Tasawuf dan Geopolitik: Kekuatan Sunyi yang Terlupakan
Padahal, dalam logika hubungan antarbangsa, kekuatan tidak semata diukur dari militer dan ekonomi.
Narasi, nilai, dan kepercayaan juga memainkan peran strategis dalam membentuk opini publik global dan menciptakan jejaring solidaritas lintas negara. Tarekat, dalam konteks ini, adalah bentuk kekuatan lunak (soft power) Islam yang selama ini kurang dimanfaatkan.
Ia membangun loyalitas melalui cinta, menyentuh kesadaran melalui kesederhanaan, dan mengajak berdamai tanpa menggurui.
Sayangnya, tarekat masih sering dicurigai sebagai kelompok eksklusif yang anti-modern atau apolitis. Pandangan ini tidak hanya keliru secara historis, tetapi juga mengabaikan potensi mereka dalam merawat etika publik.
Tarekat bukan gerakan politik, tetapi mereka memiliki kapasitas membangun kesadaran spiritual kolektif yang sangat relevan dalam dunia yang semakin terfragmentasi.
Tasawuf mengajarkan kita untuk hidup dalam kesadaran akan ketergantungan pada Tuhan, kesederhanaan dalam harta, dan penghormatan terhadap makhluk.
Nilai-nilai ini dapat diterjemahkan secara sosial menjadi solidaritas lintas kelas, keberpihakan pada yang lemah, dan penghormatan pada keberagaman. Dalam konteks geopolitik, pesan ini bisa menjadi alternatif narasi global yang terlalu lama terjebak dalam logika konfrontasi.
Seperti dikatakan Jalaluddin Rumi, “Ada suara yang tidak bisa didengar oleh telinga; ia hanya terdengar oleh hati yang bersih.”
Mungkin inilah saatnya dunia mulai mendengar kembali suara-suara yang telah lama sunyi: suara para sufi, para pejalan batin, yang selama berabad-abad telah menjaga substansi Islam sebagai agama kasih sayang dan penyembuh luka kemanusiaan.
Dunia Islam saat ini tidak kekurangan lembaga, forum internasional, atau kekuatan ekonomi. Yang justru langka adalah ruang kontemplatif untuk menyatukan visi umat.
Dalam kerangka inilah tarekat memiliki posisi strategis, bukan sebagai kekuatan politik, melainkan sebagai penuntun etika global. Ia tidak harus menggantikan negara, tetapi bisa menjadi penyaring nurani di tengah hiruk-pikuk kepentingan.