Aceh Butuh Cerita, FLP Hadirkan Pembekalan Kepenulisan Bernuansa Budaya
Banda Aceh, Infoaceh.net – Forum Lingkar Pena (FLP) Aceh menggelar pembekalan kepenulisan selama dua hari, 8 hingga 9 Juli 2025, di Aula Balai Bahasa Aceh, Lampineung.
Kegiatan ini menjadi ajang penting dalam membina penulis muda Aceh agar lebih berdaya, sekaligus memperkuat tradisi literasi berbasis sastra lokal.
Kegiatan dibuka secara resmi oleh Kepala Balai Bahasa Aceh, Umar Salikhan, yang menyampaikan apresiasi atas peran FLP dalam menggairahkan budaya literasi.
“Ini inisiatif luar biasa. Kami dari Balai Bahasa tentu sangat mendukung, termasuk melalui program pengadaan ribuan buku bacaan untuk masyarakat Aceh,” ujar Umar.
Sebanyak 30 peserta dari berbagai latar belakang pelajar, mahasiswa, hingga pekerja datang dari berbagai daerah di Aceh untuk mengikuti pembekalan ini.
Ketua FLP Aceh, Rahmat Aulia, membuka sesi perdana dengan memperkenalkan visi dan misi organisasi kepada para peserta. “FLP hadir bukan hanya untuk mencetak penulis, tapi juga membangun komunitas literasi yang kuat dan berkelanjutan,” katanya.
Materi selanjutnya disampaikan Bebi Haryanti Dewi yang membahas teknik menulis cerita anak. Ia menekankan pentingnya membuat kisah yang tak sekadar menghibur, tetapi juga mengandung nilai-nilai edukatif dan emosional.
“Sastra anak itu bukan tulisan yang dipermudah, tapi karya yang harus dimaknai dalam dengan bahasa yang dekat dengan dunia anak,” ungkap Bebi.
Sore harinya, para peserta mendapatkan sesi mendalam mengenai penulisan novel bertema kearifan lokal. Sesi ini menjadi ruang refleksi penting tentang bagaimana kekayaan budaya Aceh dapat diolah menjadi kekuatan narasi yang khas.
“Menulis dengan kearifan lokal adalah cara menjaga identitas kita sebagai orang Aceh. Ini juga kontribusi nyata dalam memperkaya sastra Indonesia,” ujar Rahmat Aulia dalam sesi tersebut.
Kegiatan pembekalan ini akan berlanjut hingga hari kedua, dengan ragam materi lanjutan dan workshop menulis. Para peserta diharapkan tidak hanya menyerap teori, tetapi juga mulai memproduksi karya-karya awal mereka dengan semangat kolaboratif.
“Ajang ini bukan akhir, tapi awal dari perjalanan menulis yang panjang. Kita ingin lahir penulis-penulis Aceh yang mampu bicara di tingkat nasional bahkan internasional,” tutup Rahmat.