Infoacehnet

Portal Berita dan Informasi Aceh

Jokowi, Negarawan atau Preman Politik?

Lalu Bobby Nasution, menantu Jokowi. Bermodal status menantu presiden, kemudian maju dan mulus sebagai Walikota Medan sejak 2020, kini resmi menjadi Gubernur Sumatera Utara 2024. Sebuah lompatan kekuasaan yang sangat cepat dan nyaris tanpa kritik dari elite partai koalisi pemerintah saat itu.

Oleh: Agusto Sulistio*

PERNYATAAN Pengurus Relawan Projo dalam acara diskusi di salah aatu channel Youtube, yang menyebut Jokowi adalah “manusia Politik” sehingga kemampuannya perlu didukung. Patut dicermati bukan sekadar kalimat netral, melainkan sinyal terang benderang bahwa Jokowi belum siap pensiun dari kekuasaan. Kalimat itu sah-sah saja. Tapi, bagi rakyat yang cermat dan masih waras nalar, ini bukti terang bahwa Jokowi dan para loyalisnya tengah mengatur siasat untuk tetap berada di orbit kekuasaan.

Ironis. Sebab, publik mencatat jelas bahwa Jokowi sebelumnya pernah berjanji akan momong cucu usai purna tugas sebagai presiden. Itu diucapkannya pada berbagai kesempatan, salah satunya saat diwawancarai Najwa Shihab di program Catatan Najwa (Agustus 2023). Tapi apa yang terjadi hari ini? Yang terjadi justru sebaliknya: anak, menantu, bahkan adik ipar kini menjadi penguasa politik hasil kekuatan kekuasaan yang dilanggengkan dengan rekayasa konstitusional.

Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Jokowi, awalnya hanya pengusaha Es Cendol, kemudian mulus ke Walikota Solo hasil dorongan kekuasaan parpol dan tangan Jokowi. Namun sejak November 2023, setelah Mahkamah Konstitusi meloloskan putusan kontroversial usia capres/cawapres, Gibran melenggang menjadi Cawapres Prabowo. Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 ini kemudian terbukti sarat konflik kepentingan karena Ketua MK saat itu, Anwar Usman, adalah paman Gibran, adik ipar Jokowi sendiri. Bahkan dalam putusan Majelis Kehormatan MK, Anwar dinyatakan melakukan pelanggaran etik berat dan dicopot dari jabatan Ketua MK (7 November 2023).

Lalu Bobby Nasution, menantu Jokowi. Bermodal status menantu presiden, kemudian maju dan mulus sebagai Walikota Medan sejak 2020, kini resmi menjadi Gubernur Sumatera Utara 2024. Sebuah lompatan kekuasaan yang sangat cepat dan nyaris tanpa kritik dari elite partai koalisi pemerintah saat itu.

Tidak cukup sampai di situ. Kaesang Pangarep, anak bungsu Jokowi, dari bisnis jualan martabak mendadak masuk politik dan dalam waktu kurang dari seminggu langsung diangkat sebagai Ketua Umum PSI (25 September 2023). Sebuah langkah yang bukan saja tidak lazim, tetapi juga menodai etika politik nasional. PSI pun tak malu-malu mengaku bahwa bergabungnya Kaesang adalah keputusan “strategis” untuk membesarkan partai.

Jika sudah seperti ini, pertanyaannya menjadi jelas, “Untuk apa Jokowi masih ingin aktif dalam lingkaran politik kekuasaan setelah purna tugas?”

Dalam sejarah republik ini, tak satu pun mantan presiden bersikap seperti itu. Bung Karno setelah diturunkan, memilih diam dan merenung dalam pengasingan. Soeharto, setelah lengser 1998, tidak pernah lagi muncul di panggung politik. Habibie, walau cendekiawan besar, tak mencoba mengatur suksesi politik pasca-reformasi. Gus Dur tetap kritis namun tidak cawe-cawe urusan parpol. Bahkan Megawati dan SBY, walau punya partai, tetap menjaga jarak etis dari kursi kekuasaan eksekutif setelah lengser.

