Bank Aceh Syariah Wajib Ambil Peranan Dalam Ketahanan Pangan
Sejauh ini, skenario menghidupkan pembiayaan disektor produktif belum kelihatan, terutama setelah pertemuan High Level Meeting, 14 Mei 2020. Padahal mewakili BAS langsung dihadiri oleh Komisaris Mirza Tabhrani. Sejauh ini, tidak jelas kerangka BAS dalam menindaklanjuti kebijakan pemerintah Aceh dalam mengembangkan sektor agribisnis berkaitan dengan ketahanan pangan menghadapi pandemi Covid 19. Malah BAS melakukan kegiatan-kegiatan seremonial seperti bagi-bagi masker, penyemprotan disinfektan dan bagi sembako. Semestinya BAS dapat berperan lebih strategis dalam memastikan tetap terjaganya pergerakan dunia usaha di Aceh.
BAS jangan hanya mampu bertahan di wilayah aman dengan mempertahankan prestasinya dalam membiayai kredit konsumtif, utamanya Pegawai Negeri Sipil (PNS). Ingat, angka kemiskinan Aceh masih 15, 9 %, Banda Aceh dan Aceh Besar pun angka kemiskinan masih tinggi pula, yakni 6,78 % dan 13,59 %. Dari tahun ke tahun tidak ada kebijakan dan program yang dikembangkan oleh Bank Aceh Syariah (sebelumnya bank Aceh) yang relevan dengan kondisi kemiskinan daerah maupun kebijakan pengentasan kemiskinan pemerintah Aceh. Kita melihat kecenderungan, sebenarnya BAS ikut berkonstribusi pada bertahannya angka kemiskinan dan kebangkrutan ekonomi Aceh.
Pemerintah Aceh sebagai pemegang saham tersbesar harus segera mengevaluasikan keberadaan direksi Bank Aceh Syariah (BAS) karena sejauh ini belum mampu keluar dari zona nyaman (kredit konsumtif mencapai 85%) dan tidak ada inovasi program yang mereka bisa kembangkan untuk mengentaskan kemiskinan Aceh. Apalagi kita harapkan kerangka keterlibatan BAS dalam memastikan tumbuhnya sektor agribisnis Aceh guna mendukung ketahanan pangan menghadapi pandemi covid 19.
Plt Gubernur Aceh, Ir Nova Iriansyah maupun Aminullah Usman walikota Banda Aceh jauh hari sudah menegaskan supaya Bak Aceh Syariah (BAS) dapat menjadi pelaku utama dalam mendukung UMKM, agribisnis, dan sektor produktif lainnya.
Selain BAS, keberadaan BPR Mustaqim Sukamakmur juga dapat diarahkan dalam mendukung UMKM dan agribisnis. Setahu penulis BPR Mustaqim pernah berhasil mengembangkan skema pembiayaan pada petani padi dan jagung, serta peternakan, namun dalam dua tahun terakhir keberadaan BPR Mustaqim juga mengalami kerugian. Berdasarkan laporan laman https://cfs.ojk.go.id/cfs perkembangan BPR Mustaqim dalam lima tahun terakhir juga terus mengalami penurunan antara lain keuntungan 2015 mencapai 4,8 M, 2016 dan 2017 turun ke 3,2 M, selanjutnya hanya memperoleh 2,6 M di tahun 2018 dan tahun 2019 anjlok ke Rp 1,1 miliar.