Irmawan: Pemerintah Harus Bijak, Sejarah Aceh Jangan Dikesampingkan
Jakarta, Infoaceh.net – Polemik kepemilikan empat pulau strategis antara Pemerintah Provinsi Aceh dan Sumatera Utara kembali memanas.
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) asal Dapil Aceh, Irmawan, menegaskan bahwa pemerintah pusat tidak boleh hanya berpatokan pada aspek geografis dalam menentukan batas wilayah, melainkan harus mempertimbangkan unsur sejarah.
“Sebagai wakil rakyat dari Dapil Aceh, saya harap pemerintah tidak hanya mengambil keputusan berdasarkan rupa bumi. Kalau pakai garis lurus, sebagian wilayah Nias bisa jadi milik Aceh. Perlu juga melihat sejarah keempat pulau itu,” kata Irmawan dalam pernyataannya, Selasa (17/6/2025).
Sengketa ini mencuat usai Kementerian Dalam Negeri menerbitkan Keputusan Nomor 300.2.2-2138 pada April 2025, yang menetapkan Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Panjang, dan Pulau Lipan sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Keputusan tersebut ditolak oleh masyarakat dan Pemerintah Aceh karena sebelumnya keempat pulau ini tercatat dalam wilayah administrasi Kabupaten Aceh Singkil.
Irmawan mengingatkan bahwa persoalan ini tidak bisa dilepaskan dari MoU Helsinki 2005 antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dalam kesepakatan itu, batas wilayah Aceh merujuk pada kondisi administratif tahun 1959.
Lebih lanjut, Irmawan mengutip UU Nomor 24 Tahun 1956, yang secara sah dan konstitusional menetapkan Aceh sebagai daerah otonom terpisah dari Sumatera Utara. “Ini dasar hukum kuat yang tak bisa diabaikan,” tegasnya.
Menurut Irmawan, Pemerintah Aceh memiliki bukti kuat atas kepemilikan empat pulau tersebut, mulai dari:
-
Sertifikat tanah yang dikeluarkan Badan Pertanahan Aceh
-
Surat kepemilikan dermaga
-
Bukti kepemilikan tanah sejak tahun 1965
-
Bukti kuburan leluhur warga Aceh di pulau-pulau tersebut
“Semua ini adalah fakta historis yang menunjukkan bahwa masyarakat Aceh telah menempati dan menjaga pulau-pulau tersebut secara turun-temurun,” jelasnya.
Ia berharap Presiden Prabowo Subianto dapat mengambil keputusan yang adil dan mempertimbangkan stabilitas nasional, sejarah, dan administrasi. “Kita adalah negara kepulauan yang berdaulat dan memiliki sejarah panjang. Ini tidak bisa dilupakan begitu saja,” tutup Irmawan.