Infoaceh.net

Portal Berita dan Informasi Aceh

Pilkada Aceh 2024 Diprediksi Hanya Dua Cagub, Publik Ingin Muhammad Nazar Lawan Mualem

Dua mantan Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar dan Muzakir Manaf atau Mualem

INFOACEH.NET, BANDA ACEH —Perhelatan pemilihan kepala/wakil kepala daerah (Pilkada) 2024, khususnya untuk pemilihan gubernur/wakil gubernur Aceh yang akan digelar 27 November 2024 menunjukkan perbedaan yang jauh dari apa yang pernah terjadi dalam pemilihan gubernur setempat sebelumnya dari sisi jumlah kandidat yang akan bertarung.

Pilkada gubernur (Pilgub) Aceh sejak 2006 hingga pilkada terakhir pada tahun 2017 menunjukkan penurunan jumlah kandidat setiap kalinya.

Kali ini lembaga survei Indomatrik melihat kondisi riil lapangan dan menemukan kenyataan terjadinya penurunan jumlah kandidat yang akan mengakhiri proses administrasi sebagai bakal calon gubernur/wakil gubernur untuk menjadi calon yang akan ditetapkan oleh partai-partai pengusung lalu didaftarkan ke Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh.

Husin Yazid, Direktur Eksekutif Indomatrik mengungkapkan temuan paling kongkrit di lapangan hingga saat ini menunjukkan figur-figur yang sedang bergulir sebagai bakal calon gubernur/wakil gubernur yang mendapat respon masyarakat untuk dipilih tidaklah banyak.

Kemungkinan besar perhelatan Pilgub tahun 2024 ini di Aceh berpotensi hanya melahirkan dua pasangan calon gubernur/wakil gubernur saja.

Survei Indomatrik di seluruh Aceh menemukan kemungkinan besar pertarungan di panggung Pilkada Aceh, khususnya untuk calon gubernur akan berakhir di dua figur yang paling banyak mendapat sorotan, respon dan memiliki basis kekuatan historis sejak konflik Aceh, yaitu Muzakkir Manaf atau Mualem melawan Muhammad Nazar.

Figur-figur lain selain dari kedua tokoh tersebut nampak seperti kurang mendapat respon untuk calon gubernur walaupun mereka masih saja ada yang berupaya menyosialisasikan diri mereka.

Mereka melakukan berbagai upaya, termasuk meminta dukungan dari tokoh-tokoh tertentu hingga ke Jakarta agar memasukkan nama-nama mereka ke berbagai partai politik nasional untuk diusung sebagai bakal calon gubernur.

Tetapi karakteristik sosial politik Aceh yang antagonis, khususnya untuk tingkat pemilihan gubernur dan presiden selalu tidak melahirkan hasil linier dengan hasil pemilu legislatif.

Momentum pilpres di Aceh juga mirip dengan Pilgub setempat setiap kalinya. Adanya dukungan seorang presiden atau pemerintah pusat hingga mantan presiden kepada capres yang sedang bertarung di Pilpres di provinsi Aceh misalnya, bahkan sekalipun ikut didukung oleh para Jenderal TNI/Polri ternyata selalu tidak pernah menjadi faktor pendongkrak suara.

Hasil yang paling sering terjadi dari proses pemilihan Pilpres justru kebalikannya. Hal mana saat informasi adanya dukungan presiden, mantan presiden dan jenderal yang sedang berafiliasi dengan penguasa beredar luas di tengah-tengah masyarakat Aceh, seketika itu pula kandidat yang sedang berjuang meraih suara rakyat langsung mengalami penurunan dukungan.

Peristiwa yang sama juga sering terjadi pada setiap momentum pilgub Aceh sejak pilkada tahun 2006.

Juga, para calon gubernur incumben tidak pernah memenangkan Pilgub Aceh dalam sejarah demokrasi langsung di Aceh sejak pilkada 2006.

Apalagi seorang Pj atau Plt Gubernur yang sedang menjabat tiba-tiba nekat maju sebagai calon gubernur Aceh seperti dapat dipastikan selalu menuai kekalahan dan hanya sekedar menjadi semacam sasaran pemerasan atau tempat pencarian uang dan fasilitas tertentu oleh pihak-pihak yang sedang memanfaatkan jabatan sementara sebagai Pj atau Plt Gubernur.

Hasil pilgub Aceh, mirip seperti perilaku Pilpres di Aceh yang sering tidak menghasilkan sesuatu yang linier dengan hasil pemilu legislatif (DPD dan DPR RI maupun DPRA dan DPRK).

Juga tidak linier dengan penyebaran isu atau informasi adanya dukungan presiden yang berkuasa maupun para jenderal. Ternyata Aceh masih saja menunjukkan keunikannya yang penuh antagonis dalam setiap Pilgub maupun Pilpres.

