KPK di Aceh Terjangkit Stockholm Syndrome
KORUPSI itu dari rakyat oleh rakyat untuk bangsat, mungkin seperti itulah ungkapan yang tepat untuk slogan lawan korupsi.
Di tengah persoalan korupsi yang menggurita, rasanya tidak ada pilihan kata yang lebih arif untuk mensejajarkan koruptor dengan bangsat.
Harapan rakyat Aceh terhadap kehadiran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Aceh, bak meneguk air putih di saat dahaga.
Tapi realitanya kehadiran KPK di Aceh, baru sebatas melakukan pemanggilan para pihak sebagai saksi ataupun yang diduga terlibat kasus korupsi.
Sejak masa kepemimpinan Nova
Iriansyah sebagai Gubernur Aceh, mungkin kita bosan membaca berita tentang KPK memanggil pejabat teras Pemerintahan Aceh, mulai dari Sekda Aceh hingga para kepala dinas Aceh.
Aneh bin ajaib KPK tak mampu mengungkap satupun kasus korupsi di Aceh, walau sudah menjadi rahasia umum begitu banyak bukti-bukti korupsi besar seperti pembangunan Jembatan Kilangan, pengadaan Kapal Cepat,
belum lagi praktek dugaan korupsi di Unit Layanan Pengadaan (ULP) Aceh dengan modus jual beli paket proyek APBA yang mengakibatkan tidak terserapnya APBA.
KPK yang mengemban amanat konstitusi untuk melakukan pemberantasan korupsi secara professional, intensif dan
berkesinambungan dan berperan sebagai trigger mechanism terhadap institusi hukum lainnya agar lebih efektif, hari ini di Aceh sekedar menjadi konsultan pencegahan korupsi.
Fenomena pemberantasan korupsi terkesan abal-abal oleh KPK, dipandang memiliki korelasi dengan semakin suburnya praktek korupsi di tiga institusi eksekutif, legislatif dan yudikatif Aceh.
Mencermati kondisi Aceh aktual dalam hal buruknya pengelolaan APBA, tidak tertutup kemungkinan semakin kuat muncul tudingan, bahwa salah satu penyebabnya karena KPK tidak lagi sebagai Komisi Pemberantasan Korupsi, tapi telah bergeser menjadi Komisi Pasti Korupsi.
Sesulit apakah untuk mengungkap kasus korupsi di jajaran ULP Aceh, lelang dengan mekanisme E-Katalog di jajaran SKPA Aceh dan Pokir DPRA.
Alangkah naifnya jika KPK dengan reputasi gemilang di masa lalu dan
dengan dukungan dana fantastik, tapi hanya melakukan tugas-tugas
sebagai konsultan pencegahan korupsi.