Infoacehnet

Portal Berita dan Informasi Aceh

Lagi-lagi RAPBA 2024 Tersandera Pokir DPRA

Sri Radjasa Chandra MBA
Oleh : Sri Radjasa Chandra MBA

LANJUTAN pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) Tahun 2024 pada 12 Desember 2023, antara Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dengan Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) berakhir ricuh, ketika salah seorang Anggota Banggar DPRA melempar piring ke dinding kemudian serpihan piring mengenai kepala Teuku Ahmad Dadek (Kepala Bapeda Aceh), hingga mengeluarkan darah.

Pemicu ricuh yang hampir menjadi adu jotos itu, menurut pihak DPRA berawal saat pembahasan dana Otonomi Khusus (Otsus) sebesar Rp 3,7 triliun yang masuk dalam RAPBA 2024, tidak dapat dijelaskan secara rinci oleh Ahmad Dadek, termasuk adanya usulan vertikal.

Sementara pihak Banggar DPRA keberatan ketika diketahui dari dana Otsus sebesar Rp 3,7 triliun, hanya Rp 400 miliar yang dialokasikan untuk dana Pokok-pokok Pikiran (Pokir) DPRA dalam RAPBA Tahun 2024.

Lagi-lagi, terulang kisruh pembahasan RAPBA antara pihak eksekutif dan legislatif Aceh yang akhirnya hanya merenggut kesempatan rakyat Aceh untuk hidup sejahtera.

Keledai saja selalu berusaha untuk tidak jatuh kedua kali di lubang yang sama, tapi mengapa eksekutif dan legislatif Aceh selalu mengumbar nafsu serakah yang menggerus akal sehat, sehingga mengulang kedunguan yang sama selama bertahun-tahun.

Ironisnya, sikap saling klaim atas dana Otsus antara eksekutif dan legislatif Aceh, sama sekali tidak didasarkan oleh niat untuk memperjuangkan hak rakyat Aceh, tapi demi mengais keuntungan dan rente dari sampah pembangunan.

Jadi apa bedanya mereka dengan pemulung sampah, bahkan lebih bermartabat para pemulung sampah, karena bekerja tanpa mencuri hak orang lain, hanya demi besok masih bisa makan.

Beginilah jadinya ketika APBA telah dijadikan berhala baru yang menjanjikan kenikmatan dunia oleh para pemangku kebijakan di Aceh.

Mereka berlomba saling cakar, saling sikut dan saling tipu menipu menghalalkan segala cara, untuk menggerogoti hak rakyat.

Fenomena carut marut penyusunan RAPBA tahun anggaran 2024, patut diduga eksekutif dan legislatif Aceh mengidap penyakit kleptokrasi, suatu kelainan atau penyimpangan kejiwaan yang menganggap hak atau milik rakyat adalah milik pemangku kebijakan di Aceh.

Faktor lain penyebab kisruhnya pembahasan RAPBA Tahun 2024, adalah adanya campur tangan para oligarki lokal atau calo proyek yang mendapat legitimasi penguasa, memaksakan usulan program dimasukkan dalam RAPBA.

Harapan APBA TA 2024 dapat menyentuh kesejahteraan ekonomi rakyat, nampaknya masih jauh panggang dari api.

Karenanya carut marut penyusunan RAPBA Tahun 2024, tidak boleh lagi dipandang sebagai peristiwa biasa, namun dapat dikategorikan sebagai extra ordinary crime, mengingat dampaknya terbukti telah menyengsarakan rakyat dan mengakibatkan terjadinya kemiskinan struktural serta hilangnya harkat dan martabat rakyat selaku pemilik kedaulatan.

Sudah saatnya rakyat Aceh menggugat melalui mekanisme class action atas kerugian yang diderita rakyat secara massif, akibat kebijakan Pj Gubernur Aceh dan Ketua DPRA dalam penyusunan RAPBA Tahun 2024 yang dipandang telah mencederai rasa keadilan sebagaimana diatur dalam Undang-undang dan peraturan yang berlaku serta didasarkan oleh niat jahat yang dapat menggagalkan pencapaian sasaran pembangunan Aceh.

Diam tidak lagi bermakna emas, tapi bisa jadi pengecut untuk menyampaikan kebenaran atau bagian dari penghianat.

*Penulis adalah Pemerhati Aceh
Tutup
Exit mobile version