Sidang Etik KIP Bireuen di DKPP Dihentikan Usai Laporan Dicabut, GeRAK Desak Penyelidikan
Bireuen, Infoaceh.net — Keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk menghentikan sidang dugaan pelanggaran kode etik oleh Komisioner Komisi Independen Pemilihan (KIP) Bireuen dipertanyakan oleh Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Bireuen.
Sidang yang semula dijadwalkan untuk mengungkap dugaan manipulasi dalam pelaksanaan debat publik Pilkada 2024 itu dihentikan menyusul pencabutan laporan oleh pihak pengadu tanpa penjelasan terbuka kepada publik.
Koordinator GeRAK Bireuen Murni M. Nasir, menyebut penghentian tersebut sebagai bentuk kemunduran dalam penegakan etik dan akuntabilitas pemilu.
“Ini bukan sekadar laporan yang dicabut, ini adalah kompromi terhadap nilai integritas. Proses etik tidak boleh tunduk pada tarik-ulur politik atau kepentingan jangka pendek,” tegas Murni dalam keterangannya, Rabu (29/5/2025).
Menurutnya, keputusan untuk menghentikan sidang tanpa penjelasan resmi kepada publik justru memperkuat kecurigaan bahwa terdapat kepentingan tertentu di balik pencabutan laporan.
“Kalau alasannya hanya karena masa jabatan pengadu sudah berakhir, itu sangat tidak masuk akal. Sidang etik adalah soal tanggung jawab moral, bukan soal jabatan,” tambahnya.
GeRAK juga mengkritik para pelapor—yakni Ketua dan Anggota Panwaslih Bireuen—karena tidak memberikan penjelasan terkait pencabutan laporan. Ketertutupan ini dinilai mencederai prinsip transparansi dan membuka ruang bagi spekulasi publik.
Lebih lanjut, GeRAK mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk menyelidiki kemungkinan adanya intervensi politik atau praktik transaksional dalam penghentian sidang tersebut.
“Kami tidak menuduh, tapi kami mendesak ini diselidiki. Jika dibiarkan, DKPP bisa kehilangan wibawa dan hanya menjadi panggung formalitas belaka,” ujar Murni.
GeRAK juga mengingatkan bahwa kasus ini berawal dari dugaan manipulasi dalam pelaksanaan debat publik oleh KIP Bireuen, termasuk adanya penukaran pertanyaan dalam amplop tersegel—yang dianggap sebagai bentuk pelanggaran berat terhadap prinsip keadilan pemilu.
“Debat publik itu bukan urusan teknis semata. Ketika manipulasi terjadi di sana, pemilu sudah tidak adil sejak awal,” katanya.
Menanggapi kasus ini, GeRAK Bireuen menyampaikan tiga tuntutan konkret:
- DKPP diminta tetap melanjutkan kajian etik secara independen meskipun laporan telah dicabut, serta mempublikasikan hasilnya kepada publik.
- KIP Aceh dan KPU RI harus segera melakukan evaluasi dan menjatuhkan sanksi apabila terbukti ada pelanggaran etik oleh komisioner KIP Bireuen.
- Penegak hukum, yakni Kejaksaan dan Kepolisian, diharapkan menyelidiki adanya potensi intervensi politik atau praktik transaksi dalam pencabutan laporan.
Murni menegaskan integritas pemilu bukan hanya diukur dari hari pemungutan suara, melainkan juga dari proses etik dan pengawasan yang menyertainya.
“Kami tidak sedang mencari siapa yang menang atau kalah. Kami mengejar keadilan, kebenaran, dan nilai demokrasi yang sedang diuji,” tutup Murni.