Perlawanan Bermartabat dari Ujung Barat Nusantara
Oleh: Drs Isa Alima*
Empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil yang tiba-tiba “dipindahkan” ke wilayah Tapanuli Tengah, Sumatera Utara (Sumut) bukan sekadar gugusan tanah.
Pulau itu adalah jejak sejarah, identitas Aceh, dan garis batas Nusantara. Dalam situasi ini, Aceh tak tinggal diam, tapi juga tak buru-buru masuk ke ruang PTUN. Mengapa?
Ini bukan gugatan biasa. Ini adalah perlawanan bermarwah dari tanah yang tak pernah tunduk tanpa kehormatan.
Aceh Tak Menyerah, Tapi Menyusun Strategi
Langkah Pemerintah Aceh yang menahan diri untuk tidak langsung menggugat ke PTUN adalah sikap cerdas, bukan kelemahan.
Bahwa saat ini, rakyat Aceh sedang dibangunkan untuk memahami medan perjuangan yang lebih besar dari sekadar gugatan administratif.
Kalau langsung ke PTUN, kita hanya bicara dalam ruang sempit. Kita ingin berbicara pada dunia, bahwa Aceh tidak akan kehilangan tanahnya tanpa suara rakyat.
Konsolidasi Rakyat dan Wakil Rakyat
Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem telah memanggil 17 anggota DPR RI dan 4 DPD RI asal Aceh sebagai bagian dari konsolidasi konstitusional.
Ini adalah langkah awal sebelum masuk ke jalur hukum. Ia menyebutnya sebagai “panggung rakyat sebelum sidang hukum.”
“Perang ini harus dimulai dengan suara rakyat dan tekanan politik. Baru setelah itu kita turun ke medan hukum dengan posisi yang kuat,” katanya.
Strategi Dua Arah: Politik Dulu, Hukum Jika Perlu
Langkah perlawanan Aceh menekankan pentingnya strategi dua arah.
1. Tekanan politik dan diplomasi terbuka lebih dulu.
2. Gugatan hukum akan menyusul, jika dialog tak membuahkan hasil.
Hukum tanpa rakyat itu sunyi. Tapi hukum yang dibangun dari gerakan rakyat, itu menggema sampai pusat.
Menyejukkan Rakyat, Membakar Semangat
Aceh tidak memilih jalur emosional. Memilih menyejukkan amarah rakyat dengan narasi kehormatan dan akal sehat.
Empat pulau ini akan kembali. Tapi bukan karena kita marah-marah, melainkan karena kita tahu kapan dan bagaimana cara memperjuangkannya.
Marwah Tak Bisa Dibeli, Tak Bisa Di-SK-kan
Aceh bukan sedang diam, tapi sedang berdiri dengan kepala tegak. Ini bukan soal takut ke PTUN. Ini soal memastikan setiap langkah adalah bagian dari kemenangan yang utuh: politik, hukum dan kehormatan.