BANDA ACEH — Tidak pantas seorang hamba yang memiliki banyak kekurangan menyombongkan diri, karena manusia jauh dari kata sempurna dan tidak memiliki kuasa penuh mengenai apa yang akan terjadi atas dirinya.
Muslim haruslah memiliki sifat tawadhu, karena sifat ini yang dimiliki Rasulullah SAW.
Tawadhu merupakan sifat seorang Muslim sejati, tidak merasa paling baik dan selalu rendah hati, bahkan sifat demikian telah banyak dicontohkan Rasulullah SAW dari berbagai kisah-kisah ketika hidup bermasyarakat.
Kalimat pengagungan hanya milik Allah SWT, kalimat-kalimat memperlihatkan kekuasaan dan mengatur, hanya untuk Allah semata.
Ciri sifat manusia yang tawadhu adalah mereka yang berbicara tidak dengan ungkapan-ungkapan sombong dan merasa bisa melakukan semuanya tanpa adanya keterlibatan Allah SWT.
Ustadz Agusri Syamsuddin MA (Dosen Prodi Hukum Ekonomi Syariah STAI Tgk Chik Pante Kulu) dalam program Serambi Spiritual, Selasa (4/5) dengan tema “Puasa membentuk sifat Tawadhu” menerangkan ternyata dengan puasa bisa menimbulkan sifat tawadhu pada seorang hamba.
Tausyiah Ramadhan 1442 Hijriah dalam program Serambi Spiritual bekerja sama antara Serambi FM dengan Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI).
Program Serambi Spiritual ini menghadirkan para ulama dan ustaz terkemuka yang mengasuh pengajian rutin KWPSI.
Tidak Patut Manusia Sombong
Saat memberikan penjelasan mengenai tawadhu, Ustadz Agusri menyebut kesombongan bukan milik manusia.
Sehingga sangat tidak pantas manusia bersikap sombong kepada manusia lain, apalagi merendahkan orang lain karena merasa diri lebih baik.
Ustadz Agusri menyebut hanya Allah SWT sajalah yang pantas dan berhak dengan kalimat-kalimat berkuasa sepenuhnya.
“Tidak boleh menyombongkan diri kepada orang lain karena Allah yang boleh berlaku sombong, hanya Allah yang bisa mengatakan ‘hanya saya yang bisa menghancurkan apa yang saya mau’ ‘saya bisa mewujudkan apa yang saya inginkan’ tapi manusia tidak demikian,” ucapnya.
Puasa menjadikan manusia lebih tawadhu
Berpuasa merupakan salah satu cara membuat hati lebih tawadhu, tunduk atas perintah Allah SWT.
Puasa sebagai momen menahan diri dari segala gejolak emosi serta keinginan yang mengarah pada keburukan, akan terhalang dengan adanya puasa.
Sehingga, berpuasa bisa menjadi latihan bagi hamba agar bersikap tawadhu.
Selain berpuasa, dengan adanya musibah juga menjadi latihan bagi hamba agar tawadhu.
Allah SWT menegur umat-Nya dengan berbagai cara, baik dengan kesenangan maupun kesulitan.
“Puasa menjadikan manusia lebih tawadhu, dengan musibah juga bisa membuat orang tawadhu,” kata Ustadz Agusri yang merupakan Imam Masjid Al Wustha Perumnas Jeulingke ini.
Ciri orang tawadhu
Ustadz Agusri mengatakan ada beberapa ciri dari orang tawadhu, seperti ketika berbicara tidak pernah merasa paling benar, ketika berjalan tidak terlihat sombong dan senantiasa memperlakukan orang lain dengan santun.
“Tawadhu artinya merendahkan diri, melakukan seadanya tidak ada keangkuhan,” katanya.
“Dari cara berjalan tidak sombong, dari perkataan, cara berjalan dan cara memperlakuan orang lain tidak merasa diri paling baik dari orang lain,” tambahnya.
Lebih rinci, Ustadz Agusri mengutarakan bahwa mereka yang memiliki sifat tawadhu tidaklah banyak berbicara.
Apabila berbicara, maka berbicara yang mengandung manfaat bagi orang lain.
“Ketika berbicara dengan orang lain, orang tawadhu tidak banyak bicara, orang tawadhu lebih banyak mendengar, sesekali baru menyampaikan sesuatu dan bermanfaat, kalau orang bercerita dia bertanya dan merespon dengan santun.
“Apabila berhadapan dengan orang pandai, dia bertanya untuk mendapatkan ilmu, kalau dia bertemu dengan orang kurang pandai, dia akan memberikan sesuatu yang bermanfaat, namun apabila dia dibantah, ia tidak akan melanjutkan,” jelasnya.
Menurut Ustadz Agusri, sifat tawadhu atau merendahkan hati demikian penyebab Allah SWT mengangkat derajat seorang hamba menjadi lebih tinggi dari sebelumnya.
Selalu merasa rendah dan tidak merasa paling baik dari orang lain, maka Allah SWT yang akan meninggikan derajatnya.