Infoaceh.net

Portal Berita dan Informasi Aceh

Peran Akal dalam Memahami Ketuhanan Menurut Ibnu Rusyd

Gagasan Ibnu Rusyd mengajak kita untuk menyatukan iman dan nalar, syariat dan hikmah, dzikir dan pikir. Dalam kerangka pemikiran Islam Ahlussunnah wal Jamaah yang menjadi arus utama di Indonesia, terutama di kalangan Nahdliyin, pandangan ini bukanlah hal yang asing. Para ulama pesantren sejak dahulu telah mengajarkan bahwa beragama harus disertai pemahaman.
Oleh: Ustadz Ahmad Hashif Ulwan*

Tauhid dalam Islam bukan sekadar pengakuan lisan tentang keesaan Tuhan, tetapi sebuah kesadaran intelektual dan spiritual yang mendalam tentang hakikat Ketuhanan. Dalam tradisi pemikiran Islam, banyak ulama dan filsuf yang berupaya menjelaskan konsep tauhid melalui pendekatan ilmu kalam dan filsafat. Salah satu tokoh penting adalah Ibnu Rusyd, ulama fiqih, ahli kalam, dan filsuf besar dari Andalusia pada abad ke-12. Ia menegaskan bahwa akal memainkan peran krusial sebagai jembatan menuju pemahaman tauhid yang lebih utuh dan mencerahkan, bukan sebagai musuh iman.

Ibnu Rusyd menekankan bahwa tauhid sejati tidak cukup hanya diyakini secara taklid (ikut-ikutan), melainkan harus dipahami melalui dalil-dalil akal yang jelas. Dalam karyanya, Fashlul Maqal fi ma baynasy Syari‘ah wal Hikmah minal Ittishal (Penjelasan tentang Hubungan antara Syariat dan Filsafat), ia menyatakan bahwa menalar keesaan Tuhan adalah perintah syariat itu sendiri (Beirut: Markaz Dirasat Al-Wihdah Al Arabiya, 1997, hlm. 86).

Hal ini sejalan dengan ajakan Al-Qur’an yang mendorong manusia untuk menggunakan akal, sebagaimana disebutkan dalam berbagai ayat berikut:

هُوَ الَّذِيْٓ اَخْرَجَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ مِنْ دِيَارِهِمْ لِاَوَّلِ الْحَشْرِۗ مَا ظَنَنْتُمْ اَنْ يَّخْرُجُوْا وَظَنُّوْٓا اَنَّهُمْ مَّانِعَتُهُمْ حُصُوْنُهُمْ مِّنَ اللّٰهِ فَاَتٰىهُمُ اللّٰهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوْا وَقَذَفَ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الرُّعْبَ يُخْرِبُوْنَ بُيُوْتَهُمْ بِاَيْدِيْهِمْ وَاَيْدِى الْمُؤْمِنِيْنَۙ فَاعْتَبِرُوْا يٰٓاُولِى الْاَبْصَارِ

Artinya, “Dialah yang mengeluarkan orang-orang yang kufur di antara Ahlulkitab (Yahudi Bani Nadir) dari kampung halaman mereka pada saat pengusiran yang pertama. Kamu tidak menyangka bahwa mereka akan keluar. Mereka pun yakin bahwa benteng-benteng mereka akan dapat menjaganya dari (azab) Allah. Maka, (azab) Allah datang kepada mereka dari arah yang tidak mereka sangka. Dia menanamkan rasa takut di dalam hati mereka sehingga mereka menghancurkan rumah-rumahnya dengan tangannya sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka, ambillah pelajaran (dari kejadian itu), wahai orang-orang yang mempunyai penglihatan (mata hati).” (QS Al-Hasyr: 2).

Dalam ayat lainnya, Allah berfirman :

اَوَلَمْ يَنْظُرُوْا فِيْ مَلَكُوْتِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَمَا خَلَقَ اللّٰهُ مِنْ شَيْءٍ وَّاَنْ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنَ قَدِ اقْتَرَبَ اَجَلُهُمْۖ فَبِاَيِّ حَدِيْثٍ ۢ بَعْدَهٗ يُؤْمِنُوْنَ

Artinya, “Apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala apa yang Allah ciptakan dan kemungkinan telah makin dekatnya waktu (kebinasaan) mereka? Lalu, berita mana lagi setelah ini yang akan mereka percayai?” (Q.S. Al-A‘raf: 185).

