Koalisi Goyah, Pemerintahan Netanyahu Terancam Dibubarkan
Tel Aviv, Infoaceh.net – Pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berada di ujung tanduk setelah oposisi mengajukan rancangan undang-undang (RUU) untuk membubarkan parlemen.
Ketegangan meningkat karena mitra koalisi ultra-Ortodoks mengancam akan mendukung langkah tersebut, membuka jalan menuju pemilu lebih awal.
Kemarahan dari partai-partai ultra-Ortodoks dipicu oleh kegagalan pemerintah meloloskan undang-undang pengecualian wajib militer bagi komunitas mereka. Isu ini memicu perpecahan tajam di tengah masyarakat Israel, terutama selama perang yang masih berlangsung di Jalur Gaza.
Langkah oposisi untuk membubarkan Knesset pada Rabu (11/6/2025) menjadi tantangan terberat bagi Netanyahu sejak serangan Hamas 7 Oktober 2023, yang disebut sebagai kegagalan keamanan terbesar dalam sejarah negara itu.
Untuk meredam upaya tersebut, anggota koalisi mengajukan berbagai RUU lainnya, membuat jadwal sidang penuh dan membuka ruang negosiasi detik terakhir. Jika pemungutan suara pembubaran tak dibatalkan, prosesnya diperkirakan berlangsung hingga larut malam.
Secara terpisah, Presiden Argentina Javier Milei dijadwalkan berpidato di Knesset pada hari yang sama. Meski RUU pembubaran disahkan, proses menuju pemilu baru bisa memakan waktu berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan.
Jika RUU gagal, upaya pembubaran tak dapat diajukan kembali dalam enam bulan. Namun, oposisi masih punya opsi menarik usulan dan mengajukannya ulang saat dukungan politik lebih kuat.
Netanyahu mengandalkan dua partai ultra-Ortodoks dalam koalisinya. Agar RUU pembubaran disetujui, dukungan dari keduanya sangat krusial.
Namun, sikap para rabi terkemuka yang pada Selasa (10/6) mengeluarkan dekrit agama menolak wajib militer, menyulitkan ruang gerak politikus Haredi untuk berkompromi.
Wajib militer berlaku bagi mayoritas warga Yahudi di Israel. Namun kaum Haredi—sekitar 13 persen populasi Israel—selama ini dikecualikan bila mereka belajar penuh waktu di seminari agama. Mereka menilai integrasi ke militer mengancam gaya hidup tradisional mereka.
Penolakan tersebut, terutama saat negara dalam kondisi perang berkepanjangan, memicu amarah publik. Banyak warga Israel yang telah menjalani wajib militer berulang kali merasa dirugikan.
Sejak pecahnya perang, tercatat 866 tentara Israel telah gugur. Di tengah situasi tersebut, krisis politik dalam koalisi Netanyahu kian memperdalam ketidakpastian di Israel.