Desa di Prancis Jual Rumah Cuma Rp19 Ribu, Syaratnya Harus Tinggal Tiga Tahun
Jakarta, Infoaceh.net – Fenomena rumah murah di desa-desa Eropa kembali mencuat. Kali ini, giliran Ambert, sebuah komune mungil berpenduduk 6.500 jiwa di tenggara Prancis, yang menawarkan rumah seharga hanya 1 euro atau sekitar Rp19 ribu.
Kebijakan ini menjadi bagian dari proyek besar lima tahunan pemerintah lokal untuk melawan laju penyusutan populasi. Dengan tingkat kekosongan properti di beberapa bagian kota mencapai 60 persen, pemerintah Ambert memutuskan untuk mengambil langkah berani: menjual rumah dengan harga nyaris gratis.
Dikutip dari Time Out, dua unit rumah sudah ditawarkan melalui skema ini. Proyek tersebut rupanya mulai menunjukkan hasil positif. Sekolah setempat bahkan membuka kelas tambahan dua tahun lalu, dan sebuah gedung bekas kamar dagang sedang direnovasi untuk dijadikan ruang publik dan lapangan kerja pada 2026 mendatang.
Syarat Tak Semudah Harga
Meski harga hanya 1 euro terdengar menggiurkan, pembelian rumah ini bukan tanpa syarat dan tantangan. Pertama, rumah ini tidak boleh dijadikan properti kedua, artinya pembeli harus benar-benar tinggal di dalamnya minimal selama tiga tahun setelah rumah dinyatakan layak huni.
Jika syarat ini dilanggar, pembeli terancam harus mengembalikan dana hibah renovasi yang mungkin diberikan. Sebab, dua rumah yang dijual membutuhkan perbaikan besar—mulai dari atap, insulasi, jendela, hingga instalasi listrik.
Pemerintah juga mewajibkan pembeli untuk menyerahkan komitmen tertulis renovasi lengkap dengan timeline pengerjaannya. Ini bukan proyek instan, melainkan investasi jangka panjang yang menuntut keseriusan.
Bisa Beli? Bisa Bahasa Prancis Dulu!
Satu lagi hal penting: kemampuan berbahasa Prancis. Urusan negosiasi jual beli properti jelas lebih rumit daripada sekadar memesan croissant di kafe Paris.
Bagi yang tertarik, mungkin ini saatnya benar-benar mulai serius belajar di Duolingo atau kursus bahasa Prancis sebelum mendaftar.
Fenomena rumah murah ini sebelumnya juga ramai di Italia, dan kini menjadi tren di beberapa negara Eropa yang sedang menghadapi tantangan demografi di wilayah rural.