Jokowi justru tampak sangat ambisius, bahkan kini menjadi kingmaker yang tak malu menunjukkan pengaruhnya di balik pencalonan anak, menantu, dan kroni-kroninya. Ini bukan sekadar “manusia politik”, ini sudah menjurus pada premanisme politik, yakni memaksakan kehendak melalui jalur kuasa yang membajak konstitusi.

Padahal dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945, ditegaskan bahwa pemilu harus dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Bila rekayasa hukum dilakukan untuk meloloskan dinasti kekuasaan, maka prinsip keadilan telah dilanggar. Putusan MK yang meloloskan Gibran adalah cermin betapa hukum bisa dibengkokkan demi ambisi kekuasaan.

Ambisi Jokowi yang ingin tetap bermain di politik pasca-presiden mencoreng semangat reformasi. Ini pula yang memancing analisa bahwa Jokowi tengah dihantui rasa takut. Ia takut kehilangan pengaruh, takut masa lalunya dibongkar, atau takut dinasti yang dibangunnya tumbang akibat arus demokrasi rakyat yang mulai bangkit, khususnya posisi anak sulungnya Wapres.

Ini bukan soal menolak generasi muda masuk ke dalam kekuasaan. Peran generasi muda sangat penting dan perlu dilibatkan dalam mengatur negara, asalkan melalui proses yang berjenjang, prestasi, bukan karena aji mumpung, memanfaatkan jabatan kekuasaan.

Jika memang Jokowi negarawan sejati, semestinya ia mengambil teladan dari Presiden Abraham Lincoln, pemimpin besar Amerika Serikat yang memegang teguh prinsip demokrasi.

Lincoln pertama kali terpilih sebagai Presiden AS pada 6 November 1860 dan resmi menjabat pada 4 Maret 1861. Ia kemudian mencalonkan diri kembali dan menang untuk masa jabatan kedua pada 8 November 1864, di tengah kobaran Perang Saudara (Civil War).

Namun yang perlu dicatat, Lincoln tidak pernah berniat mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga, meskipun saat itu tidak ada pembatasan masa jabatan presiden di konstitusi AS (pembatasan baru ditetapkan melalui Amandemen ke-22 pada 1947, pasca era Roosevelt). Dalam berbagai pernyataan pribadinya, Lincoln menyampaikan bahwa kekuasaan harus dijalankan sementara, demi menyelamatkan negara, bukan diwariskan atau dilanggengkan.

Lincoln justru lebih fokus pada rekonsiliasi dan pemulihan bangsa yang terpecah, bukan memperpanjang kekuasaan atau membangun dinasti politik. Tragisnya, ia ditembak dan tewas pada 15 April 1865, hanya beberapa minggu setelah dilantik untuk periode keduanya. Namun warisannya sebagai pelindung demokrasi dan penentang penyalahgunaan kekuasaan tetap abadi dalam sejarah dunia.

Pesan Lincoln,  kekuasaan adalah amanat rakyat, bukan warisan keluarga. Dalam konteks ini, seharusnya Jokowi lebih memilih menjadi bapak demokrasi setelah lengser, bukan justru mengunci sistem agar keluarganya tetap di puncak kekuasaan.

Jokowi semestinya ingat, sejarah akan lebih lama mengingat pemimpin yang tahu kapan harus berhenti daripada mereka yang rakus kekuasaan. Sayangnya, apa yang kita saksikan hari ini justru menunjukkan sebaliknya.

Namun saya percaya, kesadaran rakyat tak akan selamanya bisa dibungkam. Perlahan tapi pasti, publik akan menyadari bahwa beban hidup yang semakin berat hari ini adalah warisan pemerintahan Jokowi. Dari inflasi pangan, kelangkaan pupuk, mahalnya biaya kesehatan, hingga ketidakpastian lapangan kerja yang terus menghantui.

