Infoaceh.net

Portal Berita dan Informasi Aceh

Normal Baru Bukan Kebiasaan Lama

Oleh: Shamsi Ali*

Memasuki era baru yang disebut “new normal” kiranya tidak dipahami secara simplistik sebagai sekedar kembali kepada kehidupan normal seperti sebelum pandemi Covid-19. Karena sesungguhnya itu bukan “new” tapi “old” normal. Bukan memasuki normal yang baru. Justru kembali ke normal lama.

Maka dalam pandangan saya untuk menjadikan suasana pasca Covid-19 sebagai era baru hendaknya dilakukan penataan atau pembaharuan minimal pada empat hal kehidupan manusia.

Pertama, era baru menuntut sebuah sikap mentalitas yang solid. Pandemi Covid-19 ini menjadikan memasuki situasi dunia yang pastinya jauh berbeda dari sebelumnya. Terjadi perubahan drastis yang boleh jadi di luar kontrol normal manusia. Karenanya, manusia akan rentan goyah ketika tidak memiliki mentalitas yang solid.

Perubahan-perubahan yang terjadi hampir dalam semua aspek kehidupan itu menjadikan manusia terombang-ambing, dan konsekuensinya boleh saja merasa kalah sebelum dikalahkan. Atau sebaliknya terbawa arus perubahan sehingga kehilangan jati diri dan identitasnya.

Cara terbaik untuk membangun mentalitas solid adalah dengan berpegang teguh kepada nilai-nilai keimanan. Keimanan kepada Tuhan adalah fondasi hidup. Karena itu bangsa Indonesia memang terbangun di atas nilai keimanan kepada Tuhan. Hidup dan matinya Indonesia juga tergantung kepada nilai-nilai Ketuhanan itu.

Dengan mentalitas solid, kita akan memasuki perubahan, tidak saja bahwa mereka tidak terpengaruh. Tapi justru mereka yang harus menjadi agen perubahan itu.

Kedua, untuk memasuki era baru secara efektif diperlukan keilmuan yang bersifat inovatif dan pro-aktif.
Perubahan drastis yang terjadi dalam hidup manusia pasca Covid-19 ini menuntut sikap yang antisipatif, sekaligus wawasan keilmuan yang inovatif dan pro-aktif.

Satu diantaranya adalah wawasan keilmuan itu adalah keilmuan di bidang agama. Dimana para ulama diharapkan, bahkan diharuskan untuk tidak lagi pasif dalam memahami ayat-ayat Al-Quran dan sumber-sumber keilmuan Islam lainnya. Tapi dengan pemahaman yang inovatif dan pro-aktif tadi.

Sebenarnya pemahaman inovatif dan pro aktif ini bukan sesuatu yang baru. Karena sesungguhnya tabiat ajaran Islam Itu sendiri memang demikian adanya. Bahwa agama ini adalah agama yang mengedepankan semangat inovatif dan pro-aktif itu.

Artinya, ajaran Islam itu harus selalu menghasilkan pemikiran-pemikiran dan karya-karya inovatif yang diperlukan oleh zamannya, dan terjadi karena adanya wawasan antisipatif dan pro-aktif tadi.

Pro-aktif berarti Islam dan keilmuan Islam harusnya tidak lagi bersifat konvesional. Tapi justru ada dobrakan yang bersifat aktif sebagai solusi dari masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan manusia.

Satu dari contoh yang saya selalu berikan adalah pemahaman tentang perintah zakat. Bahwa perintah Zakat tidak dipahami secara konvensional dan pasif. Dalam arti dipahami sebagai perintah mengeluarkan 2,5 persen dari harta kita.

Dengan pemahaman inovatif dan pro aktif, zakat harus dipahami sebagai perintah untuk memberdayakan atau menguatkan perekonomian umat. Sebab hanya dengan perekonomian yang kuat umat akan mampu memberikan zakatnya.

Demikian pula ayat yang mengatakan “Di balik dari setiap kesulitan ada kemudahan”. Ayat ini harus dipahami sebagai kewajiban bagi umat ini untuk selalu menginisiasi upaya kemudahan di saat ada kesulitan. Covid-19 misalnya menantang umat ini untuk bangkit dan mencari solusinya. Bukan menunggu orang lain untuk menemukan solusi itu.

Ketiga, era baru itu juga berarti memasuki sebuah era dengan karakter dan perilaku yang baru. Tentu karakter baru yang dimaksud adalah adanya perubahan karakter yang lebih positif.

Karakter yang dimaksud tidak saja pada tataran individual atau pribadi (fardi). Tapi juga tidak kalah pentingnya era baru ini merubah karakter sosial kemasyarakatan kita (social behaviors).

Kita mengharapkan musibah Covid-19 merubah pola perilaku lama yang semrawut, tidak disiplin, malas, lambang dan ragam karakter yang menjadikan umat ini terbelakang dan termarjinalkan.

Dari karakter yang kurang bisa mengontrol diri, mudah meledak, terbawa arus emosi lingkungan, dan lain-lain yang menjadikan umat ini mudah terjatuh ke dalam perangkap orang lain untuk dijadikan mangsanya.

Dengan era baru yang membawa perubahan itu, umat ini harusnya mampu membawa penyesuaian-penyesuaian yang tidak lagi biasa-biasa. Tapi membangun karakter responsif yang bersifat extra ordinary.

Jika tidak maka umat akan menjadi mainan bahkan korban dari perubahan-perubahan baru. Umat akan berada dalam suasana kebingungan, lemah dan ketakutan, bahkan keputus asaan.