Temuan perilaku sosial politik di Aceh memang tidak dapat disamakan sama sekali dengan apa yang pernah dan sering terjadi di provinsi-provinsi lain di Indonesia, khususnya dalam hal Pilgub dan Pilpres.

Tokoh-tokoh Aceh di luar Aceh juga tidak dapat mempengaruhi keinginan warga dalam memilih siapa pemimpin Aceh meskipun bisa jadi para tokoh dimaksud berhasil membantu melobi pimpinan-pimpinan partai politik lokal atau nasional untuk mempromosikan nama-nama figur tertentu agar dicalonkan sebagai calon gebernur Aceh dalam setiap Pilgub.

Karena itu, Indomatrik berdasarkan temuan-temuan di lapangan hingga saat ini maupun kajian ilmiah terhadap proses dan hasil pilkada hingga Pilpres di masa lalu yang telah digelar di Aceh menemukan antagonisme sosial politik Aceh serta keunikannya yang selalu menarik dijadikan referensi ilmiah dalam menentukan kesimpulan siapa yang harus didukung atau siapa saja yang akan mengakhiri proses final menjadi calon gubernur yang akan berhasil ditetapkan oleh KPU/ KIP setempat.

Muhammad Nazar vs Muzakir Manaf
akan menjadi kenyataan. Selain keduanya lebih disukai oleh warga menjadi Cawagub.

Apabila diteliti secara jujur berdasarkan fakta-fakta perilaku sosial politik terkini di lapangan seluruh Aceh, baik di darat maupun dinamika informasi berbagai sosial media yang berbeda dengan jelas menunjukkan peta pertarungan yang akan terjadi dalam panggung Pilgub Aceh 2024, yaitu potensi pertarungan head to head antara Muhammad Nazar melawan Muzakir Manaf akan menjadi kenyataan pada Pilgub Aceh 2024.

Jika ada juga survei-survei lain yang dikondisikan dengan sengaja untuk memenangkan nama-nama figur lain selain Muhammad Nazar dan Muzakir Manaf misalnya, pasti tidak akan mempengaruhi perilaku pemilih di lapangan.

Sebab rakyat Aceh di tingkat akar rumput dan juga perkotaan memiliki kesimpulan serta keinginan mereka sendiri terkait pilihan mereka. Bahkan sebagian besar warga Aceh tidak akan dapat dipengaruhi juga oleh isu-isu adanya dukungan pusat, jenderal, presiden, tokoh nasional Aceh dan lain-lain kepada sosok-sosok yang sedang bergulir sebagai bakal calon gubernur dan calon wakil gubernur.

Hal ini diperkirakan akan terus terjadi hingga hari pencoblosan dan warga Aceh tetap akan mengutamakan memilih sosok-sosok calon gubernur/wakil gubernur yang mereka yakini sendiri.

Penyebaran jumlah alat simulasi kampanye seperti baliho, spanduk dan bentuk-bentuk lain juga tidak dapat mengubah secara dominan terhadap keinginan warga yang telah memiliki keinginan pribadi mereka sendiri dalam menentukan siapa pemimpin di Aceh.

Sebagaimana ditemukan di lapangan oleh Indomatrik, figur Muhammad Nazar dan Muzakir Manaf merupakan dua sosok yang sangat simbolis serta mengakar sejak lama.

Sebagaimana dapat ditemukan di berbagai media maupun informasi warga Aceh, Muhammad Nazar telah populer sejak 1999 sebagai tokoh pejuang sipil, sedangkan Muzakir Manaf mulai dikenal sejak menjadi Panglima GAM setelah menggantikan almarhum Abdullah Syafi’i dalam tahun 2002.

Keduanya juga pernah menjadi wakil gubernur dengan kualitas dan hasil kepemimpinan yang sangat berbeda, tetapi perasaan bersama sosial politik Aceh masih menginginkan tokoh-tokoh perjuangan Aceh semasa konflik yang tetap akan memimpin Aceh sebagai gubernur meskipun sebagian besar warga Aceh juga sepakat untuk menilai sisi kompetensi kepemimpinan, relijiusitas, intelektualitas dan penguasaan ilmu pengetahuan, visi misi dan solusi, pengalaman, program kerja, integritas dan kejujuran, prestasi, keberanian dan lain-lain yang harus dimiliki para calon.

Adapun figur-figur selain sosok Muhammad Nazar dan sosok Muzakir Manaf seperti dapat ditemukan dari perilaku dan keinginan yang ditunjukkan penduduk Aceh di berbagai kabupaten/kota yang ikut disurvei lebih diinginkan untuk menjadi para calon wakil gubernur seperti nama figur H Sudirman/Haji Uma, Ruslan Daud, Tgk M Yusuf A. Wahab/Tu Sop, Kamaruddin Abu Bakar/Abu Razak dan lain-lain.

