Asyura, Tragedi Karbala, dan Sentimen Umayyah terhadap Ahlul Bait
Muawiyah bin Abi Sufyan, khalifah pertama Dinasti Umayyah, menetapkan kebijakan pelaknatan terhadap Ali bin Abi Thalib dalam khutbah Jumat yang berlangsung hampir empat dekade, dari awal pemerintahannya (661 M) hingga berakhirnya praktik tersebut di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (720 M). Kebijakan ini bukan sebatas cercaan verbal, tetapi juga bentuk pembunuhan karakter yang terorganisir. Mimbar masjid dimanfaatkan sebagai instrumen politik, layaknya media sosial masa kini yang rawan diperalat untuk menyebarkan propaganda kekuasaan.
Ibnu Jarir ath-Thabari, sejarawan independen era Abbasiyah, mencatat bahwa Hujr bin ‘Adi al-Kindi, sahabat Nabi dan pembela setia Ahlul Bait, menolak tradisi kutukan terhadap ‘Ali dalam khutbah Ziyad bin Abi Sufyan di Kufah. Ia memprotes keras penyalahgunaan mimbar. Akibatnya, ia ditangkap dan dieksekusi oleh Muawiyah, menjadikannya syuhada pertama dalam membela Ahlul Bait di era Umayyah. (Ath-Thabari, Tarikhul Umam wal Muluk: juz V, h. 256)
Momentum Asyura tidak hanya dimaknai secara emosional, tapi juga sebagai simbol perjuangan melawan tirani. Husain bukan sekadar figur keluarga Nabi, tetapi simbol nilai-nilai moral, keadilan, dan penolakan terhadap penyalahgunaan kekuasaan. Oleh karena itu, sentimen terhadap Ahlul Bait menjadi cermin dari sikap umat terhadap nilai-nilai tersebut.
Rezim Umayyah berusaha menanamkan anggapan bahwa loyalitas terhadap khalifah lebih penting daripada kebenaran. Siapa pun yang menentang, sekalipun cucu Nabi, dianggap pemberontak. Ini adalah warisan politik yang menciptakan budaya taat buta terhadap otoritas, yang kemudian dikritik tajam oleh banyak ulama setelah runtuhnya Umayyah.
Narasi Karbala penting direnungkan umat Islam hari ini. Saat sejarah dikaburkan oleh kepentingan penguasa, tragedi kemanusiaan seperti Karbala mungkin saja terulang dalam wujud berbeda. Memahami sejarah bukan sekadar mengenang, tapi membongkar kepalsuan yang disusun oleh kekuasaan. Hari Asyura bukan hanya milik Syiah, tapi warisan seluruh umat Islam karena Ahlul Bait adalah keluarga Nabi yang dimuliakan.