Intinya perlu perombakan karakter, baik pada tataran individu maupun pada tataran kolektif keumatan kita.

Keempat, memasuki era baru umat dituntut untuk membangun wawasan global (global mindset).

Peristiwa Covid-19 mengharuskan umat untuk sadar tentang dunia kita yang sangat berbeda. Salah satunya menguatkan lagi bahwa dunia kita adalah dunia global yang unik dengan karakternya yang jauh berbeda.

Dunia global kita itu ditandai banyak hal. Tiga diantaranya yang paling dominan; kecepatan (speed) ketergantungan (Interconnectedness) dan persaingan (competition).

Dengan kamajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang informasi, segala sesuatu mengalami kecepatan yang luar biasa. Peristiwa di sebuah kampung terpencil di bumi Nusantara boleh jadi orang lain di bumi Amerika tahu pada waktu bersamaan. Hal itu karena media informasi yang bersifat digital yang dapat diakses dalam kedipan mata (blink of eyes).

Karena kecepatan informasi tersebut menjadikan dunia kita seolah makin kecil. Dunia ini seolah sebuah kampung kecil (small village) bersama manusia. Bahkan seolah rumah bersama (shared home) semua manusia. Karenanya manusia mau tidak mau, sadar atau tidak, sesungguhnya memiliki ikatan ketergantungan yang sangat dekat.

Artinya, tidak satu manusia atau kelompok manusia bisa hidup tanpa ada yang lain. Karenanya pilihan manusia hanya satu, membangun kerja sama (partnership) dalam kepentingan bersamanya (common interest).

Dalam situasi ketergantungan itu pula masing-masing manusia atau kelompok manusia berusaha menjadi yang terbaik, terkuat dan termaju. Maka terjadilah kompetisi yang maha dahsyat diantara kelompok-kelompok manusia itu.

Maka umat dipaksa mengambil bagian dari kompetisi itu dan harus menang. Atau menjadi penonton yang akhirnya hanya akan menjadi korban-korban kompetisi yang semakin dahsyat dan juga kejam.

Semua realita di atas sesungguhnya bukan barang baru dalam ajaran Islam. Karena memang Islam adalah agama dengan konsep-Konsep universal. Tuhan, Nabi dan Kitab Suci agama ini semuanya bersifat universal.

Tapi juga agama ini memang telah dipersiapkan untuk semua keadaan di atas. Mungkin yang paling dekat menyimpulkan semua itu adalah ayat ke-13 dari Surat Al-Hujurat:

“Wahai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang wanita. Lalu Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.

Semoga musibah Corona atau Covid-19 memang mendatangkan “new normal”. Sesuatu yang baru dan lebih baik. Bukan sekedar kembali ke normal lama atau “old normal” seperti sebelum pandemi ini terjadi. Semoga!

New York, 29 Juni 2020

*Penulis adalah Presiden Nusantara Foundation USA

Lainnya

Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Taiwan mengusulkan pendirian NU Islamic Center sebagai pusat dakwah, pendidikan, dan kegiatan sosial keagamaan bagi diaspora Muslim Indonesia di Taiwan.
Hari Asyura atau 10 Muharram, bagi kalangan dan penganut Syiah, memperoleh kedudukan yang sangat sakral dan memiliki nilai historis yang tak terlupakan., karena terkait tragedi Karbala. Foto ilustrasi/ist
Menyambut Asyura Puasa Asyura (Kaligrafi: NU Online).
Suasana hangat penuh keakraban mewarnai penyambutan Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto saat tiba di salah satu hotel di Rio de Janeiro, Brasil, pada Sabtu, 5 Juli 2025. (Foto: BPMI Setpres)
Pemain depan Timnas Putri Indonesia Claudia Scheunemann (kiri) merayakan gol bersama rekan setimnya.
Megawati Hangestri Pertiwi jadi pemain Indonesia pertama yang tampil di Liga Voli Turki.
Kantor Dinas Pendidikan Aceh
Silaturahmi dan Legalitas Aren Hijau Kabupaten/Kota se-Aceh yang digelar di Warung Kupi Nanggroe, Gampong Sukadamai, Kecamatan Lueng Bata, Banda Aceh, Sabtu (5/7/2025). Foto; Ist
ilustrasi kekuasaan
Peneliti Sejarah Aceh, Dr Hilmy Bakar Almascaty
Aneh, Putusan Keluar ketika Tahapan Pemilu Berjalan
Gampong Lam Bheu Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar masuk 10 Besar Nasional pada Lomba Desa Digital Tahun 2025. (Foto: Ist)
Muhammad Ridho, siswa SMAN Modal Bangsa (MOSA) Aceh terpilih sebagai Pasukan Pengibaran Bendera Pusaka (Paskibraka) nasional tahun 2025 mewakili Provinsi Aceh. (Foto: Ist)
Viral Link Video Andini Permata dan Bocil Bikin Heboh Warganet
PBB Rilis Daftar 'Penyokong Genosida' Israel di Palestina, Ternyata Ada BP dan Chevron
Anggota Propam NTB Tersangka Penganiayaan Brigadir Nurhadi Tidak Ditahan, Alasannya Belum Mengaku
Alasan Susno Duadji Sebut Rismon Sianipar Cs Tak Bisa Jadi Tersangka Kasus Ijazah Jokowi
Ada Sosok Penting Pernah Nasihati Jokowi Tak Usah Paksakan Ijazah, Konon Dijawab 'Wah Ora Keren'
Wakajati Aceh Muhibuddin SH MH dipromosikan menjadi Direktur Pelanggaran HAM Berat pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung RI. (Foto: Ist)
Enable Notifications OK No thanks