Segera Bebas, Ibu Bawa Bayi 6 Bulan di Lapas Lhoksukon Terima Asimilasi 14 Maret
Banda Aceh — Isma Khaira (33 tahun) seorang ibu asal Gampong Lhok Puuk,
Kecamatan Seunuddon, Aceh Utara, beserta bayinya berusia 6 bulan hingga kini masih mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Lhoksukon, Aceh Utara.
Ia harus menjalani vonis hukuman tiga bulan kurungan karena melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sesuai keputusan Pengadilan Negeri Lhoksukon usai dinyatakan bersalah karena mencemarkan nama baik seorang keuchik (kepala desa) melalui media sosial, Facebook.
Setelah beberapa hari menjalani masa tahanan, belakangan dikabarkan bahwa narapidana wanita ini bakal mendapatkan asimilasi atau pembebasan bersyarat dalam waktu dekat.
Pernyataan itu disampaikan langsung oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Aceh, Heni Yuwono.
“Asimilasi itu bisa diberikan mengingat masa kurungan yang harus dijalani ibu rumah tangga tersebut di bawah enam bulan sesuai Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Nomor 32 tahun 2020,” kata Heni Yuwono, saat dikonfirmasi, Senin (8/3/2021).
Isma akan diberikan asimilasi pada 14 Maret nanti
Dilansir dari IDN Times, Heni Yuwono menyampaikan, Isma telah menjalani masa tahanan rumah selama 21 hari sebelum dijatuhkan vonis selama tiga bulan oleh majelis hakim. Usai mendapatkan vonis, wanita itu dieksekusi pihak jaksa ke lembaga pemasyarakatan pada 19 Februari 2021 lalu.
Melihat sisa masa tahanan dan kasus yang dilakukan Isma tidak bertentangan dengan pasal tentang Syarat Pemberian Asimilasi pada Permenkumham Nomor 32 tahun 2020, maka narapidana wanita ini diperkirakan bisa mendapatkan asimilasi di pertengahan Maret 2021 mendatang.
“Insya Allah, tanggal 14 Maret ini, sudah dapat asimilasi,” ungkap Heni Yuwono.
Telah menjalani setengah dari masa tahanan
Isma dikatakan telah menjalani masa tahanan rumah selama 21 hari, selain itu sejak 19 Februari 2021, ia telah ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Lhoksukon. Jika dikalkulasikan, maka warga Kabupaten Aceh Utara itu telah menjalani masa hukuman selama 38 hari dari vonis tiga bulan yang diputuskan.
Artinya, ibu rumah tangga yang ditahan dan membawa bayinya ke dalam lembaga pemasyarakatan itu telah menjalani setengah dari masa tahanannya.
“Ibu itu nanti, karena pidananya di bawah enam bulan dan untuk selama COVID-19 ini yang bersangkutan bisa mendapatkan asimilasi berdasarkan Permenkumham Nomor 32 tahun 2020. Itu nanti yang bersangkutan akan diberikan asimilasi,” jelas Heni.
Sekilas kasus UU ITE yang menjerat Isma ke penjara
Sebelumnya diberitakan, Isma Khaira diputuskan bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Lhoksukon karena melakukan tindak pidana dengan sengaja mentransmisikan dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Ia dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) usai dinyatakan telah melakukan pencemaran nama baik seorang keuchik melalui media sosial, Facebook dan akhirnya divonis tiga bulan kurungan.
Permasalahan baru muncul ketika Isma yang diketahui memiliki bayi berusia enam bulan juga membawa anaknya ke dalam lembaga pemasyarakatan. Si buah hati yang masih harus mendapatkan air susu ibu (ASI) dan perawatan dari ibunya, menjadi alasan wanita berusia 33 tahun itu membawa sang anak ikut bersamanya.
Kasus yang dialami oleh Isma sempat membuat para politisi di Kabupaten Aceh Utara maupun Aceh, meminta dilakukan penangguhan penanganan terhadap ibu muda tersebut.
Menanggapi hal itu, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Aceh menyampakan jika pihaknya tidak memiliki wewenang untuk melakukan penangguhan seperti yang diminta.
“Kalau penangguhan itu kewenangan penyidik atau penuntut umum. Kalau di lembaga pemasyarakatan itu namanya asimilasi atau pembebasan bersyarat,” ujar Heni beberapa waktu lalu.
Seperti diberitakan sebelumnya, setelah dinyatakan oleh majelis hakim terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Dengan Sengaja mentransmisikan Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”, Isma Khaira divonis hukuman pidana penjara selama 3 bulan penjara
Kendati putusan hukuman ini lebih rendah dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum yakni lima bulan penjara, namun pemberitaan ini menghadirkan polemik di lingkungan masyarakat dan warganet.
Oleh karenanya, Kakanwil Kemenkumham Aceh memberikan kejelasan bagi masyarakat luas melalui media massa, baik online maupun cetak.
Kakanwil Kemenkumham Aceh Heni Yuwono BcIP SSos MSi menjelaskan, bahwa bayi tahanan yang berusia enam bulan juga berada di dalam tahanan, karena masih menyusui, dan itu sesuai aturan dibolehkan ikut ibunya di tahanan.
Kakanwil juga menjelaskan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, dalam Bagian Keempat : Pelayanan Kesehatan dan Makanan, dalam pasal 20 Ayat (4) tertulis: “Anak dari Narapidana wanita yang dibawa ke dalam Lapas ataupun yang lahir di Lapas dapat diberi makanan tambahan atas petunjuk dokter, paling lama sampai anak berumur 2 (dua) tahun.”, dan pada pasal 21 Ayat (1) dicantumkan: Kepala Lapas bertanggungjawab atas pengelolaan makanan, yang meliputi : a. pengadaan, penyimpanan, dan penyiapan makanan; b.kebersihan makanan dan dipenuhinya syarat-syarat kesehatan dan gizi; dan c. pemeliharaan peralatan masak, makan, dan minum.
Selain bertanggungjawab atas terpenuhinya sarana-prasarana dan kebutuhan makanan warga binaan dan bayi, kanwil juga memastikan serta mengusulkan warga binaan dapat memperoleh SK Asimilasi rumah sesuai Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 32 Tahun 2020.
“Ibu Isma ini masa pidananya kurang dari 6 (enam) bulan, oleh karenanya asimilasi dapat diberikan bagi Narapidana yang telah menjalani ½ (satu per dua) masa pidana dan berkelakuan baik, segera setelah SK diterbitkan, WBP akan dipulangkan dan menjalani pembinaan asimilasi mandiri,” pungkas Heni Yuwono. (IA)