Banda Aceh — Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh mempunyai sikap dan pandangan yang berbeda dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat terkait keberadaan dan aktivitas Majelis Pengkajian Tauhid Tasawuf Indonesia (MPTT-I) di Provinsi Aceh selama ini.
Pandangan itu menyusul adanya aksi penolakan masyarakat dan protes terhadap kegiatan pengkajian tauhid tasawuf dan Rateb Siribee yang digelar di sejumlah daerah seperti di Aceh Selatan dan Aceh Barat Daya (Abdya), Bireuen, Aceh Timur dan daerah lainnya.
Terhadap kegiatan pengkajian MPTT-I, dibenarkan dan mendapat legitimasi dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Lembaga Pentashih Buku Dan Konten Keislaman dalam keputusannya dengan Nomor : 306/LPBKI-MUI/IX/2020 tentang Hasil Pengkajian yang ditujukan kepada MPTT-I Aceh.
Dalam keputusannya itu yang ditandatangani oleh Ketua Prof Dr H Endang Soetari, Ad M.Si dan Sekretaris Arif Fahruddin, M.Ag tanggal 20 September 2020, Lembaga Pantashih Buku Dan Konten Keislaman Majelis Ulama Indonesia (LPBKI- MUI) membolehkan MPTT untuk mengkaji kitab Insan Kamil karya Syekh Abdul Karim Al- Jily.
Oleh karena kitab tersebut tetap termasuk dalam kategori kitab yang mu’tabar dan sesuai dengan pokok-pokok aqidah dan syariat islam.
“Bahwa mengingat tradisi amaliah thariqah Naqsabandiyah Khalidiyah yang diamalkan oleh MPTT-I termasuk aliran thariqah yang diakui dan diamalkan oleh Jam’iyah Ahli Thariqah al-Mu’tabarah an-Nahdliyah (JATMAN), dan setelah melakukan pengkajian yang mendalam terhadap konten kitab Insan Kamil karya Syekh Abdul Karim Al-Jily yang menjadi salah satu kitab yang menjadi rujukan MPTT-I, maka LPBKI-MUI mengukuhkan bahwa kitab tersebut tetap termasuk kategori kitab mu’tabar dan sesuai dengan pokok-pokok akidah dan syariat Islam,” demikian bunyi penjelasan surat LPBKI-MUI tersebut.
Dalam surat itu juga menjelaskan, sedangkan cara dan metode pengajaran dan pendalaman isi kitab Insan Kamil tersebut, disarankan dengan memperhatikan tingkatan intelektualitas masyarakat untuk menghindari kesalahpahaman terhadap maksud dan istilah-istilah khusus di dalam kitab tersebut.
Meski demikian, MPTT-I Aceh tidak mengajarkan kitab Insan Kamil dalam majelisnya. Namun pimpinan MPTT-I, Abuya Syekh Haji Amran Wali Al-Khalidi membenarkan Syekh Abdul Karim Al-Jily sebagai kutubuddin.
Dan juga pengarang kitab Sirussalikin, Syekh Abdussamad Al Palembani dalam kitabnya membenarkan Syekh Abdul Karim Al Jily dengan kitab Insan Kamil sebagai rujukan ilmu ketasawufan.
Surat Lembaga Pentashih Kitab MUI Pusat itu untuk menjawab pro kontra Tasawuf dan Tarekat guna merespon permintaan pengurus MPTT-I yang berpusat di Aceh terkait pro kontra soal tasawuf dan tarekat.
Pertama, soal ajaran tasawuf bahwa ada sebuah lembaga di Aceh yang menolak ajaran tasawuf falsafi yang diajarkan oleh Ibn Arabi dan al-Jily krn dianggap tidak mu’tabar.
Selanjutnya, Lembaga Pentashih Kitab MUI Pusat mengkaji kitab-kitab falsafi seperti al-Insan al-Kamil karya al-Jily dan al-Futuhat al-Makiyah dan Fushus al-Hikam karya Ibn Arabi.
Kesimpulannya kitab-kitab tersebut berpegang pada ayat al-Qur’an dan Hadits dan termasuk kitab mu’tabar, namun kitab ini harus disampaikan oleh ahlinya karena memiliki kedalaman makna yang tidak bisa dipahami orang awam.
Kedua, terkait tarekat Naqsabandiyah Khalidiyah yang diikuti oleh Syekh Amran Waly al-Khalidy sebagai tarekat yang mu’tabaroh dibawah naungan JATMAN (Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh al-Mu’tabaroh an-Nahdliyah) yang dipimpin oleh Rois Aam Habib Luthfi Bin Yahya.
