Jakarta — Menteri BUMN Erick Thohir mengangkat Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj menjadi komisaris utama merangkap komisaris independen PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI menggantikan posisi Jusman Syafii Djamal.
Penunjukan disampaikan oleh Riza Primadi yang juga ditunjuk menjadi komisaris KAI.
“Perubahan posisi Dewan Komisaris PT KAI per siang ini, Said Agil Siradj sebagai Komisaris Utama KAI merangkap Komisaris Independen,” ujarnya kepada CNNIndonesia, Rabu (3/3)
Selain Said, Riza mengatakan Erick juga menunjuk beberapa orang lainnya.
Pertama, ia sendiri menjadi Komisaris Independen.
Kedua, Rochadi menjadi Komisaris Independen.
Ketiga, Diah Nataliza menjadi Komisaris.
Dan keempat, Chairul Anwar menjadi Komisaris perusahaan.
Erick Thohir masih mempertahankan beberapa dewan komisaris lama. Mereka adalah, Pungky Sumadi, Criss Kuntadi dan Freddy Haris.
Ia juga tidak mengubah posisi dewan direktur.
Said Aqil Siradj merupakan salah satu ulama kharismatik yang cukup dikenal luas di kalangan masyarakat muslim Indonesia, khususnya warga NU. Pria kelahiran Cirebon 03 Juli 1953 itu dikenal dengan latar belakang agama yang kuat, dan selalu ingin memperjuangkan Islam di berbagai aspek.
Jejak akademisnya di perguruan tinggi Islam di luar negeri membuatnya populer sebagai sosok yang moderat dalam dakwah dan memperjuangkan Islam di era baru.
Siradj, sapaan akrabnya, tercatat pernah menempuh pendidikan S-1 di Universitas King Abdul Aziz, jurusan Ushuluddin dan Dakwah dan lulus 1982. Kemudian ia melanjutkan studi S2 di Universitas Umm al-Qura, jurusan Perbandingan Agama dan lulus 1987.
Sementara gelar doktornya diperoleh University of Umm Al-qura dengan jurusan Aqidah/Firasat islam pada 1994.
Meski lekat dengan dunia dakwah, pengalaman karir Siradj tak melulu bersinggungan dengan agama. Di ranah politik dan pemerintahan ia pernah menjadi Wakil Ketua Tim penyusun rancangan AD/ART PKB, anggota MPR anggota fraksi yang mewakili NU (1999-2004), serta Penasehat Masyarakat Pariwisata Indonesia (2001-2016).
Kemudian ia juga tercatat pernah menjadi Dosen Institut Pendidikan Tinggi Ilmu Alquran (1995-1997), Dosen Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Wakil Direktur Universitas Islam Malang (1997-1999), dan Penasehat MKDU Fakultas di Universitas Surabaya (1998-2016), serta Dosen Pascasarjana ST Ibrahim Maqdum Tuban (2003-2016).
Terpilihnya Siradj sebagai pemimpin organisasi Nahdlatul Ulama sendiri merupakan buah dari usahanya dan pendukungnya dalam Mukhtamar NU pada 2010.
Siradj mengalahkan Slamet Effendi Yusuf dengan raihan 294 suara, sementara Slamet Effendi Yusuf hanya mendapatkan 201 suara.
Berlanjut ke putaran dua akhirnya Siradj sebagai pemenang dengan suara terunggul sebanyak 178 Suara yang tentunya sudah memenuhi tata tertib Mukhtamar yang mengharuskan seorang calon mengumpulkan poin 99 Suara.
Di luar jabatannya sebagai Ketum PBNU, Siradj dikenal juga sebagai sosok yang vokal terhadap kebijakan pemerintah. Ia kerap memberikan kritik salah satunya terkait dengan dikeluarkannya industri minuman berlakohol dari daftar negatif investasi (DNI).
Namun ia sempat menjadi buah bibir warganet karena pidatonya soal “semua harus dari NU” di dalam peringatan Hari Lahir ke-73 Muslimat NU di Jakarta pada 27 Januari 2019. Pidato tersebut dianggap sebagai manuver politik untuk meminta jabatan ke paslon capres-cawapres dan menuai banyak kontroversi dari berbagai kalangan. (IA)