Penjajah Israel Bunuh Puluhan Jurnalis Karena Khawatir Menyiarkan Kekejaman di Gaza
Sebaliknya, mereka diajak menengok lokasi penyerangan Hamas di selatan Israel dan dicekoki propaganda soal kekejaman Brigade al-Qassam pada serangan 7 Oktober. Salah satu fitnah yang sempat lolos ke halaman muka media-media Barat adalah soal kekejaman Hamas memenggal bayi-bayi.
Laporan bohong itu kemudian dijadikan alasan awal Presiden AS Joe Biden memberikan lampu hijau pembantaian Israel di Gaza. Belakangan laporan itu diketahui bohong belaka.
Di tengahi intimidasi dan pembatasan serta pembunuhan terhadap para jurnalis, video-video yang direkam warga Gaza tetap bocor melalui media sosial dan media-media “non- Barat”. Kengerian itu memicu aksi unjuk rasa besar-besaran di berbagai belahan dunia.
Sementara petinggi TikTok mengakui, postingan pro-Palestina di media sosial mereka jauh melampaui postingan pro-Israel.
Pada data 14 November lalu, #freepalestina ditautkan pada sekitar 3 juta postingan, jauh lebih tinggi dari tagar #standwithisrael. Para pembela Israel menuding TikTok yang berbasis di Cina memainkan algoritma untuk mendukung Palestina.
Namun, TikTok menyangkal dengan menunjukkan fakta bahwa proporsional serupa juga terjadi di medsos Instagram dan Facebook yang berbasis di AS.
Di Facebook, tagar #freepalestine ditemukan di lebih dari 11 juta postingan — 39 kali lebih banyak dibandingkan tagar #standwithisrael.
Di Instagram, tagar pro-Palestina ditemukan di 6 juta postingan, 26 kali lebih banyak dibandingkan tagar pro-Israel.
Patut dicatat, fenomena itu terjadi saat media-media Barat dituding berat sebelah ke Israel. Pada Kamis, kantor berita Inggris BBC diprotes oleh jurnalisnya sendiri karena gagal menceritakan kisah konflik Israel-Hamas secara akurat.
BBC disebut melakukan upaya yang lebih besar dalam memanusiakan para korban Israel dibandingkan dengan warga Palestina, dan mengabaikan konteks sejarah utama dalam peliputannya.
Dalam surat sepanjang 2.300 kata yang ditulis kepada Aljazirah oleh delapan jurnalis yang berbasis di Inggris yang dipekerjakan oleh perusahaan tersebut, BBC juga dikatakan bersalah atas “standar ganda dalam cara memandang warga sipil”.