Kita telah mendengar janji-janji muluk pemerintah tentang pemberantasan judi online. Komdigi (dulu Kominfo) dan Satgas Anti-Judi Online seharusnya menjadi garda terdepan dalam upaya memberantas penyakit masyarakat ini.
Namun, data terbaru justru menunjukkan sebaliknya—platform judi online tumbuh subur di Indonesia, bahkan di kota-kota yang sebelumnya dianggap konservatif, seperti Banda Aceh dan Lhokseumawe.
Pertanyaannya, mengapa upaya pemerintah terus gagal, sementara judi online semakin mudah diakses?
Aplikasi Keuangan BUMN Fasilitator Judi Online
Sebagai generasi yang selalu terhubung dengan teknologi, kita menyaksikan fenomena ini berkembang di depan mata. Judi online telah menyusup ke dalam kehidupan sehari-hari, disembunyikan di balik kemudahan aplikasi keuangan dan platform internet yang menjadi fasilitator judi online.
Mirisnya, pemerintah tidak bertindak tegas terhadap platform seperti DANA, OVO, GoPay, ShopeePay, bahkan LinkAja—anak perusahaan BUMN.
Bagaimana mungkin e-wallet yang seharusnya mempermudah transaksi keuangan rakyat kecil, justru memfasilitasi transaksi triliunan rupiah terkait judi online?
Hal ini membuktikan bahwa ekonomi digital kita telah dimanfaatkan oleh segelintir orang yang berusaha memperkaya diri dengan mengorbankan masa depan bangsa.
Provider Internet Pendukung Judi Online Kebal Hukum?
Bahkan provider internet yang seharusnya berperan penting dalam memblokir akses ke situs judi online tampaknya tidak serius menegakkan aturan. Menurut laporan terbaru, hanya 35% dari ISP yang telah melakukan sinkronisasi otomatis dengan DNS positif Kominfo.
Sisanya, apakah mereka bermain mata dengan para pelaku judi online demi keuntungan ekonomi semata? Ini jelas mengkhianati kepercayaan rakyat.
Google Pendukung Kuat Judi Online Tak Berani Ditindak
Tidak berhenti di situ, platform Over The Top (OTT) seperti YouTube, Google Play, dan Facebook terus menampilkan iklan yang mengarahkan orang pada aplikasi judi.
Iklan-iklan dan indeks situs website, aplikasi yang berafiliasi judi online ini bahkan menyasar anak muda, memperkenalkan mereka pada perjudian sejak usia dini.
Saat kita mencoba melaporkan atau menekan platform ini, mereka berlindung di balik kebijakan global dan “kebebasan beriklan.”
Apakah kita hanya akan diam menyaksikan generasi muda dirusak oleh algoritma platform-platform raksasa ini?
Kota Bersyariat Banda Aceh Lemah Menyikapi Judi Online
Lebih menyedihkan lagi, upaya warga untuk berkolaborasi melawan judi online justru diabaikan oleh pemerintah.
Bukti dari Google Trends menunjukkan bahwa kota-kota yang sering diasosiasikan dengan nilai-nilai moral yang tinggi dan menerapkan syariat Islam, seperti kota Banda Aceh dan Lhokseumawe, kini berada di peringkat atas akses judi online.
Ini bukan hanya soal ekonomi, tapi juga soal moralitas dan perlindungan masyarakat. Pemerintah, yang seharusnya menjadi pelindung warga, justru tampak tak peduli dengan upaya warga dalam mengatasi permasalahan ini.
Kita harus menuntut lebih dari pemerintah! Sudah saatnya Kominfo dan Satgas Anti-Judi benar-benar bertindak tegas, bukan hanya retorika dan pencitraan belaka.
Pemerintah harus menghukum tegas perusahaan e-wallet dan provider internet yang terbukti memfasilitasi transaksi judi online.
Sanksi administratif tidak cukup, mereka harus siap mencabut izin operasional bagi pihak-pihak yang membandel.
Selain itu, platform OTT seperti Google, YouTube, dan Facebook harus dipaksa untuk mengikuti aturan lokal.
Jika mereka masih terus mempublikasikan iklan dan mengindeks situs judi online, pemerintah harus siap memblokir akses mereka di Indonesia.
Sudah terlalu lama kita dijadikan objek bisnis global tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat kita.
Kita juga tidak boleh melupakan peran pendidikan dan literasi digital dalam memberantas judi online.
Generasi muda harus diberi pemahaman yang lebih baik tentang bahaya judi online, sehingga mereka tidak terjebak dalam lingkaran setan yang merugikan diri mereka sendiri dan masyarakat.
Pemerintah perlu berkolaborasi dengan komunitas lokal, sekolah, dan platform digital untuk menciptakan kampanye literasi yang masif dan efektif.
Jika pemerintah gagal melindungi kita dari judi online, siapa lagi yang bisa kita andalkan?
Jangan biarkan masa depan generasi kita hancur hanya karena ketidakseriusan pemerintah dalam menindak tegas para pelaku judi online, platform yang memfasilitasi, dan internet provider yang membiarkan akses ini terbuka lebar. Mari bersama kita tuntut tindakan nyata—bukan hanya janji-janji kosong yang tak pernah terbukti.
Penulis:
Teuku Farhan, Chairman MIT Foundation
Email: mail@teukufarhan.com