Kenapa Banyak Tidak Suka Hagia Sophia Kembali Jadi Masjid?
Saya berpikir bahwa Paus Fransiskus seharusnya merasa lebih terluka melihat fakta dimana di seluruh penjuru Amerika dan Eropa, ratusan gereja diabaikan, dihancurkan bahkan dijual. Mungkin itu tak dilakukan supaya tidak menarik perhatian atas kegagalan Gereja Katholik Roma untuk melindungi pengikutnya dari sejumlah skandal imam Katholik yang merusak.
Saya juga berusaha untuk berpikir keras ketika tidak ada satupun pemimpin agama, lembaga-lembaga yang mengurus peninggalan sejarah, mereka yang gencar melestarikan atau melindungi tempat-tempat warisan bersejarah yang menangis melakukan protes ketika masjid yang dibangun di abad ke-13, masjid Al-Ahmar [Merah] di Safad diubah menjadi klub malam di Israel.
Saya berpikir bahwa Paus Fransiskus seharusnya merasa lebih terluka melihat fakta dimana di seluruh penjuru Amerika dan Eropa, ratusan gereja diabaikan, dihancurkan bahkan dijual. Mungkin itu tak dilakukan supaya tidak menarik perhatian atas kegagalan Gereja Katholik Roma untuk melindungi pengikutnya dari sejumlah skandal imam Katholik yang merusak.
Fakta mengatakan sebelum menjadi tempat orang bermabuk-mabukan, masjid ini terlebih dahulu diubah menjadi tempat seminari umat Yahudi, lalu diubah lagi menjadi kantor kampanye Partai Kadima – yang didirikan oleh Ariel Sharon dan Tzipu Livini – yang kemudian berubah lagi menjadi butik.
Tahun lalu, pengadilan Nazareth di Israel menerima tuntutan dari Khair Tabari, sekretaris Lembaga Wakaf Palestina. Ia menuntut agar Masjid Al-Ahmar dikembalikan kepada mereka. “Saya sangat kecewa ketika saya melihat adanya tindakan vandalisme di dalam masjid tersebut, di mana ayat-ayat Qur’an yang tersisa dihapus dari mimbar dan diganti dengan 10 perintah pertama dalam bahasa Ibrani,” kata Tabari pada media Al-Quds Al-Arabi yang berbasis di London.
Banyak masjid bersejarah lainnya dibombardir, dibuldozer dan dinistakan oleh Israel sejak tahun 1948 namun sedikit bahkan tidak ada protes dari komunitas Internasional.
Ketika Presiden Amerika Serikat, Donald Trump “menyerahkan” dataran tinggi Golan kepada Israel di tahun 2018, walaupun ada kecaman dari PBB namun protes itu secara perlahan memudar. Dan tragedi “kota Hantu”, Quneitra di Suriah [di mana gereja dan masjid dibombardir Israel pada tahun 1967] juga gagal mendapatkan perhatian. Baru pada Mei 2001 [34 tahun setelahnya], Paus Yohanes Paulus II berdo’a di atas reruntuhan gereja di sana.