Khutbah Jum’at di Masjid Istiqlal, Ustaz Amri Fatmi: Bernegara dengan Amanah, Tinggalkan Hipokrasi
Manusia bisa saja berbuat dengan cara yang berbeda, namun mereka akan sama saat berbicara tentang keadilan, kebenaran, kejujuran dan persamaan.
Para Nabi, pahlawan telah mempertaruhkan hidup mereka demi nilai-nilai tersebut atas dasar kecintaan jujur dan ikhlas mereka terhadap kebenaran.
Sementara ada golongan manusia lain terkadang sering mempertahankan nilai tersebut secara hipokrit atas dasar kepentingan yang ingin dibelanya. Kalau mampu kita merawat negeri ini atas dasar akhlak yang memiliki persamaan bahasanya antar sesama manusia, maka akan banyak permasalahan negeri terselesaikan dengan cepat.
Sebaliknya, terpampang di depan kita terkadang sikap hipokrasi yang dipraktikkan manusia sebagai tindakan akhlak yang palsu. Kenapa sikap hipokrasi ini muncul dalam masyarakat tertentu dan menjadi warna kehidupan mereka?
Sikap hipokrasi ini justru menunjukkan bahwa manusia tidak mampu hidup dan bertindak benar kecuali harus berlandaskan pada akhlak. Persis seperti adanya uang palsu yang bernilai sementara, menunjukkan adanya mata uang asli yang punya nilai abadi.
Adanya hipokrasi, menunujukkan bahwa manusia selalu mengharapkan tindakan akhlak dari orang lain. Betapapun zalim seorang dengan peran penting kehidupan yang dia mainkan, pasti mencari dalih bersifat akhlaki atas perbuataannya seperti “mejaga ketentraman”, “mengusir para pengacau” atau lainnya, betapa pun itu palsu dan penuh hipokrasi.
Sehingga Fir’aun sendiri berdalih mengusir dan ingin membunuh Nabi dengan dalih yang sama. Artinya: Fir‘aun berkata (kepada pembesar-pembesarnya), “Biar aku yang membunuh Musa dan suruh dia memohon kepada Tuhannya. Sesungguhnya aku khawatir (bahwa) dia akan menukar agamamu atau menimbulkan kerusakan di bumi.” (QS. Ghafir/40 : 26).
Kenapa demikian? Karena alasan yang bersifat akhlaki itu akan selalu diterima orang. Karena bahasa akhlak adalah bahasa kemanusiaan yang sangat efektif. Akhlak adalah penjelmaan hakikat insaniyah manusia, insaniyah ini berakar pada ruhiyah, dan ruh bersumber dari Allah.