Anggapan dan tuduhan MPTT-I di Aceh dan Abuya Amran Waly Al-Khalidy sesat berawal pada saat Abuya Amran menjawab tentang sebuah kitab, Insan Kamil, dalam sebuah pengajian.
Tgk Syukri Daud Pango (Penasihat MPTT-I Aceh), menjelaskan, saat itu ketika menjawab pertanyaan tersebut Abuya Amran membenarkan kitab itu. Namun Abuya, sebut Syukri, sama sekali tidak pernah mengajarkan isi kitab itu kepada masyarakat dan jamaah pengajiannya.
Lantas MPU Aceh mengeluarkan fatwa bahwa kitab itu tidak termasuk dalam kitab yang muktabar, yaitu kitab yang sah dijadikan pegangan. Meski tidak disebut sesat, di daerah-daerah, beredar persepsi bahwa kitab yang tidak muktabar itu sesat.
Pada 2020, MUI Indonesia mengeluarkan fatwa bahwa kitab tersebut muktabar. Dan pada September, pernyataan yang sama juga dikeluarkan oleh Kementerian Agama bahwa kitab Insan Kamil adalah kitab muktabar.
Sementara itu, pandangan berbeda datang dari MPU Aceh. Dalam menyikapi aktivitas MPTT-I tersebut di Aceh, MPU Aceh justru meminta kepada Pemerintah Aceh untuk menghentikan semua kegiatan MPTT-I yang diasuh oleh Abuya Syekh Haji Amran Waly Al-Khalidy
Permintaan itu dikeluarkan setelah melalui pertimbangan dan melihat kondisi terjadi di lapangan.
Berdasarkan taushiyah MPU Aceh Nomor 7 tahun 2020 tentang MPTT-I yang ditandatangani langsung oleh Ketua MPU Tgk HM Daud Zamzamy beserta tiga wakilnya, Tgk H Faisal Ali, Dr Tgk H Muhibbuththabary, M.Ag dan Tgk H Hasbi Albayuni disebutkan bahwa kegiatan pengkajian dan pensyarahan kitab tauhid tasawuf telah menimbulkan keresahan, serta kericuhan di tengah-tengah masyarakat.
Keributan itu sebagaimana terjadi di beberapa daerah kabupaten/kota dipicu oleh kajian MPTT-I. Atas pertimbangan tersebut, demi menghindari keributan di tengah masyarakat, MPU Aceh mengeluarkan rekomendasi agar Pemerintah Aceh menghentikan kegiatan MPTT-I tersebut.
Terkait tausyiah permintaan penghentian kegiatan MPTT-I yang dikeluarkan itu, Wakil Ketua MPU Aceh, Tgk Faisal Ali menyampaikan bahwa yang berhak mengeksekusi baik diterima atau tidak tausyiah tersebut hanyalah Pemerintah Aceh dan pihak terkait.
Sebelumnya diketahui telah terjadi beberapa kali tindakan diskriminasi yang dialami oleh jamaah MPTT-I di beberapa tempat di Aceh. Diantaranya, adalah pada tahun 2017, yaitu perusakan balai pengajian MPTT-I di Bireuen, yang dirubuhkan dengan chainsaw oleh sekelompok orang yang kontra terhadap MPTT-I.
Pada tahun 2020 di Kluet, Aceh Selatan, penghacuran terhadap kenderaan jamaah MPTT-I yang sedang mengaji di poskonya.
Tahun 2020 di Sungai Raya, Aceh Timur, juga perusakan secara brutal terhadap kendaraan jamaah MPTT-I. Juga di Bireuen pada tahun 2020, terjadi pelemparan degan batu oleh sekelompok orang terhadap jamaah yang sedang berzikir Rateb Siribee.
Selanjutnya kejadian di Abdya pada 2020, dimana sekelompok orang menghadang jamaah yang hendak menuju ke lokasi dikir secara membabi buta, yang mengakibatkan hancurnya 5 unit mobil jamaah.
Paling anyar adalah pembakaran posko MPTT-I di Samuti Aman, Kabupaten Bireun. Dari sekian banyaknya perlakuan anarkis yang telah dialami, namun MPTT-I tidak pernah melakukan perlawanan apalagi membalas dengan tindakan serupa.
Pihak MPTT-I hanya menyerahkan persoalan tersebut kepada penegak hukum agar dapat menindak para pelaku sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. (IA)