Penuh Sogok Menyogok dan Kecurangan, Sistem Pemilu dan Pilkada Harus Diubah
KALAU kita mau bicara jujur dengan sesungguhnya berdasarkan hati nurani, maka sejak masa Presiden Soekarno hingga ke Presiden Joko Widodo belum nampak keadilan dan kejujuran hasil pemilu yang pernah dilaksanakan.
Hasil yang nampak dan diakui oleh masyarakat adalah kecurangan, ketidakadilan dan ketidakjujuran.
Karena itu dakwah saya kepada segenap bangsa Indonesia agar sistem pemilu yang yang telah ada dan sistem pilkada, harus diubah total dengan sistem syura (musyawarah) yang lebih aman dari segi sogok menyogok atau money politic di samping sangat sedikit menghabiskan biayanya.
Sistem yang ada terbuka menganga untuk money politic dan hasil yang curang, namun kalau sistem syura, pemilihan anggota majelis syura sendiri sangat ketat dalam masalah akhlak, penguasaan ilmu agama, pemahaman tentang adat istiadat, ketokohannya, serta paham akan sejarah perjuangan bangsa.
Utamakan tingkat keilmuan seseorang (tingkat pendidikannya), pengalaman hidupnya, umurnya yang matang sebagaimana Allah contohkan dalam pengangkatan Muhammad SAW sebagai Nabi, akhlaknya yang mulia, ibadahnya yang tidak perlu diragukan, serta kejujuran dan keadilannya dalam beraktivitas sehari-hari di tengah-tengah manusia.
Kalau kita mau jujur dan transparan, lihat saja bagaimana Allah memilih Nabi Muhammad SAW sebagai Khalifah Allah di bumi, kemudian bagaimana Abubakar dipilih untuk menjadi khalifah setelah Nabi SAW, demikian juga pemilihan Umar bin Khattab.
Malah ketika Umar bin Khattab ditikam, oleh Abu Lu’lu’ yang berketurunan Parsi, ketika Umar mengimami shalat subuh, maka Umar masih sempat memanggil shabat-shabat yang lain untuk memilih penggantinya.
Salah seorang sahabat mengusulkan bagaimana kalau kami memilih Abdullah bin Umar sebagai penggati Amirul Mukminin atau menjadikannya sebagai salah seorang anggota majelis syura?
Ketika Umar mendengar anaknya, Abdullah bin Umar diusul untuk menggantikannya, maka beliau berkata, “Celaka kamu”. Jangan libatkan anakku dalam urusan ini. Artinya Umar bin Khattab tidak suka melanggengkan kekuasaannya dan membentuk dinasti atau kerajaan agar segala kesalahannya dan kecurangannya terus dilestarikan oleh penerusnya.