INFOACEH.netINFOACEH.netINFOACEH.net
  • Beranda
  • Aceh
  • Nasional
  • Dunia
  • Umum
  • Ulama Aceh
  • Syariah
  • Politik
  • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Opini
  • Olahraga
  • Hukum
  • Gaya Hidup
Cari Berita
© PT. INFO ACEH NET All Rights Reserved.
Font ResizerAa
Font ResizerAa
INFOACEH.netINFOACEH.net
Cari Berita
  • Beranda
  • Aceh
  • Nasional
  • Luar Negeri
  • Umum
  • Biografi Ulama Aceh
  • Syariah
  • Politik
  • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Opini
  • Olahraga
  • Hukum
  • Kesehatan & Gaya Hidup
Follow US
© 2022 Foxiz News Network. Ruby Design Company. All Rights Reserved.
Opini

Demokrasi Jujur vs Munafik

Last updated: Jumat, 23 Oktober 2020 20:42 WIB
By Redaksi
Share
7 Min Read
SHARE

Shamsi Ali*

Konon kabarnya demokrasi itu dipahami sebagai bentuk pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Artinya, bahwa kekuasaan tertinggi itu sesungguhnya ada di tangan rakyat.

Ilustrasi
Hukum Mati di Tangan Hakim: Ketika Meja Hijau Berubah Jadi Meja Transaksi

Pengertian di atas tentunya adalah pemahaman demokrasi yang berbentuk liberal. Bahwa demokrasi liberal memang semuanya terpusat pada manusia. Manusia memang menempatkan diri sebagai superman dalam hidupnya.

- ADVERTISEMENT -

Pemahaman ini tentunya merupakan antitesis dari konsep teokrasi atau konsep bernegara yang berdasarkan kepada paham agama secara mutlak. Dimana pemerintah diyakini sebagai “representasi Tuhan” dan karenanya memiliki hak sacara mutlak untuk menentukan urusan publik sesuai keyakinan dari agama yang dianutnya.

Antara paham demokrasi liberal dan konsep negara teokrasi sesungguhnya memilki kecenderungan sama. Keduanya adalah konsep yang rentang melahirkan “absolutisme” yang dapat merugikan negara atau bangsa.

- ADVERTISEMENT -
Legalisasi Tambang Rakyat: Jalan Keadilan Menyerap Tenaga Kerja dan Memperluas PAD

Dalam konsep demokrasi liberal rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi sering mengantar kepada paham dan praktek hidup yang sesuai dengan kecenderungan rakyat banyak.

Hal ini tentu sangat berbahaya. Karena kebenaran dan kebatilan, khususnya yang berkaitan dengan agama dan moralitas, akan ditentukan oleh arah suara rakyat mayoritas. Jika mayoritas rakyat itu sadar agama dan moralitas tentu masih positif.

Tapi sebaliknya jika mayoritas rakyat telah menyeleweng dari nilai-nilai “kefitrahan” kemanusiaan maka akan terlahir kemudian kebijakan-kebijakan publik yang bertentangan dengan fitrah manusia.

Gubernur Bobby yang Gagal Paham

Sebaliknya pada konsep teokrasi kekuasaan tertinggi ada pada pemimpin (Imam) yang diyakini sebagai wakil Tuhan di bumi. Dan karenanya, atas nama agama atau Tuhan, kebijakan publik semuanya ditentukan oleh pemimpin.

- ADVERTISEMENT -

Masalahnya adalah pemimpin itu walaupun memang diyakini sebagai Wakil Tuhan (khususnya dalam konteks pemerintahan Syiah), tapi pastinya mereka adalah tetap manusia yang memiliki semua kecenderungan manusia itu (hawa nafsu, dan lain-lain).

Maka sebagaimana teori yang mengatakan bahwa “power tend to corrupt” (kekuasaan cenderung korup/rusak) paham teokrasi ini tidak jarang berakhir pada “kekuasaan mutlak” (diktatorship) yang melahirkan kesemena-menaan dan manipulasi dalam kebijakan publik dan menejemen negara.

Di sinilah kemudian Islam dan praktek publik (kenegaraan) Rasulullah SAW mengambil jalan tengah (wasatiyah). Yaitu mengambil sebuah sistem yang di satu sisi memberikan hak otoritas (kekuasaan) kepada penguasa. Dan kepada taat penguasa (umara) dapat dipandang sebagai “ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Tapi di sisi lain Islam memberikan hak yang dijaga dan dijamin bagi rakyat, bahkan dalam konteks tertentu menjadi kewajiban rakyat untuk melakukan koreksi kepada kekuasaan. Bahwa kekuasaan itu tidak lain adalah amanah dari Allah, sekaligus tanggung jawab untuk memberikan pelayanan (khidmah) kepad rakyat.

