Mengais Keutamaan Ibadah di Sisa bulan Muharram
Salah satu bentuk dari kemuliaan bulan Muharram yang tidak dimiliki oleh bulan-bulan lainnya adalah karena bulan ini oleh Nabi Muhammad disebut sebagai bulan Allah (syahrullah al-muharram), maka tentu saja sangat mulia di sisi-Nya. Penjelasan ini sebagaimana disampaikan oleh Syekh Abdul Ghani an-Nabilusi, dalam kitab Fadhailusy Syuhur wal Ayyam, halaman 16, mengatakan:
وَقَدْ سَمَّى النَّبِيُّ الْمُحَرَّمَ “شَهْرَ اللهِ”، وَإِضَافَتُهُ اِلىَ اللهِ تَدُلُّ عَلَى شَرَفِهِ وَفَضْلِهِ، فَاِنَّ الله لَا يُضِيْفُ اِلَى نَفْسِهِ اِلَّا خَوَّاصَ مَخْلُوْقَاتِهِ
Artinya, “Sungguh, Nabi telah menyebut Muharram sebagai “bulan Allah”. Penyandaran bulan ini kepada Allah menunjukkan kemuliaan dan keutamaannya, karena Allah tidak menyandarkan sesuatu kepada-Nya kecuali makhluk-makhluk-Nya yang khusus.”
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Maka dari itu, sangat tepat bagi kita semua untuk mengais keutamaan ibadah di sisa-sisa hari bulan Muharram ini. Karena jika bulan ini telah dimuliakan oleh Allah, dan disandarkan langsung kepada-Nya, maka setiap amal ibadah yang dilakukan di dalamnya juga akan bernilai lebih mulia dan lebih agung di sisi Allah swt. Inilah kesempatan emas yang tidak seharusnya kita abaikan begitu saja.
Mari kita isi hari-hari yang tersisa ini dengan berbagai amal kebajikan. Memperbanyak shalat sunnah, membaca Al-Qur’an, memperbanyak istighfar, membantu sesama, menjaga lisan, dan menahan diri dari segala bentuk kemaksiatan, membantu tetangga yang sedang mengalami kesulitan ekonomi, membayar utang orang yang terlilit pinjaman, serta ikut serta dalam kegiatan-kegiatan sosial yang bermanfaat bagi masyarakat.
Bagi yang mampu, mari ringankan beban saudara-saudara kita yang terkena musibah, atau yang masih terjerat dampak ekonomi. Dan bagi yang diberi kelebihan ilmu dan waktu, mari kita juga sebarkan kebaikan dengan mengajar, memberi nasihat, dan memperkuat ukhuwah di tengah lingkungan kita.
Selain itu, kemuliaan bulan ini juga dapat kita lihat perihal bagaimana Allah menjadikan Muharram sebagai awal atau pembuka dari bulan-bulan lainnya dalam kalender Hijriyah. Bahkan menurut Imam Hasan Bashri bulan Muharram merupakan paling utamanya bulan setelah bulan Ramadhan. Pendapat tersebut sebagaimana dikutip oleh Imam Ibnu Rajab al-Baghdadi dalam kitab Lathaiful Ma’arif, jilid I, halaman 36, yaitu:
عَنِ الْحَسَنِ قَالَ: إِنَّ اللهَ افْتَتَحَ السَّنَةَ بِشَهْرٍ حَرَامٍ، وَخَتَمَهَا بِشَهْرٍ حَرَامٍ، فَلَيْسَ شَهْرٌ فِي السَّنَةِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ أَعْظَمَ عِنْدَ اللهِ مِنَ الْمُحَرَّمِ
Artinya, “Dari Hasan Bashri, ia berkata: “Sesungguhnya Allah memulai tahun dengan bulan haram, dan menutupnya juga dengan bulan haram. Maka tidak ada bulan dalam setahun setelah bulan Ramadhan yang lebih agung di sisi Allah daripada bulan Muharram.”