Anak Muda Banyak Habiskan Waktu di Warung Kopi, Aceh ke Depan Bisa Lahirkan Generasi Lemah
BANDA ACEH — Aceh di masa depan bisa melahirkan dan meninggalkan generasi yang lemah, jika kalangan anak muda hari ini lebih banyak menghabiskan waktunya untuk duduk-duduk dan nongkrong di warung kopi atau kafe-kafe.
Ada empat kelemahan generasi ke depan yang berbahaya yakni kelemahan akidah, ibadah, ilmu dan ekonomi.
Demikian antara lain disampaikan oleh Pimpinan Dayah Khamsatu Anwar Gampong Deunong, Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar, Dr Tgk Sirajuddin Saman SPdI MA saat mengisi pengajian Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Banda Aceh, Rabu malam (9/8/2023).
“Kita tidak boleh membiarkan generasi Aceh ke depan yang lemah dan jauh dari Islam,” ujar Tgk Sirajuddin Saman pada pengajian KWPSI dengan tema “Jangan Tinggalkan Generasi Lemah”.
Tgk Sirajuddin yang meraih gelar Doktor Bidang Pendidikan Agama Islam di Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh ini menambahkan, dengan luasnya wilayah Aceh, maka setiap orang harus melakukan hal sekecil apapun yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki Aceh, khususnya dalam penegakan syariat Islam.
Menurut Tgk Sirajuddin ada empat kelemahan generasi Aceh yang harus diperbaiki dan diperkuat ke depan yakni akidah, ibadah, ilmu, dan ekonomi yang kuat.
Akidah merupakan pondasi seseorang dalam melaksanakan syariat Islam. Kalau akidah tidak kuat meniadakan keyakinan dalam hatinya bahwa segala seusuatu dan balasan adalah nyata dari Allah.
Luqman merupakan sosok orang tua sebagai teladan dalam mendidik akidah anak. Bahkan kisah Luqman mendidik anaknya supaya berpegang teguh kepada akidah terabadikan dalam Al-Qur’an.
Dalam materinya, Tgk Sirajuddin juga mempertanyakan bagaimana orang tua sekarang mengajarkan kedisiplinan anaknya menjaga shalat.
Menurutnya, orang tua sekarang minim melakukannya, melainkan lebih memperhatikan jajan si anak. Sayangnya lagi, orang tua terkadang jarang memperhatikan kehalalan nafkah yang dibawa pulang ke rumahnya.
Tgk Sirajuddin menambahkan kondisi pemuda Aceh banyak lemah dari segi ibadah. Hal ini terlihat dari jamaah Jum’at di masjid daerah perkampungan, jumlah pemuda hadir ke masjid sedikit, tidak sebanding jumlah mereka sebenarnya.
Bahkan, anak muda lebih banyak menghabiskan waktunya nongkrong di warung kopi.
“Jika generasi muda tidak berkarya untuk masa depan, menggantungkan diri kepada orang tua, kalau sang ayah berpulang kepada Allah tanpa meninggalkan harta yang banyak, apa yang bisa dilakukan oleh anak muda itu,” ujarnya dengan nada bertanya.
Ketika satu daerah orang yang meninggalkan shalat sudah banyak, dikhawatirkan Allah akan menurunkan bala.
Misalnya, Allah mengurangi curah hujan dalam setahun sehingga banyak pohon mati, melambungnya harga pangan, pemimpin di gampong hanya memikirkan kesejahteraan dirinya sendiri.
“Ketika Allah menurunkan bala, sama rata (merasakannya). Ketika ibadah lemah, maksiat pasti muncul,” tegasnya.
Tgk Sirajuddin menerangkan kelemahan ilmu juga begitu berbahaya. Misalnya, saat mengambil hasil alam tanpa ilmu menyebabkan kerusakan alam sehingga terjadi banjir bandang.
Jika tidak dibekali ilmu, maka masyarakat Aceh akan menjadi budak di negeri sendiri. Budaya membaca juga di Aceh. Sementara kejayaan Islam pada masa Rasulullah dan sahabat hebatnya karena ilmu.
Terakhir, kelemahan ekonomi yang bisa disebabkan rendahnya semangat kerja. Kemiskinan tidak boleh dikembalikan kepada hakikat.
Ada tiga pihak yang bertanggung jawab terhadap kelemahan-kelemahan tersebut yakni pemerintah, orang tua, dan masyarakat. Kemungkaran dapat dicegah dengan kekuasaan.
Tgk Sirajuddin juga mengapresiasi Surat Edaran Pj Gubernur Aceh tentang Penguatan dan Peningkatan Pelaksanaan Syariat Islam Bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Masyarakat di Aceh.
“Bila penduduk suatu negeri beriman, maka Allah akan menurunkan rahmat-Nya,” pungkasnya. (IA)