaksa sudah menetapkan Budi Arie sebagai tersangka. Pernyataan itu ia sampaikan saat menjadi narasumber dalam program yang disiarkan TvOne, Senin (19/5/2025).
“Kalau sudah masuk ke surat dakwaan, berarti jaksa sudah memenuhi unsur alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Tidak mungkin kejaksaan main-main, apalagi menyebut nama seorang menteri tanpa dasar,” kata Yenti, yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Trisakti.
Ia menyinggung kronologi kasus yang mencuat sejak akhir 2024, yang melibatkan laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Yenti menyoroti sejumlah transaksi mencurigakan, seperti peningkatan angka uang dari Rp3 juta menjadi Rp8 juta, serta penawaran yang melonjak dari Rp1 miliar menjadi Rp5 miliar dalam pertemuan-pertemuan tertentu.
“Dalam surat dakwaan, narasi yang disampaikan mirip dengan yang sudah diberitakan di media. Artinya, jaksa sudah melihat ada bukti permulaan yang cukup, sehingga muncul rencana penyidikan hingga ke dakwaan,” jelasnya.
Namun yang disesalkan Yenti, hingga kini Budi Arie belum ditetapkan sebagai tersangka. Ia pun mempertanyakan integritas proses penyelidikan.
“Maaf ya, tapi kalau seperti ini, Budi Arie mestinya sudah jadi tersangka. Ada apa ini? Apakah penyelidikannya tidak menyeluruh atau memang ada hal-hal yang ditutupi?” tanya Yenti.
Yenti juga menekankan bahwa dalam hukum pidana Indonesia, pejabat negara atau pegawai negeri semestinya mendapat pemberatan hukuman sesuai Pasal 52 juncto Pasal 92 KUHP.
“Ini malah sebaliknya, hukum kita kuat ke rakyat kecil, tapi lemah terhadap pejabat. Harusnya hukumannya diperberat, bukan malah seperti dilindungi,” ujarnya.
Ia pun mempertanyakan tidak adanya penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam perkara tersebut.
“Kenapa tidak ada TPPU-nya? Uang Rp8 juta, Rp3 juta itu larinya ke mana? Ini yang juga jadi perbincangan publik. Kalau sudah masuk surat dakwaan, harusnya diselidiki juga pidana pencucian uangnya,” tegasnya.
Menurut Yenti, dugaan tindak pidana dalam kasus ini tidak boleh berhenti pada beberapa nama saja.
“Kenapa cuma segelintir orang yang dijadikan tersangka? Padahal ada indikasi keterlibatan lebih luas. Ini perlu dijelaskan ke publik,” pungkas Yenti.