Menjalani Ibadah Ramadhan dengan Sepenuh Hati
Betapa para ulama merindukan momen-momen bertemu dengan bulan Ramadhan yang mulia.
Ibn Rajab Al Hanbali mengatakan, dahulu para salafush shalih berdo’a kepada Allah selama enam bulan, agar dipertemukan dengan bulan Ramadhan, kemudian mereka juga berdo’a selama enam bulan agar Allah menerima amal-amal Ramadhan mereka.
Ustaz Marfiandi berharap, umat Islam sekarang juga memiliki kerinduan yang sama dan semoga Ramadhan ini menjadi momen bahagia, karena Allah telah mengabulkan do’a kita.
Satu amalan khusus yang wajib kita kerjakan dalam bulan Ramadhan adalah ibadah puasa, kewajiban yang tidak kita jumpai pada bulan-bulan lainnya, sehingga Ramadhan juga memiliki nama lain yaitu syahrush shiyam.
Ternyata, perintah puasa tidak hanya ada untuk umat Rasulullah. Umat-umat terdahulu juga mendapat perintah yang sama sebagimana dalam firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).
Ibn Kastir menjelaskan, puasa pada permulaan Islam adalah tiga hari setiap bulan. Puasa ini wajib sejak zaman nabi Nuh hingga Allah menasakhnya dengan puasa Ramadhan. Setelah turunnya kewajiban puasa Ramadhan, puasa tiga hari setiap bulannya menjadi puasa sunnah ayyamul bidh.
Ustaz Marfiandi juga mengutip Syeikh Wahbah Azzuhaili dalam Tafsir Al Munir, yang menjelaskan, Nabi Musa As berpuasa selama 40 hari, bahkan di zaman Nabi Daud puasanya lebih berat, yakni sehari berpuasa sehari berbuka. Dalam Islam, puasa ini menjadi salah satu puasa sunnah yang dikenal dengan puasa Daud.
“Sudah seharusnya kita sempurnakan ibadah puasa Ramadhan tahun ini dengan sepenuh hati, sehingga kita bisa mencapai ketakwaan yang sempurna kepada Allah Swt. Berikutnya ketakwaan itu akan kita rawat dengan puasa-puasa sunnah dan berbagai bentuk kebaikan lainnya,” pungkasnya. (IA)