INFOACEH.NET, BANDA ACEH — Ketua DPD Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Anti Korupsi (Alamp Aksi) Kota Banda Aceh Musra Yusuf mengaku heran dengan aktivis yang juga Koordinator Gerakan Rakyat Aceh Menggugat (GERAM), Verri Al-Buchari.
Hal itu dikarenakan sosok yang mengaku aktivis itu, terkesan gagal paham dan justru tak membaca sampai habis baik secara tersurat maupun tersurat dari pernyataannya.
Pernyataan Musra Yusuf itu disampaikan terkait berita yang dimuat media online Infoaceh.net pada Jum’at, 1 November 2924 dengan judul “GERAM Bela Irwan Djohan, Aktivis Alamp Aksi Diminta Lebih Banyak Belajar Hukum”.
“Jujur kita bingung dengan abang aktivis itu, kok bacanya sepenggal-penggal, atau baca judul aja kali ya. Kalau dilihat fotonya kayaknya lebih tua sih umur abang aktivisnya, tapi kok baca berita terkesan nggak habis,” ungkap Ketua DPD Alamp Aksi Banda Aceh, Musra Yusuf, Jum’at, 1 November 2024.
Yusuf mengaku heran, karena memang Calon Wali Kota Banda Aceh nomor 04 Teuku Irwan Djohan sendiri yang menyampaikan dalam closing statementnya bahwa dia menyatakan mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi itu sedang dizalimi atau dikriminalisasi.
“Apa wajar menuding ada penzaliman terhadap tersangka korupsi, sementara dalam penetapan tersangka tentunya Kejaksaan Agung sudah punya dua alat bukti. Apakah wajar seorang Cawalkot yang katanya ingin mewujudkan pemerintahan bersih menyatakan tersangka korupsi itu adalah orang yang dizalimi. Bukankah sikap Cawalkot Irwan Djohan itu seakan bentuk penggiringan opini yang seakan–akan meragukan kredibilitas Kejagung sebagai lembaga penegakan hukum,” ujarnya.
Yusuf juga mengaku heran jika ada sosok yang katanya aktivis, mungkin lebih tua dan berwawasan justru menganggap ungkapan Cawalkot Irwan Djohan yang mengatakan Tom Lembong dizalimi suatu hal yang positif.
“Positif dimananya, positif karena kedekatan mungkin ya. Tapi ruangnya tentu bukanlah di depan publik. Apalagi dengan statemen yang menyatakan seakan-akan Tom Lembong sedang dizalimi atau dikriminalisasi.
Tersangka korupsi kok dibela-belain di depan publik, apalagi dalam konteks debat Cawalkot,” lanjutnya.
Lebih lanjut Yusuf menambahkan, pernyataan aktivis GERAM yang mungkin sangat berwawasan menyatakan bahwa Tom Lembong tidak dapat dipidanakan bahkan disebutkannya belum ada bukti menerima keuntungan pribadi. Pernyataan itu juga terasa menggelitik hati.
“Penetapan tersangka harus bedasarkan minimal 2 alat bukti sebagaimana termuat dalam pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya. Jadi, tidak mungkin Kejagung menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka jika belum ada alat bukti. Mengenai terbukti bersalah atau tidaknya itu nanti di persidangan pasti akan terbuka. Namun, mari kita dukung proses penegakan hukum dengan adil tanpa mempolitisasi hanya karena kedekatan, persahabatan ataupun hubungan politis tertentu,” jelasnya.
Yusuf juga mengatakan, agar citra aktivis tidak dirusak dengan kepentingan politis.
“Ada baiknya kami mengajak pihak yang mengaku dari aktivis GERAM termasuk Cawalkot Irwan Djohan untuk bersama-sama menghormati dan mendukung proses pemberantasan korupsi. Apalagi dalam kasus yang kini menjerat Tom Lembong sebagai tersangka korupsi diperkirakan kerugian negara mencapai Rp 400 miliar. Ini bukan kerugian yang sedikit dari imbas kebijakan impor gula di masa Tom Lembong menjabat menteri perdagangan.
Mari kita dukung proses hukum yang kini sedang dilakukan oleh Kejagung, tak perlu lah kiranya kita empati kepada tersangka korupsi, apalagi harus menggiring opini seakan tersangka korupsi adalah orang yang terzalimi. Sementara masih banyak rakyat yang miskin yang memerlukan suara lantang dari orang-orang yang mengaku aktivis untuk membela hak-hak mereka,” tutupnya.