Pernyataan Fadli Zon Soal Perkosaan Mei 1998 Dikecam: Dianggap Penyangkalan dan Manipulasi Sejarah
Jakarta, Infoaceh.net — Pernyataan kontroversial Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyangkal adanya perkosaan massal dalam Peristiwa Mei 1998 menuai kecaman luas dari berbagai pihak, termasuk Amnesty International Indonesia, Komnas Perempuan, serta Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas.
Dalam video “Real Talk: Debat Panas!! Fadli Zon vs Uni Lubis soal Revisi Buku Sejarah” yang tayang di kanal YouTube IDN Times pada 10 Juni 2025, Fadli menyatakan bahwa tidak ada bukti kekerasan terhadap perempuan dalam kerusuhan 13–15 Mei 1998. Ia menyebut isu tersebut sebagai “rumor” dan menegaskan bahwa tidak pernah tercatat dalam buku sejarah.
Amnesty: Penyangkalan Ganda Demi Hindari Rasa Bersalah
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII) Usman Hamid menyebut pernyataan Fadli sebagai bentuk “penyangkalan ganda” — yakni menyangkal fakta dan menafsirkan ulang dengan narasi menyesatkan.
“Ucapan Fadli Zon jelas keliru. TGPF yang dibentuk Presiden BJ Habibie mencatat adanya kekerasan seksual, termasuk 52 korban perkosaan, dan mayoritas korbannya perempuan etnis Tionghoa,” ujar Usman dalam konferensi pers Koalisi Perempuan Indonesia, Jumat (13/6).
Menurutnya, penyangkalan literal dilakukan Fadli dengan menyebut kasus itu “rumor”, sementara penyangkalan interpretatif terjadi ketika Fadli mengakui kerusuhan tapi mengabaikan aspek kekerasan seksual sebagai pelanggaran HAM berat.
Koalisi Sipil: Manipulasi Sejarah dan Pelecehan terhadap Korban
Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas yang terdiri dari 547 organisasi dan individu menyatakan pernyataan Fadli adalah bentuk manipulasi sejarah.
“Kami menilai pernyataan tersebut sebagai pelecehan terhadap upaya pengungkapan kebenaran atas tragedi kemanusiaan Mei 1998, khususnya kekerasan terhadap perempuan,” ujar perwakilan koalisi dalam siaran resmi KontraS, Minggu (15/6).
Koalisi menilai Fadli ingin menyingkirkan narasi pelanggaran HAM dari ruang publik dan menunjukkan sikap yang tidak empatik terhadap korban serta keluarga mereka.
Mereka menuntut Fadli mencabut pernyataan, menyampaikan permintaan maaf terbuka, dan menghentikan proyek penulisan ulang sejarah oleh Kementerian Kebudayaan.