Oleh: Dr. H. Taqwaddin Husin, SH SE MS
Upaya sosialisasi, edukasi, dan advokasi terkait penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) kepada warga masyarakat desa (gampong) masih belum optimal. Memang telah ada sosialisasi secara digital melalui media sosial dan media massa oleh pemerintah. Tetapi output dan outcome-nya masih belum optimal sebagaimana diharapkan.
Selama ini sosialisasi lebih banyak pada aspek medis dan kesehatan masyarakat. Sedangkan terhadap aspek agama, sosial, ekonomi, budaya, hukum, pemerintahan, dan lain sebagainya terkesan masih minim. Diperlukan sosialisasi multi aspek agar masyarakat lebih memahami apa dan bagaimana harus bertindak yang benar menyikapi wabah corona yang sangat mematikan ini.
Faktanya, hingga hari ini masih kita temui adanya sikap salah kaprah dan tindakan warga terkait upaya pencegahan dan penanggulangan virus corona, baik yang bermukim di perkotaan maupun di gampong. Karenanya, pembentukan Gampong Siaga Tanggap Covid-19 adalah suatu kebutuhan masa kini dan masa depan.
Hingga Selasa, 7 April 2020, sudah terbentuk sebanyak 2.718 Gampong Tanggap Covid-19 dari 6.497 gampong di seluruh Aceh. (Serambi, 7/4/2020). Ini artinya, sudah 42 persen dibentuk Gampong Tanggap Covid-19 di Aceh. Diharapkan tentu dalam waktu tak terlalu lama, semua gampong di Aceh akan terbentuk Gampong Siaga Tanggap Bencana Covid-19.
Saya sengaja menyebutkan nomenklatur gampong siaga tanggap bencana, yang sebetulnya merupakan dua hal yang tak selalu sama. Dalam hukum kebencanaan umum (lex generalis) lazim dikenal dengan desa siaga. Sedangkan dalam regulasi Covid-19 selama ini sebagai hukum khusus (lex spesialis) disebutkan dengan Desa Tanggap Covid-19.
Dengan menggabungkan kedua kata ini siaga dan tanggap, dikandung makna bahwa eksistensi Desa Siaga Tanggap Bencana akan bertahan lama dan berkelanjutan. Sehingga, nantinya walaupun virus corona sudah dianggap berakhir, maka para relawan siaga tanggap bencana yang dibentuk kali ini bisa terus eksis untuk menanggulangi bencana yang mungkin terjadi di setiap gampong.
Konotasi siaga bencana lebih pada upaya prevensi dan mitigasi sebelum bencana terjadi. Sedangkan makna tanggap, lebih tertuju pada saat atau telah terjadinya bencana. Saat ini, serta merta bencana kesehatan wabah virus corona sudah terjadi dan makin meluas. Sehingga kita semua, termasuk pemerintahan gampong, harus melakukan upaya tanggap darurat secara cepat, tepat, dan terukur untuk melindungi warga masyarakatnya.
Apa dasar hukum, bagaimana pendanaan, dan apa saja yang bisa dilakukan oleh pemerintahan gampong menangani virus corona. Untuk menjawab pertanyaan ini dalam perspektif juridis normative, kita perlu mengacu pada aspek hirarkhi dan kronologi peraturan perundangan-undangan yang relevan.
Secara hirarkhi, menghadapi virus corona Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah telah menerbitkan legislasi dan regulasi, yaitu: UU, PP, Perpres, Kepres, Inspres, Permen, SE Menteri, Surat Gub, dan Surat Bupati/Walikota. Sehingga, praktis semua terkait virus corona sudah ada aturannya, walaupun masih berusia hitungan hari. Yang penting sudah ada payung hukum dan legitimasinya, termasuk ketentuan yang mengatur tentang penggunaan dana desa untuk bantuan langsung kepada warganya.
Terkait dasar hukum pembentukan Desa Tanggap Virus Corona dan Penegasan Padat Karya Tunai Desa (PKTD), mari kita cermati isi Surat Edaran (SE) Menteri Desa PDTT Nomor 8 Tahun 2020 sebagai acuan dalam pelaksanaan Desa Tanggap Covid-19 dan PKTD dengan menggunakan dana desa. Ada beberapa hal penting dalam SE tersebut, yaitu:
Pertama, membentuk Desa Tanggap Covid-19 dan membentuk Relawan Desa Lawan Covid-19 yang strukturnya antara lain : Kepala Desa, BPD (Tuha Peut), Perangkat Desa, Anggota BPD, Kepala Dusun, Pendamping PKH, Tokoh Agama, Tokoh Adat, dan lain-lain yang bermitra dengan Babinkamtibmas, Babinsa, dan Pendamping Desa.