Sebagaimana telah dipublikasikan Indomatrik selama beberapa hari pada pekan lalu, sesuai temuan di lapangan berbagai kabupaten/kota seluruh Aceh membuktikan kesukaan dan keterpilihan terhadap sosok Muhammad Nazar dan Muzakir Manaf masih mendominasi perolehan suara.

Indomatrik memperkirakan kenyataan ini dapat saja berkelanjutan hingga hari pemungutan suara Pilgub Aceh 27 November 2024 mendatang.

Potensi kemenangan Muhammad Nazar juga sangat besar karena memperoleh suara kesukaan dan keterpilihan yang jauh lebih tinggi dari Muzakir Manaf meskipun Muzakir Manaf masih menang tipis dalam variabel popularitas.

Dalam kategori kepopuleran, Muzakir Manaf sedikit lebih tinggi dibandingkan Muhammad Nazar dan Haji Uma.

Dari sisi survei elektabilitas atau keterpilihan menunjukkan masih terdapat cukup banyak pemilih yang belum menentukan dukungan atau pilihan mereka (swing voter), yaitu sebesar 28,18%. Perilaku ini terjadi diduga berkaitan dengan belum adanya ketetapan partai-partai pengusung kepada sosok-sosok selain Muzakir Manaf yang memiliki kursi cukup dari partainya sendiri yaitu Partai Aceh bersama beberapa partai lain yang baru memberikan rekomendasi.

Rekomendasi beberapa partai nasional kepada Muzakir Manaf seperti Gerindra dan Partai Demokrat diperkirakan juga berpotensi berubah mengikuti perkembangan respon sosial politik lokal tingkat akar rumput, apalagi rekomendasi itu bersifat bukan keputusan final dan belum menjadi suatu ketetapan pengusungan final.

Parpol yang tidak ke Muzakir Manaf cenderung akan usung Muhammad Nazar, pertarungan menjadi Cawagub semakin realistis.

Penelusuran lapangan terhadap para elit partai nasional maupun lokal di Aceh maupun Jakarta hingga para tokoh yang dekat dengan dunia politik partai-partai terkait juga menunjukkan potensi pertarungan head to head di dua kandidat gubernur Aceh yaitu antara Muhammad Nazar dan Muzakir Manaf.

Bahkan meskipun beberapa informasi dan keputusan sangat strategis belum diumumkan ke publik, ada indikasi sangat kuat jika para pimpinan dan elit partai-partai nasional serta lokal yang tidak menggiring partai mereka untuk mendukung Muzakir Manaf cenderung akan menetapkan dan mengusung Muhammad Nazar sebagai cagub.

Pasalnya kekuatan basis rakyat yang dimiliki Nazar dipandang sangat kuat dan lebih banyak rakyat Aceh yang tertarik kepada dirinya karena kompetensi kepemimpinan, relijiusitas, kecerdasan ilmu pengetahuan, pengalaman hingga keberanian, ideologi dan pro rakyat dibandingkan kepada figur-figur lain yang sedang mengupayakan diri mereka menjadi calon gubernur yang sama.

Partai-partai nasional dan lokal di Aceh pada dasarnya memahami eksistensi dan kekuatan tokoh-tokoh simbolis yang pernah berjasa serta ikut memimpin perjuangan Aceh selama konflik dengan pemerintah pusat seperti Muhammad Nazar dengan SIRA-nya dan Muzakir Manaf dengan GAM-nya masih sangat mampu mempengaruhi cepat dan signifikan warga Aceh.

Sehingga kekuatan sosial politik berbasis dukungan rakyat yang terkuat yang masih tersisa masih ada pada diri Muhammad Nazar dan ini dapat digunakan untuk bertarung melawan Muzakir Manaf.

Selain Nazar, apalagi jika masih sedang menjabat seperti Pj Gubernur, anggota DPD dan DPR RI maka kekuatan berbasis rakyat sangatlah kecil, bahkan mereka cenderung sekedar dieksploitasi dan digairahkan untuk maju sebagai calon gubernur oleh pihak-pihak yang ingin memanfaatkan keberadaan logistik dana mereka atau sekedar melakukan spekulasi politik dengan mencoba mengandalkan isu jabatan, logistik dana dan beberapa hal lain.

Sementara terkait tingkat kesukaan terhadap bacawagub seperti halnya kesukaan terhadap bacagub dalam survei Indomatrik ini juga ditentukan sendiri oleh responden yang disurvei dengan pertanyaan yang berbeda dari variabel keterpilihan.