Jika kita menelusuri karakter pemerintahan Islam dalam perjalanan sejarahnya, bahkan dari zaman Rasulullah SAW di Madinah, memiliki kecenderungan menapak jalan pemerintahan yang “tawazun” (imbang).

Rasulullah SAW bahkan sebagai Rasul dan Nabi kita yakini menerima wahyu dalam segala urusan aspek kehidupan. Tapi kesadaran akan hak rakyat dalam tatanan kehidupan publik (negara) Rasulullah SAW juga tidak jarang menerima masukan dari para sahabat.

Bahkan beberapa kali justru apa yang diinginkan oleh Rasulullah SAW berbeda dengan keinginan mayoritas umat. Dan Rasulullah SAW kemudian mengambil pendapat mayoritas selama tidak melanggar prinsip ajaran agama. Salah satunya yang kita ingat dalam sejarah adalah kisah perang Khandak atau Parit ketika itu.

Juga dalam hal tawanan perang Badar dimana beliau menerima pendapat Abu Bakar RA ketimbang pendapat Umar RA. Belakangan justru yang dikonfirmasi oleh Allah adalah opini Umar Ibnu Khattab RA.

Pemerintahan Islam yang imbang itu sangat nampak dalam proses pembentukan dasar negara yang dikenal dengan Piagam Madinah. Dalam prosesnya beliau (Rasulullah SAW) melibatkan seluruh unsur masyarakat Madinah dari semua kalangan. Padahal realitanya sekali lagi beliau adalah seorang Rasul yang pastinya “tidak mengatakan sesuai keinginannya (hawa) tapi dengan wahyu yang disampaikan” (ayat).

Para Khulafaur Rasyidin semuanya di satu sisi menerima kekuasaan itu sebagai amanah Allah. Tapi amanah itu dalam konteks “khidmatul ibaad” (pelayanan kepada hamba-hamba Nya). Namun di sisi lain mereka semua sadar bahwa rakyat di satu sisi adalah “ra’iyah” (yang digembala, dijaga, diperhatian, dilayani, dan seterusnya). Namun di sisi lain mereka juga memiliki hak (dan/atau kewajiban) untuk mengawal dan mengoreksi kekuasaan itu jika menyeleweng.

Di saat Abu Bakar RA menerima amanah kekuasaan ketika itu beliau berdiri dengan pedang terhunus seraya menyampaikan: “Saya telah dipilih sebagai pemimpin dan belum tentu saya yang terbaik di antara kalian. Maka bantulah saya dalam mengemban amanah ini. Tapi jika saya menyeleweng maka luruslan saya dengan pedang ini”.

Demikian pula Umar, Utsman, Ali, dan semua pemimpin Islam dalam sejarah yang konsisten dengan ajaran Islam. Semuanya menyadari jika kekuasaan itu adalah amanah Allah untuk memberikan prlayanan kepada hamba-hamba-Nya.

Oleh karenanya, dalam konsep nation state saat ini, dimana demokrasi menjadi konsensus dalam kehidupan bernegara dan berbangsa, umat Islam dan bangsa Indonesia tentunya akan selalu konsisten dengan pemahaman yang imbang itu

Bahwa pemerintah (kekuasaan) punya hak otoritas untuk mengelola negara/bangsa. Tapi juga sadar bahwa dalam tatanan kehidupan bernegara yang demokratis rakyat memiliki hak (bahkan kewajiban) untuk mengoreksi kekuasaan yang cenderung korup tadi.

Saya yakin konsep demokrasi imbang inilah yang dianut di Indonesia. Apalagi memang Indonesia bukan negara agama. Tapi juga bukan negara sekuler liberal. Maka jalan tengah (wasatiyah) menjadi pilihan bahkan karakter kehidupan bernegara dan berbangsa kita.

Dan semua itu tentunya terpatri dalam konsep Pancasila yang secara filsafat menyatukan nilai-nilai agama dan nilai-nilai kebangsaan.

Harapan kita tentunya pemahaman imbang (tawazun) atau moderat (wasatiyah) ini harus dipertahankan secara konsisten. Bahwa pemerintah punya hak untuk mengelola negara berdasarkan pertimbangan-pertimbangannya. Tapi di sisi lain, rakyat punya hak, bahkan sekali lagi pada tataran tertentu menjadi kewajiban sebagai amar ma’ruf nahi mungkar, untuk melakukan koreksi kepada kekuasaan.

Di saat rakyat mengambil hak atau melakukan kewajiban koreksi kekuasaan inilah seringkali kemudian pemerintah teruji dalam konsistensi demokrasinya. Apakah siap dikoreksi sebagai konsekwensi paham demokrasi yang dibanggakan itu?

