Infoaceh.net

Portal Berita dan Informasi Aceh

Politikus PSI Dedy Nur Palakka Sebut Jokowi Penuhi ‘Syarat Nabi’, Tuai Kecaman hingga Terancam Disanksi Partai

"Saya hanya ingin mengajak publik untuk berpikir, merefleksikan kepemimpinan, dan merawat kewarasan dalam berbangsa. Jika ada yang terusik, mari berdialog. Tapi jangan larang orang berpikir," katanya.

Infoaceh.net – Politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Dedy Nur Palakka, menjadi sorotan publik setelah pernyataannya mengenai Presiden Joko Widodo viral di media sosial.

Dalam unggahan di platform X (sebelumnya Twitter), Dedy menyebut bahwa Jokowi memenuhi ‘syarat sebagai nabi’. Pernyataan tersebut menuai reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk internal PSI sendiri.

Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PSI Bali secara resmi menegur Dedy Nur Palakka atas pernyataannya yang dianggap sensitif dan berpotensi memicu keresahan publik, khususnya dalam konteks keberagaman agama dan keyakinan di Indonesia.

Menanggapi kontroversi tersebut, Dedy segera memberikan klarifikasi melalui akun X resminya. Ia menegaskan bahwa pernyataan yang ia buat merupakan bentuk metafora filosofis, bukan klaim teologis atau bentuk penistaan agama.

“Kritik seperti ini penting agar diskusi tidak jatuh ke euforia atau miskomunikasi yang berlarut. Namun izinkan saya meluruskan beberapa hal agar perdebatan ini tetap berada di jalur fakta, logika, dan refleksi publik yang sehat,” tulis Dedy dalam klarifikasinya.

Menurut Dedy, penggunaan istilah “nabi” dalam konteks yang ia maksud merujuk pada tradisi metafora intelektual yang kerap digunakan dalam kajian filsafat dan kritik budaya modern.

Ia menyebut bahwa tokoh-tokoh seperti Socrates, Buddha, dan Karl Marx sering dijuluki sebagai ‘nabi akal budi’, ‘nabi kesadaran’, atau ‘nabi revolusi’ dalam literatur akademik.

“Slavoj Zizek pernah menyebut Marx sebagai ‘the last prophet of modernity’. Dalam bahasa akademik, istilah ‘prophetic voice’ juga biasa digunakan untuk menggambarkan tokoh pencerah zaman. Saya mengadopsi kerangka itu,” tambahnya.

Dalam klarifikasi yang panjang dan mendalam tersebut, Dedy juga menjelaskan bahwa maksudnya adalah melihat Jokowi sebagai figur pemimpin yang mampu menjadi penunjuk jalan di tengah krisis Politik dan moral publik sebuah analogi, bukan ajaran keagamaan.

“Jokowi bukan nabi dalam pengertian wahyu, tetapi dalam pengertian sosial: penunjuk jalan dalam krisis politik dan moral publik. Itu pandangan pribadi saya sebagai warga negara,” tegasnya.

Menanggapi tudingan bahwa ucapannya merupakan bentuk penistaan agama, Dedy menyayangkan adanya standar ganda dalam masyarakat.

Ia mencontohkan bahwa menyebut Jokowi sebagai nabi dianggap menyinggung, namun menyamakannya dengan diktator seperti Fir’aun justru kerap dianggap wajar sebagai kritik.

“Jika menyebut Jokowi memenuhi syarat sebagai nabi dianggap ‘menista agama’, tapi menyamakannya dengan diktator dianggap kritik biasa, maka kita sedang mengalami keruntuhan moral estetik,” tulisnya.

Lebih lanjut, Dedy menyatakan bahwa ia siap berdialog dengan pihak mana pun yang merasa tersinggung, namun menolak untuk langsung meminta maaf tanpa kejelasan pelanggaran hukum yang nyata.

Ia mengajak publik untuk lebih bijak dalam membedakan antara bahasa literal dan simbolik, serta memahami konteks intelektual dalam menyampaikan pendapat.

“Sebelum minta maaf atas sesuatu, mari kita pastikan dulu: apakah saya melanggar hukum? Apakah saya menyerang agama, atau hanya menggunakan metafora untuk mengapresiasi kepemimpinan Jokowi?” ujarnya.

Dedy juga menegaskan bahwa dirinya bukanlah penyembah atau pemitos tokoh politik mana pun, melainkan seseorang yang mengagumi tokoh bangsa melalui perspektif reflektif dan kritis.

“Saya mengagumi, bukan menyembah. Saya mengkritisi, bukan memitoskan,” tulisnya di akhir klarifikasi.

Dedy Nur Palakka sendiri merupakan kader PSI yang diketahui gagal dalam dua kali pencalonan legislatif, pada Pemilu 2019 dan 2024. Meski demikian, ia tetap aktif menyuarakan pandangan politik dan sosial melalui berbagai platform, terutama media sosial.

Ia juga memiliki latar belakang pendidikan tinggi, yakni lulusan S2 dan S3 bidang teknik dari Hiroshima University, Jepang.

Terakhir Dedy mengajak masyarakat untuk tidak terburu-buru menghakimi pemikiran yang berbeda, karena dari diskusi dan perbedaanlah lahir peradaban dan kemajuan.

“Saya hanya ingin mengajak publik untuk berpikir, merefleksikan kepemimpinan, dan merawat kewarasan dalam berbangsa. Jika ada yang terusik, mari berdialog. Tapi jangan larang orang berpikir,” katanya.

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Lainnya

Pelan Tapi Pasti, Prabowo Hapus Jejak Jokowi dari Pemerintahan!
Bahlil Bakal Legalkan Sumur Minyak Rakyat, Ini Syaratnya
Anaknya Diteror dan Identitas Disebar, Dokter Tifa: Kok Banci Sekali
5 Kontroversi Bobby Nasution, Dari Kasus 'Blok Medan' hingga Orang Dekat Kena OTT KPK
Bantahan Tim Hukum Jokowi Bertentangan dengan Akal Sehat
Amien Rais Ungkap 13 Masalah Penyebab Jokowi Depresi Berat
Agam Rinjani Ceritakan Perjuangan Evakuasi Jasad Pendaki Juliana Marins: Kalau Hujan, Semua Tewas
Menelisik Hubungan Bobby Nasution dan Topan Ginting, Kadis PUPR Sumut yang Jadi Tersangka KPK
Hampir Tiap Malam Israel Menyerang tapi Bisa Ditangkal
Polres Metro Jaksel Tangkap Guru Ngaji, Diduga Cabuli 10 Santri di Tebet, Terungkap Karena Viral
Segera Bersihkan Geng Solo dari Kabinet Prabowo
Serangan Udara Israel Tewaskan 72 Warga Gaza, Termasuk Anak-anak dalam Tenda
Buntut Sengketa Perbatasan Kamboja, Ribuan Warga Tuntut Pemakzulan PM Thailand
Daftar Tersangka, Duduk Perkara hingga Total Nilai Proyek
Harta Nadiem Makarim Merosot setelah Tak Jabat Menteri dari Rp 4,8 T Jadi Rp 600 M
Sebelum Kena OTT KPK, Ternyata Topan Ginting dan Bobby Nasution Pernah Tinjau Proyek Itu
Anak Buah Bobby Nasution Dijuluki 'Ketua Kelas'
Hubungan Bobby Nasution dengan Kadis PUPR Sumut, KPK Akan Usut Setoran Uang ke Mantu Jokowi
Bikin Undangan Tak Perlu Pusing, Ada Invitanku.com yang Siap Bantu
Kepala Dishub DKI Jakarta, Syafrin Liputo
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x