Dalam penentuan tingkat kesukaan terhadap setiap sosok bacawagub seperti halnya bacagub setiap responden ada yang menyukai lebih dari satu sosok.

Berbeda dengan jawaban terkait keterpilihan yang hanya boleh memilih satu figur saja yang dikenal atau diantara yang disukai atau yang diajukan atau mereka dapat menyebut sendiri.

Jadi survei terkait variabel kepopuleran dan kesukaan melakukan pendekatan yang sama, yaitu setiap responden bisa saja mengenal dan menyukai lebih dari satu sosok tetapi belum tentu memilih yang sudah dikenal dan disukai. Namun faktor kesukaan menjadi indikator awal potensi keterpilihan.

Dalam pertarungan di panggung Pilgub Aceh kali ini diperkirakan selain sosok Muhammad Nazar dan Muzakir Manaf yang mendapat hasil keterpilihan terbanyak, figur-figur lainnya dinilai warga Aceh bahwa sebagian mereka hanya cocok untuk dinominasikan sebagai cawagub saja.

Hal ini tercermin jelas dari persentase suara yang diperoleh saat nama-nama mereka masuk dalam daftar bacagub ternyata memperoleh suara yang jauh sangat rendah dibandingkan Muhammad Nazar dan Muzakir Manaf.

Namun sebagian sosok tersebut kemudian memperoleh suara tingkat kesukaan lebih tinggi saat nama-nama mereka dimasukkan atau diajukan sebagai cawagub.

Bahkan sebagian responden menyebut sendiri beberapa nama mereka yang bisa jadi cukup pantas sebagai cawagub yang berpasangan dengan cagub Muhammad Nazar maupun Muzakir Manaf.

Namun sesuatu yang pasti untuk diketahui publik dari temuan survei di lapangan, perilaku warga Aceh dalam Pilgub kali ini hanya fokus kepada dua sosok yang diprediksikan akan bertarung sebagai cagub yaitu Muhammad Nazar melawan Muzakir Manaf.

Jika dilihat dari perilaku sosial politik dan respon luas masyarakat yang disurvei maka potensi pertarungan head to head antara Muhammad Nazar melawan Muzakir Manaf dalam Pilgub Aceh 2024 berpotensi menjadi kenyataan.

Lainnya

Penebangan satu batang pohon Jeju (soga) di kawasan wisata Pantai Ulee Lheue memantik amarah dan keprihatinan warga kota Banda Aceh. (Foto: Ist)
Budi Arie Tak Tersentuh, Haruskah Menunggu Hukuman Tuhan?
KPK Usut Permintaan Komitmen Fee Pengadaan di MPR
Di E-commerce Hanya Rp259 juta
Tom Lembong Dituntut 7 Tahun Penjara di Kasus Impor Gula
Beathor Akui Pernah Kagumi Jokowi, Kini Dipecat Usai Ungkap Dugaan Ijazah Palsu
Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Neng Eem Marhamah
Gus Jazil
Novita Sari, Dosen PRODI Psikologi, FK,  USK. (Foto: Humas USK)
Polsek Banda Raya bersama Unit Patroli Presisi Ditsamapta Polda Aceh mengamankan 7 remaja terlibat balap liar saat shalat Jum'at di belakang Stadion Harapan Bangsa Lhong Raya, Banda Aceh, Jum'at (4/7). (Foto: Ist)
Anggota Polda Jateng Diduga Terlibat Judol dan Berzina dengan 2 Perempuan, Kini Dipatsus
Luhut Sedih Gegara Jasa Jokowi Seolah Dilupakan
'Saya Tertipu Citra Jokowi' Pengakuan Saiful Huda, dari Loyalis Jadi Pengkritik Paling Keras!
Kompol Syarif Diperiksa Soal Tudingan Ijazah Palsu Jokowi
Wali Kota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal menjadi salah satu pembicara pada Konferensi Iklim Internasional di Cordoba, Argentina. (Foto: Ist)
Operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis, 26 Juni 2025
Kita Enggak Tahu, MA yang Memutuskan
Ketua DPRA Zulfadhli tampak mendampingi Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem pada pertemuan dengan Fraksi Gerindra DPR RI di Jakarta, Jum'at (4/7/2025). (Foto: Ist)
Bea Cukai Meulaboh bersama Satpol PP Kota Subulussalam telah melaksanakan operasi gabungan dalam rangka pemberantasan rokok ilegal, pada Kamis, 3 Juli 2025. (Foto: Ist)
Masyarakat menyerahkan berkas permohonan bantuan di Kantor Baitul Mal Aceh (BMA), Jum'at (4/7). Hingga semester I tahun 2025, BMA menyalurkan dana zakat Rp19,647 miliar kepada 11.824 mustahik se-Aceh
Enable Notifications OK No thanks