Atau sebaliknya justru alergi kritikan lalu melakukan reaksi yang justru antitesis terhadap konsep demokrasi itu. Kritikan atau koreksi masyarakat dianggap ancaman, lalu terjadi kriminalisasi kepada rakyat.

Kalau itu terjadi, sesungguhnya telah terjadi kemunafikan yang nyata atas nama demokrasi itu sendiri. Semoga tidak!

*Presiden Nusantara Foundation

TAGGED:demokrasi jujurmunafik
Previous Article Sambut Tradisi Maulid, Pertamina Tambah Penyaluran Elpiji di Aceh
Next Article 1.875 Pelanggar Protokol Kesehatan Covid-19 Ditindak

Paling Dikomentari

Wakil Gubernur Aceh Fadhlullah atau Dek Fad saat melepas pelari bercelana pendek di event olahraga FKIJK Aceh Run 2025 yang digelar di lapangan Blang Padang Banda Aceh, Ahad pagi (11/5). (Foto: Dok. Infoaceh.net)
Olahraga

Tanpa Peduli Melanggar Syariat, Wagub Fadhlullah Lepas Pelari Bercelana Pendek di FKIJK Aceh Run

Sabtu, 11 Oktober 2025
Anggota Komisi III DPR RI asal Aceh, M Nasir Djamil
Aceh

Komisi III DPR RI Minta Polisi Tangkap Gubsu Bobby Terkait Razia Mobil Plat Aceh

Minggu, 28 September 2025
UMKM binaan BRI sukses ekspansi pasar Internasional
Ekonomi

Negara Diam, UMKM Digasak Shopee-Tokopedia-TikTok

Jumat, 25 Juli 2025
Fenomena penggunaan jasa joki akademik di kalangan dosen untuk meraih gelar profesor mulai menjadi sorotan di Aceh. (Foto: Ilustrasi)
Pendidikan

Fenomena Joki Profesor di Aceh: Ancaman Serius bagi Marwah Akademik

Jumat, 12 September 2025
Peneliti Sejarah Aceh, Dr Hilmy Bakar Almascaty
Aceh

Pernyataan KASAD Maruli Simanjuntak Soal Tanah Blang Padang Dinilai Panaskan Situasi Aceh

Minggu, 6 Juli 2025
FacebookLike
XFollow
PinterestPin
InstagramFollow
YoutubeSubscribe
TiktokFollow
TelegramFollow
WhatsAppFollow
ThreadsFollow
BlueskyFollow
RSS FeedFollow
IKLAN DPRK SABANG
IKLAN WALIKOTA SABANG
IKLAN BANK ACEH ABU PAYA PASI
IKLAN BANK ACEH SEKDA
IKLAN BANK ACEH KAPOLDA BARU
IKLAN DPRK SBG 2 TAYANG
IKLAN DPRK SBG 1
IKLAN DPRK SBG 3
IKLAN DPRK SBG 4
IKLAN BANK ACEH HUT TNI

Berita Lainnya

Opini

Komunikasi Publik Umpama Pedang Bermata Dua: Bisa Bangun atau Hancurkan Aceh

Sabtu, 4 Oktober 2025
Aceh gelap gulita akibat padamnya listrik yang mengalami gangguan pasokan. (Foto: Ist)
Opini

Aceh Anak Tiri Republik: Dari Krisis Listrik hingga Antri BBM

Kamis, 2 Oktober 2025
Delky Nofrizal Qutni
Opini

G30S/PLN dan Revolusi Kemandirian Energi Aceh

Rabu, 1 Oktober 2025
Opini

Andai Sultan Iskandar Muda Memimpin Indonesia Hari Ini

Rabu, 1 Oktober 2025
Opini

Dalang Asing di Balik G30S/PKI, Jalan Rekonsiliasi Nasional

Selasa, 30 September 2025
Opini

Pendidikan sebagai Hak Dasar dan Tantangan Nyata di Aceh

Minggu, 28 September 2025
Opini

100 Tahun Hasan Tiro: Deklarator GAM yang Membelah Sejarah Indonesia

Kamis, 25 September 2025
Safuadi Harun ST MSc PhD
Opini

Aceh: Desa Subur di Pinggir Jalan Besar, Kaya Sumber Daya Miskin Prioritas

Selasa, 23 September 2025
TAMPILKAN LAINNYA
INFOACEH.netINFOACEH.net
Follow US
© 2025 PT. INFO ACEH NET. All Right Reserved.
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Disclaimer
login
Welcome to Foxiz
Username atau Email Address
Password

Lupa password?