Kemenkes Akan Lakukan Imunisasi Polio Massal di Aceh Mulai 28 November
JAKARTA — Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bakal menggelar imunisasi polio massal di Kabupaten Pidie, Aceh. Itu dilakukan menyusul ditemukannya satu kasus polio atau lumpuh layuh (flaccid paralysis) pada seorang anak berusia 7 tahun.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes, Maxi Rein Rondonuwu, mengatakan bahwa imunisasi tersebut bakal digelar mulai tanggal 28 November 2022.
Namun, menurutnya, rencana ini masih dikonsultasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO).
“Kita akan melakukan outbreak respons imunisasi, dan cakupan imunisasi rutin kita tingkatkan. Kita rencanakan di Pidie mulai tanggal 28 November,” kata Maxi dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Sabtu (19/11/2022) dilansir dari Kompas.com.
Maxi menargetkan, imunisasi di Kabupaten Pidie selesai dalam waktu sepekan. Setelahnya, Kemenkes bakal menyasar kabupatan/kota lain di Aceh.
“Kita harapkan selesai dalam sepekan dan tanggal 5 Desember seluruh kabupaten/kota di wilayah Aceh,” ujar Maxi.
Lebih lanjut, Maxi mengungkapkan, Kemenkes bakal menyisir fasilitas-fasilitas kesehatan di wilayah Aceh sebagai upaya penemuan kasus lumpuh layuh pada anak di bawah usia 15 tahun yang lebih cepat.
Kemudian, Kemenkes berencana meningkatkan cakupan imunisasi rutin.
Diketahui, cakupan imunisasi polio di Aceh, baik vaksin oral polio vaccine/OPV dosis 1-4 dan inactive polio vaccine/IPV menurun sejak 4 tahun terakhir dari 2019-2022.
Menurutnya, khusus OPV, terjadi kecenderungan makin banyak daerah yang menurun atau berada dalam kategori merah dari tahun ke tahun.
“Itu kalau kita lihat di Aceh 4 tahun berturut-turut OPV (dosis) 1-4 kecenderungan terjadi makin banyak kabupaten/kota yang merah, apalagi untuk IPV justru memang hampir semua enggak jalan di Aceh,” kata Maxi.
Selain meningkatkan cakupan vaksinasi, Kemenkes akan memantau dan mengintensifkan pelaksanaan surveilans polio lingkungan, serta berkolaborasi lintas sektor untuk meningkatkan kesadaran pentingnya vaksinasi.
Hal serupa, kata Maxi, juga akan dilakukan di tingkat nasional sebagai respons KLB polio. Kemenkes bakal mempercepat upaya penemuan kasus lumpuh layuh pada anak di bawah usia 15 tahun di fasilitas kesehatan.
“Jadi kita di samping mempersiapkan ini, kita juga melakukan surveilans yang aktif ke faskes-faskes untuk melihat jangan-jangan ada yang belum terlaporkan, anak-anak di bawah 15 tahun yang mengalami acute flaccid paralysis secara mendadak,” ujar Maxi.
Sebagai informasi, terdapat satu kasus polio di Pidie, Aceh, pada seorang anak berusia 7 tahun.
Anak tersebut terserang virus polio tipe 2 berdasar hasil sampel yang diterima Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) dan hasil PCR.
Direktur Pasca Sarjana Universitas Yarsi Tjandra Yoga Aditama mengatakan, sebelum kasus polio di Aceh, kejadian serupa pernah terjadi di Papua, dan bahkan masuk dalam “Disease Outbreak News (DONs)” WHO pada 27 Februari 2019.
Pada saat itu, ada dua kasus terinfeksi circulating vaccine-derived poliovirus type 1 (cVDPV1) di Papua yang kedua virusnya berhubungan secara genetik (genetically-linked VDPV1 viruses).
Kasus pertama anak dengan kelumpuhan jenis acute flaccid paralysis (AFP) bermula pada 27 November 2018.
Kemudian, kasus kedua terjadi pada anak lain yang sehat tapi kontak di masyarakat (healthy community contact) yang pada tinjanya ternyata positif VDPV. Lokasi tinggal kasus kedua adalah di desa terpencil berjarak 3-4 km dari kasus pertama.
“Tentu sekarang harus dilakukan upaya maksimal agar kasus di Aceh tidaklah merebak luas, dan kita sudah punya pengalaman panjang untuk mengendalikan polio di Indonesia,” pungkas Tjandra. (IA)