Adapun tugas para relawan di atas adalah: melakukan edukasi melalui sosialisasi, mendata penduduk rentan sakit, mengindentifikasi fasilitas desa yang bisa dijadikan sebagai ruang isolasi, melakukan penyemprotan disinfektan, menyediakan hand sanitizer, menyediakan alat kesehatan untuk deteksi dini, serta pencegahan penyebaran wabah dan penularan corona, menyediakan informasi penting, pencatatan tamu yang masuk desa, pencatatan keluar masuknya warga desa ke daerah lain, pendataan warga desa yang baru pulang dari perantauan, memastikan tidak kegiatan warga berkumpul/kerumunan banyak orang.
Kedua, Pola PKTD. Dalam upaya pencegahan corona, dana desa digunakan dengan pola PKTD melalui: Pengelolaan secara swakelola dan menggunakan SDA dan SDM desa. Pekerjaan diprioritaskan bagi anggota keluarga miskin, penganggur, serta anggota warga masyarakat marjinal lainnya. Pembayaran upah kerja diberikan setiap hari. Pelaksanaan kegiatan PKTD menerapkan jarak aman antara satu pekerja dengan pekerja lainnya minimal dua meter, dan bagi pekerja yang batuk wajib memakai masker.
Ketiga. Perubahan APBG. Tegas dinyatakan bahwa SE ini menjadi dasar bagi Perubahan APBG atau APBDesa, yaitu untuk menggeser pembelanjaan bidang dan sub-bidang lain menjadi bidang penanggulangan bencana, keadaan darurat mendesak, dan bidang pelaksanaan pembangunan desa untuk kegiatan PKTD. Pada desa-desa yang masuk dalam wilayah Keadaan Luar Biasa (KLB) Covid-19 maka APBG dapat langsung diubah untuk memenuhi kebutuhan tanggap Corona. Kriteria KLB diatur dalam Perbup/Perwal mengenai pengelolaan keuangan desa.
Menindaklanjuti SE Mendes PTT di atas, Plt Gubernur Aceh pada tanggal 27 Maret 2020 menerbitkan Surat Nomor 412.2/5429 tentang Penggunaan Dana Desa 2020 untuk PKTD, Pencegahan Covid-19 dan Desa Tanggap Siaga Covid-19. Surat tersebut ditujukan kepada para bupati/wali kota se-Aceh.
Dalam Surat Plt Gubernur Aceh diharapkan, bahwa: Bagi Gampong yang sudah maupun belum menetapkan APBG 2020 namun tidak teralokasi kegiatan PKTD dan kegiatan pencegahan penyebaran wabah corona serta Desa Tanggap Siaga, maka harus segera mengalokasikan kegiatan dimaksud dengan mempedomani SE Mendes PDTT No 8 Tahun 2020, sebagaimana saya uraikan di atas. Tenaga Pendamping Profesional (TPP) P3MD harus ikut terlibat dan berperan lebih aktif melakukan pendampingan dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan PKTD, kegiatan pencegahan penyebaran virus corona, dan memfasilitasi pembentukan Desa Tanggap Siaga Covid-19. Demikian isi surat Plt Gubernur Aceh tanggal 27 Maret 2020.
Kesannya isi surat Plt Gubernur di atas lebih ringkas dibandingkan SE Menkes PTT. Lazimnya, substansi ketentuan organik yang merupakan petunjuk teknis suatu aturan yang lebih tinggi, lebih detil dan rigid. Namun hal ini dapat dimaklumi, karena Surat Plt Gubernur Aceh tanggal 27 Maret 2020 di atas, di samping menindaklanjuti SE Mendes PTT No 8 Tahun 2020, juga merupakan kelanjutan dari Surat Plt Gubernur Aceh Nomor 140/5323 tanggal 23 Maret 2020 Hal Pembinaan dan Pengendalian Dana Desa 2020, serta Efektivitas Pelaksanaan Kegiatan Pemerintahan Gampong dalam rangka Pencegahan dan Penanganan Penyebaran Wabah Covid-19 di Aceh.
Mencermati uraian di atas, tampaklah bahwa telah ada dasar hukum yang cukup jelas dan kuat yang dapat digunakan sebagai payung kebijakan bagi Pemerintahan Gampong di Aceh, baik dalam PKTD, Pembentukan Desa Tanggap Siaga Covid-19, maupun terkait refocusing APBG.
Kejelasan regulasi semakin diperkuat lagi dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 11 Tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020, yang dalam konsideran menimbangnya ditegaskan bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan untuk Penanganan dan Penyebaran Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di desa melalui penggunaan dana desa dapat digunakan untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada penduduk miskin di desa. Dengan kejelasan dasar hukum di atas, mari segera Pemerintahan Gampong melakukan aksi nyata, yang sangat bermanfaat bagi melindungi keselamatan dan kesejahteraan warganya.