Infoaceh.net

Portal Berita dan Informasi Aceh

Politik Identitas Jujur vs Palsu, Hati-hati dengan Para Penipu

Ketika musim politik mendekat akan banyak keanehan yang terjadi di tengah masyarakat kita. Keanehan-keanehan itu terkadang menggelikan karena lucu. Tapi tidak jarang juga menjengkelkan karena buruk bahkan busuk.

Seringkali juga keanehan-keanehan itu dibumbui oleh drama-drama lucu, khususnya di kalangan para pendukung.

Satu di antara keanehan itu adalah apa yang disebut politik identitas dan drama tuding menuding.

Hal ini saya katakan aneh karena kerap menjadi isu yang samar, abu-abu, tidak jelas lagi membingungkan. Selain tidak jelas definisinya. Juga tidak jelas siapa dan kenapa seseorang dianggap bermain politik identitas.

Yang paling membingungkan lagi biasanya yang paling getol menuduh orang lain bermain politik indentitas, justru sadar atau tidak, terjatuh ke dalam perangkap yang sama.

Ragam identitas menjadi simbol-simbol kegiatan politik demi meraup dukungan dari masyarakat.

Perihal politik identitas

Sejujurnya saya tidak terlalu paham apa definisi dari politik identitas itu. Namun merujuk kepada dua kata itu, politik dan identitas, saya memahami bahwa yang dimaksud adalah ketika identitas pribadi/kelompok terpakai untuk meraih keuntungan politik.

Anggaplah ketika seorang calon melakukan kampanye dengan menjual atau menampakkan identitas agama tertentu.

Identitas itu sesungguhnya banyak. Tapi yang populer adalah suku, ras/etnis dan agama. Hal-hal ini menjadi identitas dasar bagi setiap orang dalam mendefinisikan dirinya. Idetitas itu seringkali justru menjadi bagian alami dari seseorang.

Jika identitas-identitas itu dikaitkan dengan perpolitikan maka diakui atau tidak politik dan identitas tidak akan bisa terpisahkan.

Di bawah alam sadar perpolitikan di Indonesia sejak lama telah memakai politik identitas. Bagaimana tidak, sejak dahulu faktor kesukuan atau etnis sering menjadi penentu kemenangan atau kekalahan seorang kandidat politik. Ambillah Jawa dan non Jawa misalnya.

Selain itu sejak Kemerdekaan bangsa ini perpolitikan telah diwarnai dengan ragam identitas itu. Dan itu diterima normal dan berjalan secara alami saja. Dulu ada partai yang berbasis Islam, nasionalis, bahkan sosialis komunis.

Partai berbasis Islam pun juga bahkan terpecah kepada identitas Islam tradisional (NU) dan Islam modern (Masyumi).

Semua itu berjalan secara alami dan menjadikan identitas masing-masing sebagai “engine” atau energi dalam melakukan yang terbaik bagi bangsa dan negara. Dengan identitas masing-masing terjadi “fastabiqul khairat” dalam mengambil bagian bagi pembangunan bangsa dan negara.

Jika kita melihat pada semua partai politik saat ini, disadari atau tidak, juga mengikut pola yang sama. Masing-masing memiliki identitas yang bersifat partikukar. Identitas ini biasanya menjadi pertimbangan utama bagi pemilih atau pendukung untuk memilih atau mendukung. Bahkan sebelum melihat kepada apa program-programnya.

Di antara partai itu ada yang beridentitas nasionalis murni, ada yang nasionalis-religius, ada pula yang religius-agamis. Bahkan partai-partai yang berbasis agama juga punya identitas yang berbeda yang tidak perlu saya rincikan.

Yang ingin saya sampaikan adalah bahwa identitas dalam perpolitikan itu menjadi keniscayaan. Jangankan di negara-negara yang memang sangat peduli dengan identitas kelompok seperti Indonesia.

Amerika saja perpolitikan masih diwarnai identitas masing-masing. Demokrat lebih dikenal dengan liberalism. Sementara Republican populer dengan identitas konservatisme.

Dan karenanya isu identitas dalam perpolitikan jangan dibesarkan, apalagi dipolitisir dan dijadikan senjata untuk merusak karakter pihak atau kelompok lain.

Biarkanlah masing-masing menggunakan identitasnya untuk berbuat yang terbaik bagi kepentingan besar bangsa dan negara.

Identitas keislaman itu bisa menjadi dorongan bagi umat Islam untuk ikut berkontribusi secara positif dan maksimal kepada bangsa dan negara. Ada nilai-nilai positif keislaman yang sangat diperlukan oleh bangsa dan negara.

Demikian tentunya umat-umat agama lain. Umat Kristiani pastinya memiliki identitas yang dapat menjadi motivasi dalam berkontribusi secara positif dan maksimal kepada bangsa dan negara. Saudara-Saudara kita di Bali dengan identitas Hindunya melakukan yang terbaik bagi kemajuan Bali dan negeri.

