Terbayang Bidadari Surga Saat Taubat, Tarawih dan Puasa
Oleh: Hasvi Harizi*
TERBAYANG bidadari surga bukanlah suatu perbuatan tercela. Bahkan Imam Al-Ghazali sendiri secara tegas menganjurkan setiap ahli ibadah agar banyak berfikir tentang nikmat akhirat, tak terkecuali nikmat bersama para bidadari.
Menurutnya hal tersebut dapat menambah keinginan seseorang untuk semakin giat dalam beribadah. Begitulah rasanya, begitu juga dengan ceritanya.
Membayangkan mereka yakni bidadari surga, membuat siapa saja memimpikan dan menginginkan bersama mereka. Dengan matanya yang jeli dan menawan. Tiada cacat serta tiada kekurangan.
Tubuh mereka yang lembut bagai kain sutera, dengan segala kecantikan yang berhias atas keridhaan-Nya. Sungguh membayangkan bersama mereka adalah hal yang selalu ingin tersemogakan. Dan membangkitkan semangat seseorang untuk semakin dekat dengan sang pencipta.
Tapi sayangnya, hal tersebut justru dilarang bagi pemuda yang masih terluka hati dan jiwanya akibat maksiat dan dosa, lebih-lebih lagi dia sedang shalat dan berpuasa.
Karena bagi pemuda tersebut, membayangkan kenikmatan dan kecantikan bidadari kadang-kadang menggerakkan kembali keinginan hawa nafsu dan syahwatnya.
Lalu ia mencari bidadari ‘ajilah (bidadari yang segera/bidadari dunia) dan tidak menunggu lagi bidadari ajilah (bidadari akhirat/surga).
Lantas untuk mengatasi hal tersebut, apa yang sebaiknya dibayangkan oleh seorang pemuda dalam bertaubat?
Sebelum menjawab, perlu diketahui pertanyaan ini muncul saat Imam Al-Ghazali sedang membahas tentang “Manakah lebih utama antara seorang telah lupa dosanya dan ia tidak memikirkan lagi dosa tersebut, dengan orang yang menjadikan dosa di depan matanya dan ia senantiasa merenungkan dosa tersebut sehingga membuat hatinya terbakar dengan penuh penyesalan?”.
Kutipan pertanyaan Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya ‘Ulumuddin.
Dengan menimbang banyak hal, Imam Al-Ghazali tidak lansung memutuskan satu kesimpulan. Beliau mengatakan bahwa dalam hal ini masih terjadi perselisihan antar ulama.
Sebagian ulama berpendapat bahwa hakikat taubat ialah melupakan dosa. Sedangkan satu golongan lagi berpendapat taubat ialah mengingat dosa.