Infoaceh.net

Portal Berita dan Informasi Aceh

Cegah Perubahan Iklim, Jaga Hutan Aceh dalam Perencanaan Pembangunan

Dr Ing Yulizar
Oleh: Dr Ing Yulizar*

‘WARMING of the climate system is unequivocal’, dimana pernyataan yang bersumber dari laporan the Fifth Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2013 ini dapat diartikan bahwa perubahan iklim sedang dan akan terus terjadi sebagai akibat dari pemanasan global.

Hal ini dapat dilihat di antaranya pada kenaikan suhu permukaan global sebesar 0.8 oC sejak tahun 1880, meningkatnya konsentrasi greenhouse gases, menghangatnya atmosfer dan lautan, mencairnya es di kutub, serta naiknya permukaan air laut. Laporan IPCC ini juga memberikan informasi bahwa aktivitas manusia merupakan penyebab utama meningkatnya suhu serta konsentrasi karbondioksida di atmosfer.

Dampak dari perubahan iklim yang terjadi saat ini dapat kita lihat dan rasakan, dimana jumlah dan besaran bencana hidro-meteorologi semakin tinggi jika dibandingkan dengan beberapa dekade sebelumnya.

Di Indonesia saat ini, bencana hidro-meteorologi seperti kekeringan, banjir dan lainnya terjadi hampir di setiap tahun.

Sebagai contoh, akhir-akhir ini kita sering mendapatkan hari-hari tanpa terjadinya hujan untuk beberapa waktu lamanya, dan kemudian terjadi hujan dengan intensitas yang tinggi dalam waktu singkat.

Tentunya dampak negatif yang ditimbulkan ini akan sangat merugikan bagi masyarakat dan bidang-bidang lainnya, seperti ekonomi dan kesehatan.

Pemanasan global merupakan salah satu faktor yang menimbulkan terjadinya perubahan iklim. Penyebab utama adalah terjadinya emisi atau pelepasan karbon ke atmosfer dalam jumlah yang besar, terutama akibat dari terjadinya perubahan tata guna lahan dan hutan.

Hutan merupakan suatu wilayah yang sangat berperan penting sebagai tempat penyimpanan karbon, pengendalian banjir, keberlanjutan keanekaragaman hayati dan juga di dalam pengaturan iklim global. Sehingga, pengelolaan hutan yang tidak baik tentunya akan memberikan dampak negatif dari fungsi hutan tersebut.

Akhir tahun 2018, disepakati bahwa nilai batas kenaikan pemanasan global adalah sebesar 1.5 oC menurut IPCC Special Report on Global Warming of 1.5 oC.

Sekilas, penurunan ini tidak terlihat besar dari nilai batas sebelumnya 2 oC. Namun, dalam konteks jangka panjang, nilai ini memiliki dampak yang sangat besar. Sebagai contoh, pemanasan global dapat mempercepat pencairan es di kutub utara yang mengakibatkan terjadinya kenaikan muka air laut.

Tentunya hal ini akan mengakibatkan multiplier effect seperti, perubahan batas wilayah dan infrastruktur lainnya yang berada di dekat dengan garis pantai.

Berbagai cara telah dan sedang dilakukan secara global untuk mengantisipasi terjadinya pemanasan global ini. Di benua Eropa, industri-industri besar mewajibkan terdapatnya Carbon Capture Storage (CCS) yang berfungsi untuk menangkap emisi karbon yang dihasilkan oleh aktivitas industri.

Contoh lainnya, lahirnya kebijakan dari beberapa negara untuk menggunakan energi baru dan terbarukan (EBT), seperti kebutuhan energi listrik dari sumber angin, matahari, arus laut dan lainnya.

Beberapa contoh kebijakan yang telah dilakukan tersebut, dapat dijadikan sebagai bahan acuan atau referensi bagi Indonesia di dalam berkontribusi untuk menurunkan pemanasan global.

Aceh sebagai salah satu provinsi di Indonesia berdasarkan SK.103/MenLHK-II/2015 memiliki luas kawasan hutan dan konservasi perairan sebesar 3.557.928 ha.

Hal ini memberikan informasi bahwa perencanaan pembangunan yang dilakukan di Provinsi Aceh harus mempertimbangkan keberadaan hutan dan ekosistem di dalamnya.

Dengan kata lain, hutan harus menjadi environmental constraint di dalam setiap perencanaan dan realisasi pembangunan di Provinsi Aceh.

Dalam hal mengurangi emisi karbon akibat perubahan tata guna lahan, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan penerapan Kawasan Lindung Setempat (KLS). KLS ini merupakan suatu kawasan yang diperuntukkan untuk menjaga keberlangsungan ekosistem dari suatu wilayah.

Dasar hukum penerapan KLS ini terdapat di dalam Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung. Komponen-komponen utama yang terdiri di dalam Kepres tersebut adalah sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau, dan kawasan sekitar mata air.

Namun, fungsi kawasan tambahan lainnya dapat digunakan menurut keadaan daerah. Fungsi kawasan lainnya bagi Provinsi Aceh yang dapat digunakan di antaranya adalah berupa hutan lindung, kemiringan lereng yang lebih besar dari 40%, daerah dengan intensitas curah hujan yang tinggi, dan daerah gambut dengan kedalaman lebih dari 3 meter.

