Keruntuhan Kesultanan Utsmaniyah, Konspirasi Menghancurkan Umat Islam
Pemikiran pahlawan boneka itu berhasil dilakukan oleh para intelijen Inggris dengan kesuksesan yang luar biasa. Untuk mendongkrak popularitas Musthafa Kamal, dengan sengaja, ia dimunculkan dalam berbagai macam pertempuran seperti perang Gallipolli, perang Anafarta, perang Izmir dan sebagainya.
Dalam peperangan tersebut, sosok Musthafa Kamal digambarkan dengan peran dan kontribusi yang sangat menonjol, bahkan nyaris sempurna. Di antara peperangan yang dianggap sukses dipimpin Musthafa Kamal adalah perang Gallipolli (1915). Perang ini merupakan operasi gabungan antara Inggris, Perancis, Australia, Selandia Baru dan beberapa negara lain untuk merebut Istambul, Ibu Kota kesultanan Turki. Sementara itu, Turki mempertahankan serangan tentara gabungan dengan dibantu oleh Kekaisaran Jerman.
Turki berhasil mempertahankan Istambul sehingga usaha Pasukan Gabungan itu gagal dan kedua belah pihak menderita kerugian berupa korban jiwa yang besar. Menurut Departemen Veteran Australia, korban kedua belah pihak hampir mencapai setengah juta jiwa.
Melihat berbagai kemenangan pasukan yang dipimpin oleh Musthafa Kamal dalam menghadapi pasukan negara-negara Eropa di tengah mundurnya Kesultanan Turki, dunia Islam menyambutnya dengan sangat antusias dan memberi gelar Ghazi (panglima gagah tanpa tanding).
Para penyair Muslim memujanya dan mendapat sambutan hangat dari para Habib di mimbar-mimbar Jumat. Ahmad Syauqi (1868-1932), seorang penyair besar dari Mesir menjuluki Musthafa Kemal sebagai Khalid bin Walid dari Turki. Dalam sebuah bait syairnya, ia menulis: “ Allah Akbar, betapa banyak penaklukan yang demikian mengagumkan wahai Khalid dari Turki, maka perbaharuilah kepahlawanan Khalid Arab”.
Namun, setelah Musthafa Kamal membuka kedok aslinya, bahwa ia adalah agen Barat untuk meruntuhkan kekhilafahan dan memaksakan sekulerisme di Turki, dunia Islam gempar. Ahmad Syauqi yang sebelumnya menulis syair pujian, kini ia menatap sedih dengan menulis elegi (syair ratapan) sebagai berikut:
“Kini lagu-lagu pengantin berbalik menjadi ratapan. Aku menatap di tengah lencana-lencana kegembiraan. Kau dikafankan di malam pengantin dengan pakaiannya. Dan Kau sirna tatkala pagi akan segera menjelang. Mimbar-mimbar dan tempat azan bergerak-gerak untukmu sedang kerajaan-kerajaan menatap menangisi kepergianmu. India, Walhah dan Mesir demikian bersedih ditinggalkan, menangis dengan air mata yang deras untuk kepergianmu. Syam, Irak dan Persia semua pada bertanya-tanya, apakah Khilafah dihilangkan oleh orang dari muka bumi? Wahai alangkah malang, orang yang merdeka dikubur hidup-hidup, dibunuh tanpa melakukan kesalahan dan kejahatan”.
Kekhilafahan Turki hilang dari permukaan bumi setelah Musthafa Kamal menandatangani perjanjian dengan negara-negara Barat di Lausanne, Swiss 1340 H/1923 M yang mengakui kemerdekaan negara nasional Turki dengan syarat penghapusan Khilafah Islam untuk selama-lamanya dan pemutusan semua hal yang berhubungan dengan Islam dari Turki.