Rakyat akan bangkit. Dan ketika itu terjadi, sejarah akan mencatat siapa yang berdiri di sisi keadilan dan siapa yang hanya menjadi bayangan kekuasaan yang menyalahgunakan mandat rakyat.

*Penulis adalah Pegiat Sosmed, Aktif di Indonesia Democracy Monitor (InDemo)

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Lainnya

Kapolresta Banda Aceh Kombes Pol Joko Heri Purwono menyerahkan penghargaan kepada tiga polisi Teladan di momen Harkitnas ke-117, Selasa (20/5)
Dekan FKP USK Prof Dr Ir Muchlisin ZA SPi MSc

Ilmu Kelautan USK Raih Akreditasi Unggul

Pendidikan
DPRK Banda Aceh memanggil para kepala SMP dan SD untuk membahas Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2025/2026, Selasa (20/5). (Foto: For Infoaceh.net)
Wagub Fadhlullah, bersama Pangdam IM Mayjen TNI Niko Fahrizal dan Kapolda Aceh Irjen Achmad Kartiko, menghadiri Sarasehan Kebangsaan di Gedung Nusantara IV MPR RI, Jakarta, Selasa (20/5)
Htet Eaint Khine, mahasiswa USK Banda Aceh asal Myanmar
Budayawan Aceh asal Pidie, Tarmizi A. Hamid atau akrab disapa Cek Midi
HMP SKI UIN Ar-Raniry menggelar Seminar Upgrading dan Raker 2025, Sabtu, di aula Fakultas Adab dan Humaniora
Jokowi Kasihan dengan Pihak Terlapor Jika Kasus Ijazah Naik Penyidikan: Tapi Ini Sudah Keterlaluan
Gubernur Aceh Muzakir Manaf mengukuhkan istrinya Marlina Usman sebagai Bunda PAUD, Bunda Literasi dan Ketua Forum Ikan Aceh, di Anjong Mon Mata Banda Aceh, Selasa (20/5/2025)
Pimpinan Dayah Darul Munawwarah Kuta Krueng Pidie Jaya, Abiya Dr Tgk H Anwar Usman MM atau Abiya Kuta Krueng terpilih sebagai Ketua Umum PB HUDA sisa masa jabatan periode 2024-2029
Humas Bank Aceh Syariah, Tarmizi
brahim Sjarief bin Husein Ibrahim Assegaf, suami dari jurnalis dan tokoh publik Najwa Shihab, wafat pada Selasa, 20 Mei 2025, pukul 14.29 WIB di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RS PON), Jakarta.
OJK menegaskan pengaturan batas maksimum bunga pada layanan pinjaman online bertujuan untuk melindungi konsumen dari suku bunga tinggi
Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal, secara resmi meluncurkan program Gerakan Seniman Masuk Sekolah tingkat SD dan SMP di SMP Negeri 19 Banda Aceh, Senin (19/5/2025).
Salmawati, yang akrab disapa Bunda Salma, istri Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem), dijadwalkan akan dilantik sebagai anggota DPRA pada Rabu siang, 21 Mei 2025.
Pemerintah Kota Banda Aceh menjamu para delegasi Aceh Travel Mart dalam sebuah jamuan makan malam di Pendopo Wali Kota, Senin malam, 19 Mei 2025.
Seorang pria yang masuk DPO kasus narkotika jenis sabu diringkus Tim Opsnal Satresnarkoba Polres Aceh Tenggara, Senin sore (19/5).
Ditanya Soal Budi Arie di Kasus Judol, Jokowi Pilih Bungkam: "Bahas Ijazah Aja, Ya
Setelah diperiksa oleh penyidik, Jokowi terlihat menenteng map hitam saat menemui wartawan di depan lobi Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (20/5/2025).
Bau Busuk Judi Online Menyengat Kabinet, Budi Arie Harus Dicopot!
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
Enable Notifications OK No thanks