Komponen-komponen ini digabung menjadi sebuah peta yang dinamakan dengan Peta Kawasan Lindung Setempat. Peta ini dapat dijadikan acuan, terutama bagi pemerintah di dalam melakukan perencanaan pembangunan fisik yang berorientasikan land-based.

Penerapan KLS ini merupakan salah satu strategi di dalam mengupayakan pembangunan rendah emisi, atau dikenal dengan Low Emission Development Strategies (LEDS) atau Strategi Pembangunan Rendah Emisi (SPRE).

Di Provinsi Aceh, analisa SPRE ini merupakan integrasi dari pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). KLHS merupakan suatu rangkaian analisa yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan kebijakan, rencana, dan program.

Pelaksanaan penyusunan KLHS ini merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan diawal pemerintahan terpilih, baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah di seluruh Indonesia, seperti yang disebutkan di dalam PP Nomor 46 tahun 2016 (tentang tata cara penyelenggaraan kajian lingkungan hidup strategis) dan disempurnakan kembali di Permendagri Nomor 7 tahun 2018 (tentang pembuatan dan pelaksanaan kajian lingkungan hidup strategis dalam penyusunan RPJMD).

Penyusunan dokumen ini bersamaan dengan penyusunan dokumen perencanaan seperti RTRW dan RPJM nasional dan daerah. Hal ini mengandung pengertian bahwa pelaksanaan pengesahan dokumen perencanaan harus dilengkapi dengan dokumen KLHS.

Proses ini menunjukkan pelaksanaan perencanaan pemerintah telah memperhatikan dampak kejadian terhadap lingkungan dari berbagai aspek (pengurangan emisi, sosial dan ekonomi, lingkungan, bentang alam, dan lainnya).

Provinsi Aceh telah memiliki dokumen KLHS ini untuk pelaksanaan RPJMA tahun 2017-2022, begitu juga dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Aceh.

Pelaksanaan RPJM di Provinsi Aceh ini diharapkan dapat selalu mempertimbangkan aspek-aspek terhadap lingkungan dalam jangka panjang. Upaya-upaya ini perlu sinergitas dari semua pihak untuk meminimalisir dampak negatif dari perubahan iklim yang akan terjadi di masa mendatang.

Perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang mempertimbangkan aspek lingkungan akan sangat membantu untuk menjamin hubungan yang harmonis antara generasi saat ini dengan lingkungan dan juga generasi berikutnya.

*Penulis adalah Pengamat Perubahan Iklim, Alumni University of Stuttgart, German, Researcher in South Korea

Lainnya

Plt Kepala Dinas Pendidikan Aceh Selatan Zikri SPd
OJK Luncurkan Dua Database Asuransi, Buka Akses Data Agen dan Polis Secara Terbuka
Ribuan masyarakat memadati area Shelter Galaxy Lanud SIM dalam acara Open Base yang digelar TNI AU untuk melihat Pesawat Tempur F-16 dari dekat, Kamis (3/7). (Foto: Dok. Lanud SIM)
Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud Al Haythar menerima kunjungan Dr Zulkifli Yus MH, Ketua Mahkamah Syariah Aceh yang baru, bersama tiga hakim tinggi di Meuligoe Wali Nanggroe, Kamis, 3 Juli 2025. (Foto: Ist)
17 Platform Kripto Resmi Bappebti 2025: Indodax hingga Vonix Masuk Daftar
Ajudan dan Kuasa Hukum Jokowi Datangi Polda Metro, Ada Apa?
Unduh TikTok Tanpa Watermark dan Video FB Secara Gratis
Ini Kekuatan Iran yang Diyakini Buat AS Khawatir dan Akhirnya Pilih Gencatan Senjata
Dirilis PBB, Ini Daftar Hitam Perusahaan-Perusahaan yang Bantu Operasi Militer Israel di Gaza
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM RI (Menkopolhukam) Mahfud MD
Menteri Majid bin Abdullah al Qasabi tampak terus mendampingi sebagai perwakilan negara.
Danrem 011/Lilawangsa Kolonel Inf Ali Imran memimpin sertijab Dandim 0103/Aceh Utara dan Dandim 0111/Bireuen di Gedung KNPI Korem 011/Lilawangsa, Kecamatan Banda Sakti, Lhokseumawe, Kamis (3/7). (Foto: Dok. Penrem 011/Lilawangsa)
Gibran Didesak Mengundurkan Diri dari Kursi Wapres dalam Jangka 7 Hari oleh Para Advokat
KPK Temukan Senjata Api, Bobby Sebut Topan Ketua Perbakin
Nasib Tragis Warga Gaza, Diam Mati Kelaparan, Antre Bantuan Makan Ditembaki Tentara Israel
Makin Panas! Alumni UGM Bergerak, Ultimatum Rektor dan Jokowi soal Dugaan Ijazah Palsu
Malaysia Panas Gegara Kesepakatan Anwar Ibrahim dan Prabowo Kelola Bersama Blok Ambalat
Pelaku yang merupakan kurir 45 sabu ditangkap di Aceh Timur. (Foto: Ist)
Polres Aceh Tenggara menggelar pra-rekonstruksi kasus pembunuhan berencana yang dilakukan keponakan hingga lima orang tewas dan 1 orang lainnya mengalami luka serius. (Foto: Dok. Polres Aceh Tenggara)
Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh Prof Dr Azman Ismail MA
Enable Notifications OK No thanks