Identitas jujur vs palsu

Yang memang sering menjadi masalah, bahkan menjengkelkan dan meresahkan adalah ketika identitas itu dijadikan tameng untuk memburu kepentingan sempit (kelompok) dan mengorbankan kepentingan luas (negara dan bangsa).

Tapi yang lebih busuk dan menjengkelkan lagi ketika identitas-identitas itu dipergunakan secara tidak jujur dan tidak dengan kesungguhan. Tapi sekedar untuk tujuan sempit dan sesaat demi meraup dukungan masyarakat luas.

Di musim politik seringkali ada pihak-pihak yang tidak pernah tampil dengan identitas keagaman tertentu, tiba-tiba berubah drastis. Jarang bahkan hampir tidak pernah ke masjid tiba-tiba rajin berkunjung dari masjid ke masjid. Bahkan memakai jubah dan sorban sekalipun.

Ada pula yang bukan saja memang tidak berjilbab. Tapi rekaman jejaknya memperlihatkan sikap yang anti jilbab. Tiba-tiba di musim politik memakai jilbab, berkunjung ke rumah-rumah ibadah dan pesantren-pesantren.

Bahkan lebih aneh lagi ketika non Muslim yang kemudian tanpa malu-malu mempertontonkan indentitas-identitas yang memang dikenal sebagaj bagian dari identitas Islam. Memakai baju koko dan peci bahkan memakai baju jubah dan sorban berkunjung ke masjid-masjid dan pesantren.

Syukurlah saya belum pernah mendapatkan ada kandidat politik muslim yang memakai identitas Kristiani, salib misalnya. Walau di Amerika hal ini biasa. Hampir semua kandidat politik jika berkunjung ke synagogue Yahudi akan memakai kippah (songkok Yahudi).

Kesimpulan yang ingin saya sampaikan adalah politik identitas atau menampilkan identitas dalam politik bukan sesuatu yang negatif dan perlu dimasalahkan. Justru dapat menjadi motivasi untuk melakukan yang maksimal dan terbaik bagi bangsa. Dengan catatan tentunya bahwa identitas partikular itu tidak menjadi alasan untuk membatasi diri pada kepentingan sempit kelompok.

Yang perlu dicermati dan diingatkan justru tendensi politik identitas palsu. Seseorang atau sekelompok yang memakai identitas milik orang lain untuk mendapatkan dukungan dari kelompok lain itu.

Hal ini negatif bahkan berbahaya karena dapat dilihat sebagai ketidak jujuran, bahkan penipuan.

Karenanya hati-hati dengan para penipu politik!

New York, 27 September 2022

Imam Shamsi Ali (Presiden Nusantara Foundation)

Lainnya

Gibran Kuat, Pensiunan Jenderal Ancam Duduki MPR, Apa Reaksi Puan Maharani?
Trump Frustasi, Ngobrol Sejam dengan Putin Hasilnya Nihil
Putra Netanyahu Diam-diam Ganti Nama, Takut Ditikam di Negeri Muslim!
Politikus PSI Ade Armando
Taipan AS Turunan Yahudi Siap Danai Lawan Calon Walikota Muslim New York
Ini Kesaksian Rico, Korban Tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya, Kemenhub Klaim 31 Selamat
Pembuat Bambu Ajaib Cianjur Kesal: "Itu Karya Seni, Bukan Air Karomah!"
Dikabarkan Kritis hingga Kabur, Akhirnya Jokowi Posting Momen Liburan Temani Cucu Main Pasir
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
Dua Pengedar Ganja 9 Kg Kicep Diringkus Polisi
Derita KMP Tunu: Jenazah Diserahkan, 30 Korban Masih Hilang di Selat Bali
30 Korban KMP Tunu Pratama Jaya Belum Ketemu, Pencarian Dilanjutkan
Gubernur Aceh, H. Muzakir Manaf, melakukan pertemuan bersama Anggota DPR RI dan DPD RI asal Aceh serta bupati dan wali kota se-Aceh di Kantor Badan Penghubung Pemerintah Aceh, Jakarta, Kamis 3/7, malam.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo melakukan kunjungan kerja ke pabrik sepatu PT Adis Dimension Footwear di Balaraja, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (3/7/2025).
Ricky Perdana Gozali sebagai Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) untuk masa jabatan 2025–2030.
Danantara Indonesia resmi menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan ACWA Power
Ilustrasi Ekspor-Impor
Karyawan mengambil gambar layar pergerakan harga saham (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta. (Foto ilustrasi)
Amien Rais Sebut Jokowi Sedang Dihukum Tuhan, Buah dari Kezaliman di Masa Lalu
Rupiah melemah terhadap dolar AS (foto ilustrasi)
Enable Notifications OK No thanks