Ibnu Rusyd menilai bahwa akal adalah sarana manusia untuk memahami keesaan Allah. Perangkat akal yang digunakan untuk memahami keesaan tadi adalah dengan Qiyas (analogi).

Tiga Jenis Qiyas

Dalam upaya memahami konsep tauhid, Ibnu Rusyd meyakini bahwa manusia yang dianugerahi akal dapat menggunakan qiyas (analogi) sebagai metode untuk memahami hakikat dunia, proses penciptaannya, serta eksistensi penciptanya. Ibnu Rusyd membagi qiyas ini menjadi tiga kategori (Fashlul Maqal, hlm. 59).

Pertama, Qiyas Aqli (Analogi Rasional), yaitu jenis qiyas yang menggunakan akal sehat dan logika untuk menarik kesimpulan dengan menganalisis premis-premisnya secara rasional. Sebagai contoh, ketika seseorang mengamati bahwa api mampu membakar sesuatu, maka secara logis ia menyimpulkan bahwa api yang lain pun memiliki sifat yang sama, yaitu membakar.

Kedua, Qiyas Fiqhi (Analogi Hukum Fiqih), yaitu jenis qiyas yang bertujuan menghubungkan pokok hukum (ashl) dengan cabangnya (far‘). Qiyas ini digunakan untuk menentukan hukum bagi kasus yang belum memiliki nash khusus dengan menyamakannya pada kasus lain yang telah memiliki ketetapan hukum berdasarkan adanya persamaan illat (sebab hukum).

Ketiga, Qiyas Burhani (Demonstrasi Logis), yaitu qiyas yang didasarkan pada metode ilmiah dan observasi empiris. Pendekatan ini menitikberatkan pada pengamatan langsung dan eksperimen dalam meraih pemahaman mengenai suatu fenomena.

Lebih lanjut, Ibnu Rusyd berpendapat bahwa Qiyas Burhani merupakan bentuk qiyas terbaik untuk memahami hakikat ketuhanan beserta ciptaan-Nya. Namun, untuk menguasai jenis qiyas ini secara optimal, seseorang harus memiliki kedalaman akal serta memahami terlebih dahulu ragam jenis qiyas, pengertian dasarnya, struktur penyusunannya, dan unsur-unsur lainnya.

Semua pengetahuan dan kaidah terkait qiyas ini tercakup dalam ilmu mantiq (logika). Oleh karena itu, menurut Ibnu Rusyd, ilmu mantiq menjadi bidang ilmu yang wajib dipelajari demi memperoleh pemahaman mendalam tentang ketuhanan.

Akal dan Wahyu: Dua Jalan Menuju Tuhan

Ibnu Rusyd meyakini bahwa akal dan wahyu berasal dari sumber yang sama, yaitu Allah SWT. Oleh karena itu, keduanya tidak mungkin bertentangan secara hakiki. Dalam Fashlul Maqal, ia menyatakan bahwa filsafat adalah sahabat syariat dan saudara sesusuannya (hlm. 125).

Dengan demikian, keduanya pada hakikatnya senantiasa menuntun manusia menuju kebenaran. Berpikir logis, bertanya, meneliti, dan menggunakan akal sehat bukanlah sesuatu yang bertentangan dengan iman. Justru semua itu merupakan bagian dari jalan untuk memahami agama secara lebih mendalam.

Ibnu Rusyd menggunakan istilah “saudara sesusuan” sebagai metafora untuk menggambarkan kedekatan antara filsafat dan syariat. Dalam tradisi Arab, dua anak yang disusui oleh perempuan yang sama memiliki ikatan yang erat, meskipun tidak memiliki hubungan darah. Mereka tumbuh bersama, saling mengenal, dan tidak boleh dipisahkan. Begitulah hubungan antara filsafat dan agama: meskipun pendekatannya berbeda, yang satu melalui wahyu, yang lain melalui akal, keduanya saling melengkapi, bukan saling menafikan.

