Bahaya Ulama Instan
Ilmu dan keilmuan adalah proses berkelanjutan (sustainable process) dari awal kehidupan hingga akhir hayat. Selama itu mencari dan mencari pengetahuan, serta perluasan wawasan menjadi tuntutan hidup manusia. Terlebih lagi ketika kita berada pada posisi keulamaan (al-ulamaa).
Shaykhul Islam Ibn Taymiyyah pernah berkata:
قال شيخ الإسلام:
الإنسان لا يزال يطلب العلم والإيمان ، إذا تبين له من العلم ما كان خافياً عليه اتبعه ، وليس هذا مذبذباً بل هذا مهتدٍ زاده الله هدى [ مجموع الفتاوى ٢٢ / ٢٥٥ ]
“Seseorang itu akan terus mencari ilmu dan keimanan. Dan ketika sebuah keilmuan terbuka baginya, yang tadinya tidak diketahui, dia akan meneruskan atau menindaklanjuti. Inilah orang yang akan memiliki posisi yang tegas (tidak terombang-ambing). Dialah yang mendapat petunjuk dan Allah akan selalu menambah petunjuk-Nya”.
Lalu dari mana harusnya agama ini kita ambil? Pastinya hati menjadi pusat perhatian, dan harusnya pula urgensi ilmu ada di hati kita.
Ibnu Rajab berkata:
قال ابن رجب -رحمه الله:
“فأفضل النَّاس مَن سلكَ طريق النبي ﷺ وخواصّ أصحابه في الاقتصاد في العبادة البدنية، والاجتهاد في الأحوال القلبية؛ فإنّ سَفر الآخرة يُقطعُ بسير القلوب لا بسير الأبدان”
“Sebaik-baik manusia adalah yang mengikuti jalan Rasul, dan jalan para sahabatnya dalam bersikap moderat dalam ibadah kepada Allah, serta senantiasa bermujahadah mengarahkan pergerakan hatinya. Karena sesungguhnya perjalanan menuju akhirah ditentukan oleh hati, bukan perjalanan fisik.
Lakukan yang terbaik. Selebihnya biarlah Allah yang tentukan. Semoga Allah merahmati kita semua. Amin!
New York, 6 Juli 2020
*Presiden Nusantara Foundation