Ulama Dayah di Lhokseumawe Tulis Kitab Berbahasa Arab Setebal 400 Halaman
LHOKSEUMAWE — Pimpinan Dayah Sirajul Muna Kota Lhokseumawe, Tgk Mulyadi M Jamil berhasil menulis dan menerbitkan kitab berbahasa Arab dengan judul “Dhiya’ al-Hilalain ‘Ala Idhah Tafsir Jalalain”.
Ulama muda yang juga pendakwah kondang Aceh ini mengatakan, kitab yang ditulisnya ini merujuk kepada 91 kitab lainnya dan mengupas secara tematik persoalan Fikih dari Bab Thaharah hingga Fadhail Shalat.
“Kita ini juga menjelaskan I’rab, mufradat, balaghah, metode pengendalian dalam mazhab dan beberapa faedah dan Tatimmah yang berkaitan dengan kalimat-kalimat dalam bahasa Arab,” ujar Tgk Mulyadi M Jamil, dalam keterangannya, Kamis (28/9).
Kitab yang diedit Ustaz Ahmad Sani MEd ini diterbitkan sendiri oleh Dayah Sirajul Muna.
“Dengan membaca kitab ini, setidaknya akan membantu kita memahami Tafsir Ahkam, Nahwu/sharaf, Balaghah dan metode mujtahid dalam berdalil,” kata Tgk Mulyadi.
Meski begitu, Tgk Mulyadi M Jamil dengan merendah mengatakan, kitab ini pasti tidak akan terlepas dari kekurangan dan kesalahan.
“Kami tunggu kritik tulus dari Masyayikh dan para ulama umumnya, agar dijadikan sebagai lapangan amal kita bersama untuk lebih baik,” harap Tgk Mulyadi.
Sementara itu, da’i kondang asal Riau Ustaz Abdul Somad dalam sambutannya via video menyambut baik terbitnya kitab karangan Tgk Mulyadi M Jamil.
Ulama yang akrab disapa UAS ini mengatakan, kehadiran kitab ini menunjukkan sejarah kembali berulang.
“Kalau dulu muslim Nusantara mengambil manfaat dengan kitab-kitab karangan ulama-ulama dari Nanggroe Aceh, maka kini muslim Nusantara akan kembali bisa mengambil manfaat dari kitab-kitab ulama Aceh seperti kitab Dhiya’ Al-Hilalain ‘ala Idhah Tafsir Jalalain karangan Tgk Mulyadi M Jamil,” ujar UAS.
Sambutan serupa juga disampaikan Sekjen Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) Aceh Dr Teuku Zulkhairi.
Ia mengatakan sesungguhnya ulama-ulama dan santri dayah di Aceh memiliki sumber daya manusia sangat mumpuni dalam melahirkan karya-karya yang berguna bagi pengembangan agama dan ilmu pengetahuan.
Hanya saja, sumber daya ini belum diberdayakan secara meyakinkan. Zulkhairi berharap Pemerintah Aceh melalui Dinas Pendidikan Dayah dapat memfasilitasi penerbitan karya-karya ulama dan santri dayah.
“Selama ini saya sering mendapat informasi ulama-ulama dayah dan santri yang menulis. Tapi sayangnya belum ada perhatian maksimal dari stakeholder terkait untuk menerbitkan karya-karya mereka,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Zulkhairi berharap ke depan agar Dinas Pendidikan Dayah Aceh dapat menjadikan penerbitan karya-karya santri atau ulama dayah sebagai salah satu program unggulan.
Di kampus-kampus dosen difasilitasi dan dibiayai menghasilkan karya, seharusnya perhatian serupa juga diberikan untuk kalangan santri dan ulama dayah. (IA)