Suara Dahsyat Di Bulan Ramadhan
Pertama: mengecam dan menyayangkan perbuatan orang-orang yang menyebarkan berita ini. Perbuatan ini telah menimbulkan ketakutan dan kegelisahan umat Islam. Bahkan telah menyesatkan umat. Ini perbuatan dosa dan tidak bertanggungjawab.
Kedua: Berita ini hoaks (dusta) dan khurafat yang menyesatkan. Tidak ada hadits yang shahih menjelaskan berita seperti ini. Faktanya juga mengingkari hal ini. Bertahun-tahun pertengahan Ramadhan bertepatan dengan hari Jum’at, namun tidak terjadi peristiwa ini. Jelas orang yang menyampaikan dan menyebarkan berita ini adalah pendusta.
Ketiga: Hadits yang dijadikan dalil mengenai berita ini adalah hadits dhaif jiddan (sangat lemah) bahkan maudhu’ (palsu) sebagaimana dijelaskan oleh para ulama hadits di antaranya, Imam Ad-Daruquthni, Imam U’qaily, Imam Ibnul Qayyim, Imam Az-Zahabi, Imam Ibnul Jauzi, Imam Ibnu Hibban, Imam Al-Haitsami, Imam As-Sayuuthi, syaikh Al-Albani dan lainnya.
Keempat: Para ulama hadits mengatakan haram hukumnya berhujjah dengan hadits dhaif jiddan (sangat lemah) dan maudhu’ (palsu). Apalagi sampai meyakini dan mengamalkannya. Tentu lebih haram.
Kelima: Hukum meriwayatkan (menyampaikan) hadits palsu dengan sengaja adalah haram sebagaimana sabda Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang berdusta atas diriku dengan sengaja maka hendaklah tempat duduknya di neraka.” (HR. Al-Bukhari). Begitu pula meyakini, menyebarkan dan mengamalkannya .
Keenam: Para ulama telah ijma’ (sepakat) bahwa dalam persoalan aqidah dan ibadah wajib berdasarkan dalil qath’i atau hadits shahih dan hasan. Tidak boleh atau haram berhujjah dengan hadits dhaif (lemah), apalagi dhaif jiddan (sangat lemah) dan maudhu’ (palsu) dalam persoalan aqidah dan ibadah.
Ketujuh: Adapun dalam persoalan fadhaail a’maal (keutamaan amal), maka para ulama khilafiyyah (berbeda pendapat) berhujjah dengan hadits dhaif. Sebahagian ulama tidak membolehkannya. Sebahagian lainnya membolehkannya dengan syarat yaitu tidak parah dhaifnya (bukan hadits dhaif jiddan), masuk dalam hadits shahih atau hasan yang sifatnya umum, tidak meyakini itu hadits nabi, namun untuk berhati-hati saja, dan tidak dipopulerkan.