Aceh Kritis Narkoba, Asusila, Perkosaan, Pungli Rumah Duafa, Wali Nanggroe Diam!
Yang terakhir (Jum’at, 29 April 2022) Gubernur Aceh ketika mengajak MPU bersinergi kokohkan benteng Islam kembali mengingatkan tiga ancaman, yaitu narkoba, gadget serta kekerasan fisik dan kekersan seksual terhadap perempuan dan anak.
Saya kira berdasarkan fakta selama ini, bahwa kritis narkoba, asusila dan perkosaan, serta merebaknya pungutan liar di Aceh, juga pernyataan Gubernur Aceh Nova Iriansyah itu memang benar adanya, bukan hoax.
Terhadap fenomena batil ini sangat meresahkan dan memalukan bagi Aceh yang disebut dan sesuai konstitusi negara sebagai Nanggroe Syariat Islam.
Betapa memang dalam NKRI legal formal, bahwa di Aceh berlaku dan diberlakukan syariat Islam kaffah sebagaimana diamanahkan dalam UU Nomor 11 tahun 2006 tentang UUPA, dimana semua elemen masyarakat, institusi negara, pejabat publik dan seluruh masyarakat luas di Aceh dengan sungguh-sungguh, konsekuen dan konsisten melaksanakan, dan secara kolektif menjaga dan membela syariat Islam itu.
Hal ini terbukti, seperti suara dan sikap Dinas Syariat Islam yang menunjukkan keprihatinan terhadap kritis narkoba, asusila dan perkosaan.
Juga MPU yang geram dengan pungli rumah duafa, karena yang demikian itu jelas-jelas bertentangan dengan syariat Islam. Ini juga bermakna bertentangan dengan UUPA.
Namun fakta lain sejauh ini saya melihat Malek Mahmud dengan jabatan mentereng, gelar dan panggilan selangit, fasilitas hidup super VIP, yang merasa dirinya sebagai “Wali Nanggroe” belum terdengar suara dan terlihat sikap (action) nya secara eksplisit, tegas dan transparan terhadap perilaku yang jelas-jelas bertentangan dengan syariat Islam, sekaligus melanggar UUPA, undang-undang negara, juga aturan dan ketentuan universal, padahal dia teramat sering menyebut-nyebut UUPA yang katanya harus dijaga, dibela, dipertahankan dan dilaksanakan semua isinya.
Namun di satu sisi memang Malek Mahmud sangat reaktif, uring-uringan dan terkesan sangar apabila terjadi sesuatu yang menggangu dan mengusik kepentingan syahwat kekuasaan.
Yang paling aktual adalah sekaitan pelanggaran syariat Islam, undang-undang negara, bahkan ketentuan, norma dan aturan universal semisal dua fenomena itu, yakni apa yang disampaikan Kadis Syariat Islam Aceh dan pungli rumah dhuafa yang oleh Ketua MPU Aceh al-Mukarram wal-Muhtaram Tgk Haji Faisal Ali itu sebagai perbuatan zalim dan merupakan salah satu dosa besar, demikian juga pernyataan Gubernur Aceh tersebut.