Pandangan ini sejalan dengan pemikiran ulama Ahlussunnah wal Jamaah yang menerima akal sebagai sumber hukum sekunder setelah Al-Qur’an dan hadis. Pemikiran serupa juga dapat ditemukan dalam karya-karya Imam Al-Ghazali dan Imam Fakhruddin ar-Razi, yang menjelaskan pentingnya akal dalam memahami ajaran agama. Hal ini berbeda dengan pendekatan kelompok Dzahiriyyah, yang menolak peran akal dan hanya menerima teks secara literal dari Al-Qur’an dan hadits, tanpa penalaran rasional.

Gagasan Ibnu Rusyd mengajak kita untuk menyatukan iman dan nalar, syariat dan hikmah, dzikir dan pikir. Dalam kerangka pemikiran Islam Ahlussunnah wal Jamaah yang menjadi arus utama di Indonesia, terutama di kalangan Nahdliyin, pandangan ini bukanlah hal yang asing. Para ulama pesantren sejak dahulu telah mengajarkan bahwa beragama harus disertai pemahaman.

Tauhid bukan sekadar kalimat syahadat yang dihafalkan dan diucapkan, tetapi harus dipahami dan dihayati. Akal adalah karunia Allah yang wajib digunakan untuk membimbing hati menuju keimanan yang terang, kokoh, dan bertanggung jawab. Wallahu a’lam.

Penulis: Mahasiswa Pascasarjana Universitas Az-Zaitunah, Tunis Tunisia.

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Lainnya

UIN Ar-Raniry Banda Aceh meluncurkan "Kampung Inggris" di Kota Sabang, Senin (7/7/2025). (Foto: Ist)
Pihak manajemen RSUD Sabang masih tetap membagikan paket makanan ringan (snack) kepada tenaga medis yang bertugas malam. (Foto: Ist)
Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah menghadiri Duek Pakat Nasional Tata Kelola Dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) di Balai Sidang Fakultas Ekonomi dan Bisnis USK, Senin (7/7/2025). (Foto: Ist)
Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil
Ketua DPRK Banda Aceh, Irwansyah ST menutup pelatihan Karang Taruna Gampong Punge Blang Cut, Kecamatan Jaya Baru, Banda Aceh, Ahad sore (6/7) di Pantai Cermin Ulee Lheue. (Foto: Ist)
Realisasi pendapatan RSUD Kota Sabang hingga akhir Juni 2025 tercatat sebesar Rp5.989.711.867 atau 26,20 persen. (Foto: Ist)
Kakak-beradik asal Pidie Al Afdhalul Muktabarullah (24) dan Munadhilatul Asyi (21) yang baru saja pulang dari Tanah Suci merasakan nikmatnya berhaji di usia muda. (Foto: Ist)
Wakil Menteri Pertahanan RI Donny Ermawan
Menteri Pertanian RI, Andi Amran Sulaiman, dalam jumpa pers usai penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan Menteri Pertanian Palestina, Rezq Basheer-Salimia, di Jakarta, Senin (7/7/2025).
Ilustrasi Ekspor-Impor
Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto disambut langsung oleh Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva
Tasawuf dan Geopolitik: Kekuatan Sunyi yang Terlupakan
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya)
Kepala BPKD Kota Sabang Jufriadi
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKB, Abdullah, menyatakan keprihatinan sekaligus kemarahan mendalam atas kematian Brigadir Muhammad Nurhadi
Pohon yang menyerupai pohon Jeju di Jalan Meureubo, Kopelma Darussalam (tepatnya di samping Lapangan Gelanggang USK). (Foto: Washata.com)
Anoa merupakan satwa dilindungi berdasarkan UU No. 5 Tahun 1990 dan Permen LHK No. P.106 Tahun 2018
Pemain PSG, Ousmane Dembele rayakan gol ke gawang Bayern Munich
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS ke-17 yang digelar di Museum Seni Modern (MAM), Rio de Janeiro, Minggu (6/7/2025).
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Putih Sari
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
Enable Notifications OK No thanks